|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 6 users |
Total Hari Ini: 192 users |
Total Pengunjung: 6224304 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
MESTINYA HARUS ARIF MENYIKAPI PERBEDAAN FURU`IYAH |
Penulis: Pejuang Islam [ 6/9/2016 ] |
|
|
MESTINYA HARUS ARIF MENYIKAPI PERBEDAAN FURU`IYAH
Luthfi Bashori
Kaum Wahhabi memandang perbedaan mereka dengan warga Aswaja (Sunni Syafi`i) yang mengamalkan tahlilan untuk kerabatnya yang telah wafat, peringatan maulid Nabi SAW, talqin untuk mayyit, dzikir berjamaah, ziarah kubur, dan amalan-amalan sunnah lainnya, sekalipun warga Aswaja dapat memaparkan dalil-dalil berdasarkan Alquran dan Hadits, mereka tetap saja menganggapnya sebagai perbedaan aqidah yang dapat mengeluarkan warga Aswaja dari agama Islam.
Dengan asumsi ini maka kaum Wahhabi telah mengaggap warga Aswaja sebagai umat yang telah murtad dan menjadi kafir. Maka secara otomatis, seluruh umat Islam yang seirama keyakinannya dengan aqidah Aswaja dari sejak jaman para shahabat hingga kini, sekalipun keberadaannya sebagai penghuni mayoritas muslim di dunia ini, telah dianggap keluar dari agama Islam dan tidak dapat masuk sorga.
Jika benar asumsi meraka, betapa sedikitnya jumlah umat Islam di dunia saat ini. Uniknya, Nabi Muhammad SAW berdakwah mengajak kaum kafir untuk masuk Islam, maka duniapun berbondong-bondong masuk Islam. Walisongo berdakwah mengislamkan Indonesia dari kekafiran animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, maka masyarakat Indonesia menjadi muslim terbesar di dunia. Sangat berbeda dengan kaum Wahhabi yang jumlahnya minoritas itu, justru tampil di depan umat yang sudah menjadi Islam, lantas mengusir dan menvonis umat sebagai kaum musyrik, kafir dan sesat. Perkumpulan umat Islampun diupayakan untuk dibubarkan, masjid-masjid milik umat Islam dirampas, jamaah yang aktif di masjid-masjid milik umat Islampun dikeluarkan dan dihardik, karena dianggap musyrik , murtad, sesat dan calon penghuni neraka. Sehingga menurut pandangan kaum Wahhabi, umat sudah tidak pantas lagi masuk masjid.
Demikianlah asumsi mereka terhadap jutaan umat Islam. Padahal, semestinya dalam menyikapi perbedaan paham dalam masalah amaliayh furu`iyyah semacam itu, cukup saling menghormati dan tidak harus saling tarik ulur, karena memang sudah terjadi perbedaan pendapat itu sejak jaman dahulu kala. Pada jaman shahabatpun sudah pernah terjadi perbedaan pendapat dalam masalah furu`iyyah, namun tidak ada yang mengkafirkan, memusyrikkan dan menyesatkan sesama shahabat Nabi sAW.
Laa haula walaa quwwata illaa billah.
|
1. |
Pengirim: budi eko susanto - Kota: banjarmasin
Tanggal: 3/2/2010 |
|
saya kira pengakuan terhadap benar dan salah tidak bisa divonis begitu saja oleh kaum wahabi tersebut. mungkin yang menjadi problem adalah keterbatasan mereka dalam memahami islam.padahal islam adalah agama yang mudah, bahkan islam melarang keras untuk berprasangka buruk.apalagi sampai memvonis kafir terhadap umat islam yang lain |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mudah-mudahan kaum Wahhabi di mana saja berada dan siapa saja yang sempa t membaca artikel ini, bisa menyadari kesalahannya. |
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Pengirim: Abi Zaid - Kota: Bekasi
Tanggal: 11/2/2010 |
|
Assalamu'alikum
Dalam pandangan wahhabi menghukumi seorang kafir atau murtad pun tdk sembarangan ustadz bahkan setahu saya, ulama-ulama saudi sangat keras terhadap mereka yang dengan mudah melontarkan tuduhan sesat bahkan kafir. Mereka menyarankan agar berdakwah dengan lemah lembut, sama saja dengan muslim lainnya. Bagaimana mau dikatakan wahhabi sebagai kaum yang gemar takfir kalau dalam menasihati penguasa saja diharuskan sembunyi-sembunyi dan tidak menimbulkan makar. Turun ke jalan-jalan dan mengganggu lalu lintas saja dilarang. Dalam perkara furu'iyah wahhabi memahami bahwa perbedaan sudah ada sejak jaman sahabat Nabi, hanya dibatasi saja perbedan yang masih diperbolehkan atau perbedaan yang tidak diperbolehkan. Kalau masalah qunut, doa iftitah, posisi jari telunjuk saat tahiyat, turun dari ruku menuju sujud tangan dulu atau lutut dulu, hal ini semua diperbolehkan berbeda karena berangkat dari perbedaan ijtihad. Dalam muamalah dengan masyarakat, mereka terbuka dengan siapa saja bahkan sering berdialog secara ilmiah. Tidak ada yang sampai menghardik muslim lain agar keluar dari masjid. Masjid yang ada sekarang ini kan tidak ada yang memakmurkan ustaz, maka wahhabi mencoba mensyiarkannya dengan shalat berjama'ah lima waktu di masjid mana saja mereka tinggal. Karena dalam pandangan wahhabi, shalat jama'ah itu wajib hukumnya bukan lagi sunnah, mungkin sedikit berbeda dengan pengikut madzhab Syafi'i. Dan saya kira tidak masalah dan masih dalam batas wajar perbedaan ini. Jadi tidak benar kalau ada berita masjid-masjid banyak yang diambil oleh islam transnasional, saya pinjam istilah pak Muzadi. itu sama sekali tidak benar. Apalagi sampai vonis mengkafirkan dan neraka. karena yang menentukan surga dan neraka hanyalah Allah. Namun dalam pandangan mereka menyampaikan tentang adanya ancaman neraka bagi siapapun bisa, selagi mengetahui ada dalil shahih tentang suatu perkara akan tetapi tidak sampai menta'yyin kelompok atau orang tertentu dengan sebutan kafir atau ahli neraka. Karena vonis bukanlah hak umat melainkan harus melalui mekanisme penegakkan hujjah oleh ulama dan umaro atau melalui mahkamah syariat. Jangankan umat islam yang sudah dijamin seluruhnya akan masuk surga, kaum kafirpun selagi masih hidup ada kemungkinan mendapat hidayah dan berubah di akhir hidupnya. Maka kita harus berlemah lembut kepada mereka jika berdakwah. Jika mereka mengenal islam. Ada istilah "Mereka (kafirun) tidak lebih buruk dari Fir'aun (yang mengaku Tuhan), dan Aku tidaklah lebih baik dari Musa as". Dan memang slogan ini yang dipegang oleh wahhabi hanya orang luar tahunya ada pelaku dakwah keras yang menisbatkan kepada dakwah wahhabi. Jadilah rusak citra manhaj salaf. Mengenai amalan yang katanya ditolak oleh wahhabi, ada koreksi sedikit ustadz, afwan, bahwa wahhabi tidak melarang talqin terhadap orang yang dalam sakaratul maut, tidak melarang ziarah kubur bahkan disarankan untuk mengingat mati. Mereka yang keras dalam berdakwah dan mengaku bermanhaj salaf atau orang lain mengatakan wahhabi sebenarnya mereka hanya mengaku-ngaku saja bermanhaj salaf. Apakah manhaj salaf mengajarkan bom sana-bom sini? mengkafirkan penguasa yang tidak berhukum dengan hukum islam (seluruhnya)? membolehkan darah muslim lain tertumpah dengan simbol jihad? jawabnya sama sekali tidak. Demikian sedikir masukan dari al faqir ilallah. Afwan jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya. Terima kasih atas dimuatnya tulisan ini, salam ukuwah dari saya Abi Zaid |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jumhur Wahhabi mengafirkan kelompok di luar golongannya, mereka membantai dengan sadis dan amat mengerikan kaum muslimin yg mnjadi pengikut mahdzab Syafi'i, Maliki, Hanafi, & Hanbali di Najd dan Timur Tengah pada umumnya, dll (kisah pembantaian ini dapat dibaca dalam tarikh Najd karya Husain bin Ghannam Al-najdi yang juga murid Muhammad bin Abdul Wahhab Al-najdi). Bin Baaz tokohj Wahhabi kontemporer juga berfatwa bahwa "Orang yang tidak meyakini matahari yang mengelilingi bumi termasuk orang kafir sesat & menyesatkan,harus bertaubat, jika tidak bertaubat maka wajib dibunuh sebagai org kafir murtad, dan harta miliknya menjadi fa'i utk baitul mal kaum musalimin". Fatwa ini termaktub dalam buku karyanya yg berjudul Al-adillah an-naqliyah wa al-hissiyah 'ala jarayani asy-syamsi wa sukunin al-ardhi wa imkani ash-shu'ud ila al-kawakib. Buku bin Baaz tsb juga disupport oleh Abdullah Duwaisy dalam buku kecilnya Al-mawrid az-zulal fi tanbih 'ala akhtha' adz dzilal.
