BERKAT WASILAH CINTA, DAPAT AMPUNAN ALLAH
Luthfi Bashori
Cinta sejati yang dapat menyenangkan hati itu adalah cinta yang bersifat musyarakah atau saling mencintai, bukan cinta bertepuk sebelah tangan yang rasanya sangat menyakitkan.
Sudah banyak korban orang menjadi gila akibat cintanya bertepuk sebelah tangan. Tentu untuk mendapatkan cinta sejati yang saling mencintai itu memiliki aturan yaitu harus memenuhi ‘rukun dan syarat’ sesuai yang ditetapkan oleh sang kekasih hati.
Demikian pula orang-orang yang menyatakan dan menisbatkan diri sebagai para pecinta Allah dan Rasul-Nya, maka cinta mereka itu akan diterima bilamana telah memenuhi ‘rukun dan syaratnya’ yaitu senantiasa menjalankan segala hal yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa aturan Syariat Islam, serta berupaya menjauhi larangan-larangan Syariat.
Berbuat Amar ma’ruf dan Nahi munkar termasuk salah satu wasilah (perantara) seorang untuk dapat meraih cinta Allah dan Rasul-Nya, maka barang siapa yang ingin cintanya dibalas oleh Allah dan Rasul-Nya, hendaklah ia rajin ber-Amar ma’ruf dan Nahi munkar sesuai kemampuan dan kapasitasnya.
Tentu masih banyak cara seorang hamba untuk dapat meraih cinta dari sang Pencipta yang bersifat musyarakah. Cinta Allah kepada hamba-Nya itu, adakalanya berupa turunnya rahmat, hidayah, luasnya rejeki halal, tenteramnya hati, ma’murnya hidup, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Abul Faraj Al-Hamadani berkata, “Aku memasuki masjid Jami’ Basrah. Kulihat seorang pemuda menulis sesuatu. Lalu aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang sedang engkau tulis?’ ‘Nama-nama para pecinta Allah di kota ini,’ jawabnya.
Kemudian aku berkata, ‘Demi Allah, hai pemuda, apakah engkau tulis namaku dalam golongan para pecinta Allah?’
Pemuda itu menjawab, ‘Tidak.’
Maka aku pun menangis tersedu-sedu.
Pemuda itu berkata padaku, ‘Hai orang tua, mengapa engkau menangis?’
Aku katakan kepadanya, ‘Demi Allah, aku ingin bertanya kepadamu mengapa engkau tidak menulis namaku di dalam golongan para pecinta Allah atau orang yang mencintai para pecinta Allah?’
Abul Faraj berkata, “Ketika malam telah gelap, tiba-tiba terdengar suara gaib berbisik kepadaku, ‘Hai Abal Faraj, Aku telah mengampunimu dengan perkataanmu: Tulislah namaku sebagai orang yang mencintai para pecinta Allah.’’