Kami sendiri tahun 1983-1991 hidup di Saudi Arabiyah, sudah terbiasa mendengar khothbah Jumat dari tokoh-tokoh Wahhabi yang mengatakan bahwa para penziarah kubur itu adalah kaum musyrikun. Bahkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra khalifah ke empat. dituduh pembunuh oleh panutan kaum wahhabi: Ibn Taimiyyah berfatwa bahwa "adapun peperangan jamal & shiffin maka Ali ra. telah menyebutkan bahwa tidak ada nash dari Nabi SAW tentangnya. Ia hanya sekedar pendapat. Kebanyakan sahabat tidak setuju dengannya dalam peperangan itu. Peperangan itu adalah peperanan fitnah dengan ta'wil: ia tidak wajib juga tidak mustahab. Ali membunuh banyak kaum muslimin yg menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa, dan shalat" (minhaj as-sunnah,6/356) Adapaun penisbatan kalimat Bid'ah sesat sudah menjadi stempel setiap hari bagi umat Islam yang berbeda amalan dengan mereka. Orang membaca shalawat Nabi SAW yang dilagukan saja bisa dituduh ahli neraka oleh kaum Wahhabi. Jika tidak percaya cobalah anda minta kepada tokoh-tokoh Wahhabi agar menulis buku bahwa: Membaca shalawat dengan dilagukan dalam acara maulid Nabi SAW akan mendapatkan pahala shalawat. Peringatan Maulid Nabi SAW tidak sesat bahkan membawa hikmah yang besar. Berkumpul dengan sesama muslim untuk memohonkan ampun kepada Allah bagi keluarganya yang telah meningal dunia adalah perbuatan terpuji. Bersedekah memberi makan tamu yang hadir tahlilan adalah termasuk shadaqah yang terpuji. Memperingati peristiwa Isra dan Mi'raj adalah sangat dianjurkan karena termasuk bentuk pendidikan kepada umat Islam, dan lain sebagainya yang menjadi 'lagu wajib' warga Ahlus sunnah wal Jamaah. Apa kaum wahhabi kira-kira bersedia ? Kami sendiri Alhamdulillah banyak menulis tema-tema tersebut dalam artikel di situs ini beserta dalilnya, dan beberapa amalan masyarakat yang sering dituduh sesat oleh kelompok Wahhabi. Silahkan membacanya.
|
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pengirim: wandi - Kota: semarang
Tanggal: 4/3/2010 |
|
maaf ustadz, saya belum pernah mendengar teman2 salafy (wahaby menurut ustadz) mengkafir orang. tidak sejauh itu. yang saya pahami penggunaan kata kafir dalam kamus mereka 'haram' thd sesama muslim.
apa lagi yang saya baca dari tulisan ustadz hanya berdasarkan asumsi. seharusnya ada tabayun kepeda mereka, agar tidak terjadi kesalahpahaman. wallohualam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jumhur Wahhabi mengafirkan kelompok di luar golongannya, mereka membantai dengan sadis dan amat mengerikan kaum muslimin yg mnjadi pengikut mahdzab Syafi'i, Maliki, Hanafi, & Hanbali di Najd dan Timur Tengah pada umumnya, dll (kisah pembantaian ini dapat dibaca dalam tarikh Najd karya Husain bin Ghannam Al-najdi yang juga murid Muhammad bin Abdul Wahhab Al-najdi). Bin Baaz tokohj Wahhabi kontemporer juga berfatwa bahwa "Orang yang tidak meyakini matahari yang mengelilingi bumi termasuk orang kafir sesat & menyesatkan,harus bertaubat, jika tidak bertaubat maka wajib dibunuh sebagai org kafir murtad, dan harta miliknya menjadi fa'i utk baitul mal kaum musalimin". Fatwa ini termaktub dalam buku karyanya yg berjudul Al-adillah an-naqliyah wa al-hissiyah 'ala jarayani asy-syamsi wa sukunin al-ardhi wa imkani ash-shu'ud ila al-kawakib. Buku bin Baaz tsb juga disupport oleh Abdullah Duwaisy dalam buku kecilnya Al-mawrid az-zulal fi tanbih 'ala akhtha' adz dzilal.
Kami sendiri tahun 1983-1991 hidup di Saudi Arabiyah, sudah terbiasa mendengar khothbah Jumat dari tokoh-tokoh Wahhabi yang mengatakan bahwa para penziarah kubur itu adalah kaum musyrikun. Bahkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra khalifah ke empat. dituduh pembunuh oleh panutan kaum wahhabi: Ibn Taimiyyah berfatwa bahwa "adapun peperangan jamal & shiffin maka Ali ra. telah menyebutkan bahwa tidak ada nash dari Nabi SAW tentangnya. Ia hanya sekedar pendapat. Kebanyakan sahabat tidak setuju dengannya dalam peperangan itu. Peperangan itu adalah peperanan fitnah dengan ta'wil: ia tidak wajib juga tidak mustahab. Ali membunuh banyak kaum muslimin yg menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa, dan shalat" (minhaj as-sunnah,6/356) Adapaun penisbatan kalimat Bid'ah sesat sudah menjadi stempel setiap hari bagi umat Islam yang berbeda amalan dengan mereka. Orang membaca shalawat Nabi SAW yang dilagukan saja bisa dituduh ahli neraka oleh kaum Wahhabi. Jika tidak percaya cobalah anda minta kepada tokoh-tokoh Wahhabi agar menulis buku bahwa: Membaca shalawat dengan dilagukan dalam acara maulid Nabi SAW akan mendapatkan pahala shalawat. Peringatan Maulid Nabi SAW tidak sesat bahkan membawa hikmah yang besar. Berkumpul dengan sesama muslim untuk memohonkan ampun kepada Allah bagi keluarganya yang telah meningal dunia adalah perbuatan terpuji. Bersedekah memberi makan tamu yang hadir tahlilan adalah termasuk shadaqah yang terpuji. Memperingati peristiwa Isra dan Mi'raj adalah sangat dianjurkan karena termasuk bentuk pendidikan kepada umat Islam, dan lain sebagainya yang menjadi 'lagu wajib' warga Ahlus sunnah wal Jamaah. Apa kaum wahhabi kira-kira bersedia ? Kami sendiri Alhamdulillah banyak menulis tema-tema tersebut dalam artikel di situs ini beserta dalilnya, dan beberapa amalan masyarakat yang sering dituduh sesat oleh kelompok Wahhabi. Silahkan membacanya.
|
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengirim: ahmad - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Ibnu Khuzaimah (yang digelari dengan Imâmul aimmah/imamnya para imam) mengobral fatwa genas di bawah ini:
Barang siapa yang tidak mengakui bahwa Alllah itu berada di atas Arsy-Nya; bersemayam di atas langit ketujuh maka ia adalah KAFIR, dipaksa bertaubat, jika mau tobat (maka ia dibebaskan) jika tidak maka kepalanya wajib dipenggal dan bangkainya dilempar ke sebagian tempat sampah agar kaum Muslimin dan kaum kafir dzimmi tidak terganggu dengan bau busuk bangkainya. Hartanya dibagi untuk kaum Muslimin sebagai rampasan perang, ia (harta itu) tidak boleh diwarisi keluarga/ahli warisnya dari kalangan kaum Muslimin sebab seorang Muslim tidak boleh mewarisi harta orang KAFIR, seperti disabdakan Nabi saw.
.
Fatwa ganas di atas telah diabadikan oleh gembong Mujassimah lain bermana Ibnu Qudamah al Maqdisi dalam kitab Itsbât Shifat al Uluw : 138-139 dan juga oleh adz Dzahabi seperti dalam Mukhtashar al Uluw:225.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih ya akhi Ahmad atas masukannya. Kami online untuk teman-teman Wahhabi dan umat Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Pengirim: ridwan - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Dalam akhir kitab Tauhîd-nya, Imam Besar Sekte Wahhâbiyah menegaskan bahwa Allah bersemayan di atas Arsy… arsy-Nya berada di atas laut yang berada di atas langit ke tujuh dan memiliki kedalaman seperti jarak antara satu langit dengan langit lainnya yaitu 71 atau 72 atau 73 tahun perjalanan…. Nah di atas lautan itu ada delapan ekor kambing hutan yang ukurannya sangat besar, antara kuku-kuku danlutut-lututnya seperti jarak antara satu langit dengan langit lainnya.. di atas punggung-punggung kedelapan kambing hutan itulah Arsy Allah bertempat… lalu allah bersemayam di atas Arsy-Nya yang berada di atas punggung-punggung kambing hutan. (Kitab Fathu al Majîd Syarh Kitab al Tauhîd:515-516)
Pentahqiqnya membanggakan konsep Tauhid sesat yang diusung Imam Sekte Wahhâbiyah ini. Ia mengatakan: Pengarang telah mengawali kitabnya yang agung ini dengan menerangkan tauhdi Ilahiyah, sebab kebanyakan umat yang datang belakangan jahil terhadapnya. Mereka malakukan sesuatu yang menyalahhi tauhdi berupa kemusyrikan dan menyekutukan Allah…. Kemdian beliau mengakhiri kitabnya dengan menerangkan Tauhdi Asmâ’ dan Sifat. Sebab kebanyakan kaum umum tidak perhatian terhadap ilmu ini yang digeluti oleh orang yang tidak mumpuni….. (Ibid.517)
Jadi inilah konsep Tauhid yang menjadi inti ajakan Imam Sekte Wahhâbiyah!! Kita diajak untuk mengimani konsep Tauhid yang mengatakan bahwa Allah bertengger di atas Arsy-nya yang berada di atas punggung-punggung delapan kambing hutan raksasa mengapun di atas air laut di atas laingit ke tujuh!
Saya beraharap ada seorang pelukis yang siap melukis obyek unggulan ini untuk dijadikan hiasan dinding di kantor-kantor para mufti Sekte Whhâbiyah di Arab Saudi sana dan di depan mihrab-mihrab mmasjid mereka agar shalat mereka lebih khusuk dengan memerhatikan postur Tuhan mereka yang sedang diusung di atas punggung kambing hutan raksasa!
Atau membuat miniature yang memposturisasi Tuhan mereka! Agar tidak kalah dengan para ppenyembah berhala di India atau negeri-negeri penyemba berhala lainnya!
Setuju?! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengirim: sastro - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
para pengikut Salafy (yang pada hakekatnya adalah Wahhaby) yang selama ini selalu menyebut sesat kelompok lain dengan dalih akidah mereka (non Wahaby) masih bercampur dengan keyakinan Syirik, Khurafat dan Bid’ah sehingga menyebabkan mereka merasa paling benar sendiri dan hanya sekte merekalah yang mewakili Islam sejati. Semua keyakinan dan prilaku sekte itu ternyata merupakan hasil taklid buta mereka terhadap pencetus Wahabisme, Muhammad bin Abdul Wahhab yang selama hidupnyapun telah melakukan pengkafiran semacam itu. Pada kesematan ini, kita akan sebutkan beberapa contoh dari pengkafiran yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok lain yang tidak sepaham dengan keyakinan barunya (baca: Bid’ahnya).
Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” dalam surat ke 11 halaman 75 disebutkan bahwa; “Fatwaku adalah menyatakan bahwa Syamsaan beserta anak-anak mereka dan siapapun yang menyerupai mereka. Aku menamai mereka dengan Toghut (sesembahan selain Allah, red)…”. dan yang lebih dahsyat lagi adalah apa yang dnyatakannya dalam kitab yang sama (Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab) dalam surat ke 34 halaman 232 dimana Ibn Wahhab menuliskan: “…kami telah menyatakan kafir terhadap thoghut-thoghut para penghuni al-Kharj dan selainnya”. Dan kita tahu bahwa, al-Kharj adalah nama satu daerah yang berjarak kurang lebih delapan puluh kilo meter dari kota Riyadh. Daerah al-Kharj membawahkan beberapa desa dengan banyak penduduk. Hal itu sebagaimana yang telah tercantum dalam kitab “al-Mu’jam al-Jughrafi lil Bilad al-Arabiyah as-Saudiyah” jilid 1/392 atau kitab “Mu’jam al-Yamamah” jilid 1/372. Jelas sekali bahwa betapa Muhammad bin Abdul Wahhab tanpa ragu lagi menyatakan kaum muslimin yang tidak menerima ajaran sesat sektenya dengan vonis “KAFIR”, sebagaimana yang pernah kita singgung dalam singungan surat yang ditulis Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hanbali saudara tua dan sekandung Muhammad bin Abdul Wahhab, yang selalu menegur kesesatan adiknya.
Bukan hanya pengkafiran yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab, cacian, makian dan hinaan pun terlontar dari otak dan hatinya yang kotor yang ditujukan untuk para tokoh dan pembesar Ahlusunah, yang tidak setuju dengan ajarannya. Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” surat ke 34 halaman 232 dalam mengata-ngatai seorang tokoh yang bernama Syeikh Sulaiman bin Sahim, ia mengatakan: “Akan tetapi sang hewan ternak (bahim, arab) Sulaiman bin Sahim tidak memahami makna ibadah”. Seakan hanya Muhammad bin Abdul Wahhab saja yang memahamai ajaran tauhid dengan benar dan tidak menganggap benar dan menyatakan sesat pemahaman kelompok lain diluar Wahabismenya. Dan dalam kitab “Majmu’ Mu’allafaat al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” jilid1 halaman 90-91 disebutkan bahwa ia (Muhammad bin Abdul Wahhab) mengata-ngatai Syeikh Sulaiman dan menjulukinya dengan julukan “Sapi”, dengan ungkapannya: “Orang ini seperti Sapi yang tidak dapat membedakan antara tanah dan kurma”. Padahal dosa Syeikh Sulaiman bin Sahim adalah menolak dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang dianggap sesat dari ajaran dan ijma’ ulama Islam, terkhusus Ahlusunah wal Jamaah. Hal ini yang dinyatakan sendiri oleh Bin Abdul Wahhab dalam lanjutan kitab tersebut dengan ungkapan: “Karena mereka telah berusaha…untuk mengingkari dan berlepas tangan dari agama ini” (Kitab ar-Rasa’il as-Syakhsyiah…5/167). Agama mana yang dimaksud oleh Muhamad bin Abdul Wahhab? Agama baru yang dibawanya, ataukah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah SAW yang –dalam masalah tauhid dan syirik- dipahami dan disepakati oleh semua kelompok Islam, termasuk pemahaman kakaknya yang tergolong ulama mazhab Hambali? Apakah orang seperti Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hambali (kakaknya) atau Syeikh al-Allamah Sulaiman bin Muhammad bin Ahmad bin Sahim (wafat tahun 1181 H) yang salah seorang ulama dan tokoh besar di zamannya (sebagaimana yang telah disebutkan dan diakui sendiri oleh seorang Wahhaby kontemporer Abdullah bin Abdurrahman Aali Bassam dalam kitabnya “Ulama’ an-Najd Khilala Sittata Quruun” dalam jilid ke 2 halaman 381 pada Tarjamah nomer 191, cetakan Maktabah an-Nahdhatul Haditsah di Makkah al-Mukarramah, cetakan pertama tahun 1398 H), juga tidak memahamai konsep tauhid dan syirik yang dibawa oleh Islam Muhamad bin Abdullah (Rasulullah)? Apakah layak dia mengata-ngatai seorang ulama besar semacam itu dengan ungkapan-ungkapan kotor yang tidak layak diungkapkan oleh seorang muslim awam sekalipun, apalagi ini yang mengaku sebagai mujaddid (pembaharu) agama Islam? Lantas mana akhlak Rasulullah, akhlak Islam dan akhlak mulia agama Allah? Jika pengolok-olok semacam ini disebut sebagai “Pembaharu Islam“ maka jangan salahkan jika Islam menjadi obyek olok-olokan musuh-musuhnya. Untuk lebih mengetahui kenapa Syeikh Sulaiman bin Sahim mengingkari dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab dan apa saja yang diungkapkan Muhammad bin Abdul Wahhab kepadanya dengan bahasa yang kasar dan menunjukkan kebaduian prilaku Muhammad bin Abdul Wahhab, bisa dilihat dalam buku yang dikarya oleh seorang penulis Wahhaby kontemporer Dr Abdullah al-Utsaimin dalam buku karyanya; “Mauqif Sulaiman bin Sahim min Dakwah as-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab” dari halaman 91 hingga 113 yang dicetak di Riyadh-Saudi tahun 1404 H.
Belum lagi kalau kita membaca buku “Al-Fitnatul Wahhabiyah” (Fitnah Wahabisme) karya Syeikhul Islam dan Mufti Besar Mazhab Syafi’i yang berdomisili di kota suci Makkah, Syeikh al-Allamah Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat tahun 1304 H dan dimakamkan di Madinah) dimana beliau hidup di masa-masa ekspansi pemaksaan ajaran Wahabisme ke segenap jazirah Arab. Syeikhul Islam Zaini Dahlan menjelaskan bagaimana para pengikut setia Bin Abdul Wahhab (meniru pencetusnya) dalam pengkafiran kaum muslimin yang bukan hanya sekedar melalui ungkapan dan tulisan, bahkan dengan tindakan yang sewenang-wenang, bahkan pembantaian. Dan ternyata, sayangnya, kebiasaan buruk (sunnah sayyi’ah) itu masih terus dilestarikan oleh para pengikut setia dan orang-orang yang taklid buta terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatasnamakan diri sebagai Salafy, bahkan mengaku sebagai Ahlusunah wal Jamaah. Jikalau sekte sempalan ini tidak mendapat dukungan dana, kekuatan militer dan perlindungan penuh dari negara kaya minyak seperti Saudi niscaya nasibnya akan sama dengan nasib sekte-sekte sempalan lainnya, binasa. Awalnya, sekte ini tidak jauh berbeda dengan sekte seperti al-Qiyadah al-Islamiyah yang baru-baru ini dinyatakan sesat oleh para ulama di Indonesia. Dan ternyata kaum Salafypun ikut-ikutan menyesatkan al-Qiyadah al-Islamiyah, padahal mereka mempunyai kendala yang sama, sekte sempalan yang dahulu diangap sesat. “Maling teriak maling”, itulah kata yang layak dinyatakan kepada kaum Wahaby yang mengaku Salafy dan Ahlusunah itu. Wahai kaum Wahaby, sesama sekte sesat dilarang saling mendahului dan saling menyesatkan.
Sekarang, masihkah pengikut Wahaby (yang berkedok Salafy) menanyakan bahwa Syeikh mereka tidak mengkafirkan kaum muslimin dan menampik kenyataan yang tidak bisa mereka pungkiri ini? Apa yang kita sebutkan di atas tadi adalah sedikit dari apa yang dapat disebutkan dalam blog yang sangat terbatas ini. Masih banyak hal yang dapat kita sebutkan untuk membuktikan pengkafiran Wahabisme terhadap kaum muslimin, disamping prilaku mereka yang sebagai bukti konkrit lain dari pengkafiran tersebut. Lihat bagaimana prilaku mereka pada setiap musim haji yang mengobral murah dengan membanting harga kata “Syirik” dan “Bid’ah” bahkan dibagi dengan cuma-cuma pada jamaah haji. Seakan para rohaniawan Wahhaby pada musim haji melakukan “Cuci Gudang” kata bid’ah dan syirik untuk saudara-saudara mereka sesama muslim.
Jika orang muslim telah dikafirkan dan orang besar (baca: ulama) seperti Syeikh Sulaiman bin Sahim dicaci-maki dan dihina oleh orang seperti Muhammad bin Abdul Wahhab maka jangan heran jika sekarang ini para pengikut setia dan fanatiknya (kaum Wahaby) juga turut mengikuti jejak langkah manusia tak beradab seperti Muhammad bin Abdul Wahhab itu. Ungkapan dan tuduhan jahil (bodoh), munafik, zindik bahkan sebutan anjing atau hewan-hewan lain dari kelompok Wahaby terhadap pengikut muslim lain merupakan hal biasa yang telah mereka dapati secara turun-temurun. Makanya, jangan heran jika orang seperti Sastro ini lantas dibilang bodoh, munafik, zindik bahkan dinyatakan sebagai anjing. Itulah watak preman kaum Wahaby yang jelas tidak cocok dengan budaya Timur yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang sangat menjujung tinggi etika dan adab (sopan santun), tidak seperti masyarakat Arab. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Pengirim: ridwan - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sekte Wahabi adalah sekte yang memiliki kekhususan tersendiri dari kelompok muslim lain, yaitu pengkafiran. Setelah kita mengetahui beberapa bukti pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap para ulama, kelompok dan masyarakat muslim selain pengikut sektenya, kini kita akan melihat kembali beberapa teks yang dapat menjadi bukti atas pengkafiran tersebut. Kali ini, kita akan menjadikan buku karya Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim al-Hambali an-Najdi yang berjudul “Ad-Durar as-Saniyah” sebagai rujukan kita. Dalam kitab tersebut, penulis menjelaskan beberapa redaksi langsung dari Ibnu Abdul Wahhab yang dengan jelas dan gamblang membuktikan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan banyak dari kaum muslimin, yang tidak sepaham dengan pemikirannya.
Kita akan mengambil beberapa contoh yang dinukil dari kitab di atas dan sedikit memberikan komentar sesuai dengan apa yang dinukil oleh penulis;
1- Muhamad bin Abdul Wahhab Mengaku Pemilik Ajaran Tauhid Sejati
Ternyata fenomena mengaku-ngaku sebagai satu-satunya pemilik ajaran Tauhid para pengikut sekte Wahhaby itu bermula dari pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan begitu akhirnya mereka tidak menganggap konsep Tauhid yang dipahami oleh ulama muslimin lain (Ahlusunnah), karena sikap keras kepala dan merasa paling benar sendiri.
Kali ini, kita akan lihat ungkapan Muhammad bin Abdul Wahab berkaitan dengan dakwaannya atas monopoli kebenaran konsep Tauhid versinya, dan mengaggap selain apa yang dipahami sebagai kebatilamn yang harus diperangi:
“…Dahulu, aku tidak memahami arti dari ungkapan Laailaaha Illallah. Kala itu, aku juga tidak memahami apa itu agama Islam. (Semua itu) sebelum datangnya anugerah kebaikan yang Allah berikan (kepadaku). Begitu pula para guru(ku), tidak seorangpun dari mereka yang mengetahuinya. Atasa dasar itu, setiap ulama “’al-Aridh’” yang mengaku memahami arti Laailaaha Illallah atau mengerti makna agama Islam sebelum masa ini (anugerah kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, red) atau ada yang mengaku bahwa guru-gurunya mengetahu hal tersebut maka ia telah melakukan kebohongan dan penipuan. Ia telah mengecoh masyarakat dan memuji diri sendiri yang tidak layak bagi dirinya.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 51 )
Dari ungkapan di atas telah jelas bagaimana Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan:
a- Mengaku hanya dirinya (monopoli) selama ini yang paham konsep Tauhid dari kalimat Laailaaha Illallah dan telah mengenal Islam dengan sempurna.
b- Menafikan pemahaman ulama dari golongan manapun berkaitan dengan konsep Tauhid dan pengenalan terhadap Islam, termasuk guru-gurunya sendiri dari mazhab Hambali. Apalagi dari mazhab lain.
c- Menuduh para ulama lain yang -versinya- tidak memahami konsep Tauhid dan Islam telah melakukan penyebaran ajaran batil, ajaran yang tidak berlandaskan ilmu dan kebenaran.
d- Hanya dirinya yang mendapat anugerah khusus Ilahi itu. Dan dirinya pulalah yang berhak mendapat pujian, baik di dunia maupun di akherat. Karena tentu kebatilan -versinya- mustahil akan menjanjikan keselamatan dan kebahagiaan sejati di akherat.
Dari ungkapan Syeikh Wahhabi itu maka janga heran jika para pengikutnya pun hingga saat ini terus men-talqin-kan diri mereka telah selamat dari kesesatan pemahaman ulama-ulama yang tidak memahami konsep Tauhid -sebagai landasan utama agama Islam- dan segala hal yang berhubungan dengan pemahaman agama Islam. Dari sinilah pengkafiran kelompok Wahhaby dan monopoli kebenaran muncul di benak kaum Wahaby.
Dari situ maka jangan heran jika pelecehan terhadap para ulama Islam pun mulai gencar ia lakukan. Sebagai contoh apa yang telah disebutkannya:
“Mereka (ulama Islam) tidak bisa membedakan antara agama Muhammad dan agama ‘Amr bin Lahyi yang dibuat untuk diikuti orang Arab. Bahkan menurut mereka, agama ‘Amr adalah agama yang benar.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 51)
Siapakah gerangan ‘Amr bin Lahyi itu? Dalam kitab sejarah karya Ibnu Hisyam disebutkan bahwa; “ia adalah pribadi yang pertama kali pembawa ajaran penyembah berhala ke Makkah dan sekitarnya. Dulu ia pernah bepergian ke Syam. Di sana ia melihat masyarakat Syam menyembah berhala. Melihat hal itu ia bertanya dan lantas dijawab: “berhala-berhala inilah yang kami sembah. Setiap kali kami menginginkan hujan dan pertolongan maka merekalah yang menganugerahkannya kepada kami, dan memberi kami perlindungan”. Lantas Amr bin Lahy berkata kepada mereka: “Apakah kalian tidak berkenan memberikan patung-patung itu kepada kami sehingga kami bawa ke tanah Arab untuk kami sembah?”. Kemudian ia mengambil patung terbesar yang bernama Hubal untuk dibawa ke kota Makkah yang kemudian diletakkan di atas Ka’bah. Lantas ia menyeru masyarakat sekitar untuk menyembahnya“ (Lihat: as-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam jilid 1 halaman 79)
Jadi muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan:
a- Menyamakan para ulama Islam dengan ‘Amr bin Lahy pembawa ajaran syirik.
b- Menuduh para ulama mengajarkan ajaran syirik.
c- Menuduh para pengikut ulama Islam sebagai penyembah berhala yang dibawa oleh ulama-ulama Islam itu.
Dari sini jelas sekali bahwa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap para ulama dan kaum muslimin sangatlah nampak sekali sebagaimana matahari di siang bolong. Ia telah menvonis bahwa, siapapun yang memahami ajaran Tauhid ataupun pemahaman Islam yang berbeda dengan apa yang di otaknya maka ia masih tergolong sesat karena tidak mendapat anugerah khusus Ilahi. Ajaran itu dipastikan sama dengan ajaran syirik nan sesat sebagaimana ajaran ‘Amr bin Lahy, pembawa berhala ke kota Makkah. Itu karena, para ulama Islam meyakini legalitas ajaran seperti Tabarruk, Tawassul…dsb. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Pengirim: ridwan - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Setelah secara global kita mengetahui beberapa teks ibnu Abdul Wahhab yang membuktikan pengkafirannya terhadap para ulama dan menvonisnya sebagai pelaku syirik. Di sini, pada kesempatan kali ini, kita akan melihat teks-teks lain berkaitan dengan pengkafirannya terhadap para ulama dengan tidak segan-segan lagi menggunakan kata-kata ‘KAFIR’ dalam penvonisan.
2- Muhammad bin Abdul Wahhab Mengkafirkan Beberapa Tokoh Ulama
Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya:
a- Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim yang seorang tokoh mazhab Hambali di zamannya. Ia menuliskan: “Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan!…engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini!…engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 31)
b- Dalam surat yang dilayangan kepada Ahmad bin Abdul Karim yang getol mengkritisinya, ia menuliskan: “Engkau telah menyesatkan Ibnu Ghonam dan beberapa orang lainnya. Engkau telah lepas dari millah (ajaran) Ibrahim. Mereka menjadi saksi atas dirimu bahwa engkau tergolong pengikut kaum musyrik” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 64)
c- Dalam sebuah surat yang dilayangkannya untuk Ibnu Isa yang telah melakukan argumentasi teradap pemikirannya, Muhamad bin Abdul Wahhab lantas memvonis sesat para pakar fikih (fuqoha’) secara keseluruhan. Ia menyatakan: “(Firman Allah); “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah”. Rasul dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak melihat terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini.” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 59)
d- Berkaitan dengan Fakrur Razi –pengarang kitab Tafsir al-Kabir- yang bermazhab Syafi’i Asy’ary, ia mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 355). Betapa kebodohan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap karya Fakhrur Razi. Padahal dalam karya tersebut, Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal yang menjelaskan tentang fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dengan fenomena yang berada di bumi, termasuk beraitan dengan bidang pertanian. Namun Muhamad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu dan kebodohannya terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak layak, tanpa didasari ilmu yang cukup.
Silahkan para pembaca yang budiman menilai sendiri ungkapan-ungkapan pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab di atas. Lantas apakah layak ia disebut ulama pewaris akhlak dan ilmu Nabi, apalagi pembaharu (mujaddid) sebagaimana yang diakui oleh kaum Wahhaby? Dari berbagai pernyataan di atas maka jangan kita heran jika lantas Muhammad bin Abdul Wahhab pun mengkafirkan –yang lantas diikuti oleh para pengikutnya (Wahhaby)- para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah secara keseluruhan (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 53), bahkan ia mengaku-ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan konsensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi. Padahal jika seseorang meneliti apa yang ditulis oleh seorang seperti adz-Dzahabi –yang konon kata Ibnu Abdul Wahhab juga mengkafirkan para teolog- dalam kitab “Siar A’lam an-Nubala’” dimana beliau banyak menjelaskan dan memperkenalkan beberapa tokoh teolog, tanpa terdapat ungkapan pengkafiran dan penyesatan. Walaupun kalaulah terdapat beberapa teolog yang menyimpang namun tentu bukan hal yang bijak jika hal itu digeneralisir. Dan yang perlu digarisbawahi adalah, jelas sekali, jika kita teliti dari konteks yang terdapat dalam ungkapan Muhammad bin Abdul Wahhab, yang ia maksud bukanlah para teolog non musim atau yang menyimpang saja, tetapi semua para teolog muslim seperti Abul Hasan al-Asy’ari –pendiri mazhab ‘Asy’ariyah- dan selainnya sekalipun.
Jangankan terhadap orang yang berlainan mazhab –konon Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengaku sebagai penghidup ajaran dan metode (manhaj) Imam Ahmad bin Hambal sesuai dengan pemahaman Ibnu Taimiyah- dengan sesama mazhabpun turut disesatkan. Kita akan melihat contoh dari penyesatan pribadi-pribadi tersebut:
“Adapun Ibnu Abdul Lathif, Ibnu ‘Afaliq dan Ibnu Mutlaq adalah orang-orang yang pencela ajaran Tauhid…namun Ibnu Fairuz dari semuanya lebih dekat dengan Islam” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 78). Apa makna lebih dekat? Berarti mereka bukan Islam (baca: kafir) dan di luar Islam namun mendekati ajaran Islam. Padahal Muhammad bin Abdul Wahhab juga mengakui bahwa Ibnu Fairuz adalah pengikut dari mazhab Hambali, penjunjung ajaran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim al-Jauziyah. Bahkan di tempat lain, Muhammad Abul Wahhab berkaitan dengan Ibnu Fairuz mengatakan: “Dia telah kafir dengan kekafiran yang besar dan telah keluar dari millah (agama Islam)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 63)
Bagaimana ia tega mengkafirkan orang yang se-manhaj dengannya? Jika rasa persaudaraan terhadap orang yang se-manhaj saja telah sirna, lantas bagaimana mungkin ia memiliki jiwa persaudaraan dengan pengikut manhaj lain yang di luar manhajnya? Niscaya pengkafirannya akan menjadi-jadi dan lebih menggila.
Kita akan kembali melihat apa yang diungkapkannya kepada pengikut ajaran lain. Jika para ulama pakar fikih (faqoha’) dan ahli teologi (mutakklim) telah disesatkan atas dasar kebodohannya dan kebohongannya dengan mencatut tanpa bukti nama para ulama lainnya –seperti pada kasus di atas- maka jangan heran pula jika pakar ilmu mistik modern (baca: tasawwuf falsafi) seperti Ibnu Arabi pun dikafirkan sekafir-kafirnya. Bahkan dinyatakan bahwa kekafiran Ibnu Arabi yang bermazhab Maliki itu dinyatakan lebih kafir dari Fir’aun. Bahkan bukan hanya sebatas pengkafiran dirinya terhadap pribadi Ibnu Arabi saja, tetapi Ibnu Abdul Wahhab telah memerintahkan (baca: mewajibkan) orang lain untuk mengkafirkannya juga. Dia menyatakan: “Barangsiapa yang tidak mengkafirkannya (Ibnu Arabi) maka iapun tergolong orang yang kafir pula”. Dan bukan hanya orang yang tidak mau mengkafirkan yang divonis Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai orang kafir, bahkan yang ragu dalam kekafiran Ibnu Arabi pun divonisnya sebagai orang kafir. Ia mengatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafirannya (Ibnu Arabi) maka ia tergolong kafir juga”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 25)
Kini, kita akan melihat satu contoh saja, berkaitan dengan pengkafiran Syiah, mazhab Islam di luar Ahlusunnah. Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi pernah menyatakan: “Barangsiapa yang meragukan kekafiran mereka maka iapun tergolong orang kafir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 369). Muhammad bin Abdul Wahhab ‘mengaku’ bahwa ungkapan ini berasal dari al-Muqoddasi yang diterima oleh pemikirannya. Padahal Ibnu Taimiyah yang juga tidak suka terhadap Syiah –dilihat dari berbegai buku karyanya- tidak pernah sampai mengeluarkan Syiah dari Islam (pengkafiran), paling maksimal ia telah menvonis Syiah sebagai ahli Bid’ah saja. Atas dasar pengkafiran itulah maka jangan heran jika para pengikut Wahhaby hingga hari ini sangat menentang segala usaha untuk persatuan antara mazhab-mazhab Islam, terkhusus persatuan Sunni-Syiah. Bahkan mencela ulama-ulama Ahlusunnah –apalagi ulama Syiah- yang melakukan usaha tersebut.
Jadi jelaslah dari sini, jangankan Syiah –yang di luar Ahlusunnah- ataupun Tasawwuf, para ulama pakar teologi dan fikih dari Ahlusunnah pun ia kafirkan. Dan jangankan para ulama Ahlusunnah dari empat mazhab –Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali- yang ada, terhadap sesama penghidup ajaran Ibnu Taimiyah pun divonisnya sebagai kafir. Lantas, para pembaca yang budiman, silahkan anda nilai, mungkinkan ajaran sekte pengkafiran semacam ini akan bisa tersebar dengan ‘baik’ sehingga dapat menelorkan ketentraman, apalagi di bumi Indonesia yang menjunjung tinggi tenggang rasa dan jiwa gotong royong? Hanya di tanah Arab badui saja, ajaran ini bisa hidup, karena kekakuan ajaranya. Mungkinkan sekte pengkafiran ini mampu mewakili sebagai ajaran suci Rasul yang dinyatakan sebagai “Rahmatan lil Alaminin”? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Pengirim: ridwan - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Setelah kita mengetahui bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah berani menvonis sesat bahkan mengkafirkan beberapa tokoh ulama Ahlusunah, maka jangan heran jika masyarakat awam (baca: umum) pun juga menjadi sasaran pengkafirannya. Pada kesempatan kali ini kita akan memberikan contoh dari pengkafiran terhadap kaum muslimin yang tidak mengikuti ajaran sekte Syeikh yang berasal dari Najd itu:
1- Pengkafiran Penduduk Makkah
Dalam hal ini Muhamad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya agama yang dianut penduduk Makkah (di zamannya .red) sebagaimana halnya agama yang karenanya Rasulullah diutus untuk memberi peringatan” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 86, dan atau pada jilid 9 halaman 291)
2- Pengkafiran Penduduk Ihsa’
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya penduduk Ihsa’ di zaman (nya) adalah para penyembah berhala (baca: Musyrik)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)
3- Pengkafiran Penduduk ‘Anzah.
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Mereka telah tidak meyakini hari akhir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)
4- Pengkafiran Penduduk Dhufair.
Penduduk Dhufair merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh penduduk wilayah ‘Anzah, dituduh sebagai “pengingkar hari akhir (kiamat)”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)
5- Pengkafiran Penduduk Uyainah dan Dar’iyah.
Hal ini sebagaimana yang pernah kita singung pada kajian-kajian terdahulu bahwa, para ulama wilayah tersebut terkhusus Ibnu Sahim al-Hambali beserta para pengikutnya telah dicela, dicaci dan dikafirkan. Dikarenakan penduduk dua wilayah itu (Uyainah dan Dar’iyah) bukan hanya tidak mau menerima doktrin ajaran sekte Muhammad bin Abdul Wahhab, bahkan ada usaha mengkritisinya dengan keras. Atasa dasar ini maka Muhammad bin Abdul Wahhab tidak segan-segan mengkafirkan semua pensusuknya, baik ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 8 halaman 57)
6- Pengkafiran Penduduk Wasym.
Berkaitan dengan ini, Muhamad bin Abdul Wahhab telah menvonis kafir terhadap semua penduduk Wasym, baik kalangan ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)
7- Pengkafiran Penduduk Sudair.
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan hal yang sama sebagaimana yang dialami oleh penduduk wilayah Wasym. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)
Dari contoh-contoh di atas telah jelas dan tidak mungkin dapat dipungkiri oleh siapapun (baik yang pro maupun yang kontra terhadapa sekte Wahabisme) bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sepaham dengan keyakinan-keyakinanya yang merupakan hasil inovasi (baca: Bid’ah) otaknya. Baik bid’ah tadi berkaitan dengan konsep tauhid sehingga muncul vonis pensyirikan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kaum muslimin yang tidak sejalan, maupun keyakinan lain (seperti masalah tentang pengutusan Nabi, hari akhir / kiamat dsb) yang menyebabkan munculnya vonis kafir. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 43).
Sebagai penutup kajian kita kali ini, marilah kita perhatikan ungkapan Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri sekte Wahabisme berkaitan dengan kaum muslimin di zamannya secara umum. Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Banyak dari penghuni zaman sekarang ini yang tidak mengenal Tuhan Yang seharusnya disembah melainkan Hubal, Yaghus, Ya’uq, Nasr, al-Laata, al-Uzza dan Manaat. Jika mereka memiliki pemahaman yang benar niscaya akan mengetahui bahwa kedudukan benda-benda yang mereka sembah sekarang ini seperti manusia, pohon, batu dan sebagainya seperti matahari, rembulan, Idris, Abu Hadidah ibarat menyembah berhala ” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 117). Pada kesempatan lain ia mengatakan: “Derajat kesyirikan kaum kafir Quraisy tidak jauh berbeda dengan mayoritas masyarakat sekarang ini” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 120). Dan pada kesempatan lain dia juga mengatakan: “Sewaktu masalah ini (tauhid dan syrik .red) telah engkau ketahui niscaya engkau akan mengetahui bahwa mayoritas masyarakat lebih dahsyat kekafiran dan kesyirikannya dari kaum musyrik yang telah diperangi oleh Nabi” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 160).
Namun, setelah kita menelaah dengan teliti konsep tauhid versi pendiri sekte tersebut (Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid-nya) ternyata banyak sekali kerancuan dan ketidakjelasan dalam pendefinisan dan pembagian, apalagi dalam penjabarannya. Bagaimana mungkin konsep tauhid rancu semacam itu akan dapat menjadi tolok ukur keislaman bahkan keimanan seseorang, bahkan dijadikan tolok ukur pengkafiran?
Ya, konsep tauhid rancu tersebut ternyata dijadikan tolok ukur oleh Muhammad bin Abdul Wahhab -yang mengaku paling paham konsep tauhid pasca Nabi- sebagai neraca kebenaran, keislaman dan keimanan seseorang sehingga dapat menvonis kafir bahkan musyrik setiap ulama (apalagi orang awam) yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Sebagai dalil dari ungkapan tadi, Muhammad bin Abdul Wahhab pernah menyatakan: “Kami tidak mengkafirkan seorangpun melainkan dakwah kebenaran yang sudah kami lakukan telah sampai kepadanya. Dan ia telah menangkap dalil kami sehingga argumen telah sampai kepadanya. Namun jika ia tetap sombong dan menentangnya dan bersikeras tetap meyakini akidahnya sebagaimana sekarang ini kebanyakan dari mereka telah kita perangi, dimana mereka telah bersikeras dalam kesyirikan dan mencegah dari perbuatan wajib, menampakkan (mendemonstrasikan) perbuatan dosa besar dan hal-hal haram…” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 234) Di sini jelas sekali bahwa, Muhammad bin Abdul Wahhab telah menjatuhkan vonis kafir dan syirik di atas kepala kaum muslimin dengan neraca kerancuan konsep Tauhid-Syirik versinya maka ia telah ‘memerangi’ mereka. Bid’ah dan kebiasaan buruk Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi semacam ini yang hingga saat ini ditaklidi dan dilestarikan oleh pengikut Wahabisme, tidak terkecuali di Tanah Air.
Lantas apakah kekafiran dan kesyirikan yang dimaksud oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam ungkapan tersebut? Dengan singkat kita nyatakan bahwa yang ia maksud dari kwesyirikan dan kekafiran tadi adalah; “pengingkaran terhadap dakwah Wahabisme”. Dan dengan kata yang lebih terperinci; “Meyakini terhadap hal-hal yang dinyatakan syirik dan kafir oleh Wahabisme seperti Tabarruk, Tawassul, Ziarah Kubur…dsb”. Padahal, hingga sekarang ini, para pemuka Wahaby –baik di Indonesia maupun di negara asalnya sendiri- masih belum mampu menjawab banyak kritikan terhadap ajaran Wahabisme berkaitan dengan hal-hal tadi. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
10. |
Pengirim: ahmad - Kota: probolinggo
Tanggal: 8/3/2010 |
|
Dalam kitab at Tauhid-nya yang merupakan doktrin kaku Sekte Wahhabiyah, Ibnu Abdil Wahhab mengawalinya dengan menyebut beberapa ayat yang memerintah agar mengesakan Allah dalam penyembahan, ibadah!
Prinisp ini tentunya tidak diperselisihkan oleh seluruh kaum Muslim. Andai kitab tersebut ia tulis untuk kaum kafir, maka akan terasa tepat mencecer ayat-ayat tersebut di awal kitab itu! Namun sangat disayangkan, kitab at Tauhid, dikarang untuk ditujukan kepada lawan-lawan da’wah Wahhabiyah dari kalangan kaum Muslim selain pengikut sekte Wahhabiyah! yang dalam pandangan mereka, kaum Muslimin selain Wahhabiyah itu telah melakukan praktik-praktik penyembahan selain Allah SWT seperti bertawassul, bertabarruk, beristighatsah, dll. Akan tetapi terlepas dari itu semua, ada satu masalah yang ingin saya soroti dari sikap dan keyakinan Ibnu Abdi Wahhab dalam akhir bab pertama tersebut.
Sebelum menutup pembahasan bab pertama, Ibnu Abdi Wahhab menyebutkan sebuah hadis riwayat Imam Bukhari&Imam Muslim dari sahabat Mu’âdz ibn Jabal ra., ia berkata, “Aku mengendarai keledai bersama Nabi saw., lalu beliau bersabda kepadaku, ‘Hai Mu’âdz, tahukan engkau apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya? Dan apa hak hamba atas Allah? Aku berkata, ‘Allah dan rasul-Nya yang tahu.’
Beliau bersabda:
حقُّ اللهِ على العباد أنْ يعبدوه ولا يشركوا به شيئًا. و حقُّ العباد على الله أنْ لا يُعَذِّبَ مَن لا يُشْرِكَ بِهِ شيئا.
“Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan hak hamba atas Allah ialah Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah saw., bolehkan aku berita gembirakan hal ini kepada orang-orang?
Beliau menjawab, “Jangan engkau lakukan, agar mereka tidak berpasrah diri (tidak berbuat)”.(Baca Kitab al Tauhid dengan syarah Tafhu al Majîd oleh Syeikh Abdurrahman Âlu Syeikh:26-28.)
Setelahnya, Ibnu Abdil Wahhab menyebutkan 24 kesimpulan dari ayat-auyat dan dua hadis dalam pembahasan itu. Pada kesimpulaan ke 15 ia mengatakan:
الخامسة عشرة: أنَّ هذه الْمسألة لا يعرفُها أكثَرُ الصحابةِ.
Kelima belas: Sesungguhnya masalah ini tidak diketahui kebanyakan sahabat. (Fath al Majîd:30)
Mengapa demikian? Siapa yang harus dipersalahkan atas kebutaan mayoritas sahabat atas hakikat Tauhid fil Ibadah, tauhid dalam penghambaan?
Syeikh Abdurrahmab –pensyarah Kitab at Tauhid- mempersalahkan sahabat Mu’âdz ra. yang pada gilirannya juga mempersalahkan Nabi saw. karena beliau saw. yang memerintahnya untuk merahasiakan msalah terpenting dalam hirarki ajaran Islam!! Ia berkata, “Masalah itu tidak diketahui kebanyakan sahabat” dikarenakan Nabi saw. memerintah Mu’âdz untuk merahasiakannya dari orang-orang karena takut mereka berpanggku tangan mengandalkan keluasan rahmat Allah dan tidak beramal. Kemudian Mu’adz tidak menyampaikan pesan ini kecuali menjelang kematiannya karena takut dosa merasiakan ilmu. Kerena itu kebanyakan sahabat tidak mengetahuinya di masa hidup Mu’adz. (Fath al Majîd:30)
Terlepas dari siapa yang harus dipersalahkan di sini! Yang pasti dalam pandangan Imam Besar Sekte Wahhabiyah, kebanyakan sahabat Nabi saw. tidak mengetahui hakikat Tauhid ini!! Sebuah masalah yang sungguh teramat penting untuk mereka ketahui, sebab seperti ditegaskan dalam kesimpulan ke 24 oleh Ibnu Abdil Wahhab bahwa masalah ini sangat agung!!
Ia berkata:
الرابعة و العشرون: عِظَمُ شَأْنِ هذه الْمَسْألة.
“Betapa agungnya masalah ini.” (Fath al Majîd:31)
koment:
Apabila bebanyakan sahabat Nabi saw. tidak mengetahui hakikat penghambaan yang sebenarnya yang tidak tercampur dengan unsur-unsur kemusyrikan dan kekufuran –tentunya seperti yang telah diketahui dan difahami dengan baik moleh kaum Wahhabiyah-, maka apakah mungkin mereka itu mampu menyembah Allah SWT dengan tanpa menodainya dengan kemusyrikan?!
Lalu, apabila mereka tidak mengetahui hakikat ibadah yang murni yang harus ditegakkan di atas pondasi pengingkaran kepaada Thâghût (yitu segala apapun yang disembah selain Allah, seperti yang ditegaskan Ibnu Abdil Wahhab dalam kesimpulan ke 7 dan 8), maka mungkinkah para sahaabaat mulia itu mengenal hakikat Tauhid?
Sebab seperti kata Syeikh Ibnu Abdil Wahhab:
الثانية: إنَ العبادةَ هِيَ التوحيد، لأّنَّ الخصومة فيه.
“Kedua: Sesungguhnya ibadah itu hanya tauhid dan padanya terletak persengketaan.” (Fath al Majîd:29)
Maka, karena mayoritas sahabat Nabi saw. tidak mengetahui hakikat ibadah yang murni, maka ibadah, penghambaan yang dikerjakan orang yang tidak mengenal hakikat ibadah itu sama artinya dengan tidak menyembah Allah SWT… Tanpa disadari mereka telah menyembah Thâghût; sesembahan selain Allah!!
Adakah pelecehan terhadap para sahabat Nabi kita Muhammad saw. lebih dari tuduhan keji yang dilontarkan Imam Besar Wahhabiyah; Syeikh Abnu Abdil Wahhhab ini?!
Abu Salafy berkataa:
Selain itu, dalam pernyataan kesimpulan ke 15 di atas Ibnu Abdil Wahhab menegaskan bahwa Sesungguhnya masalah ini tidak diketahui kebanyakan sahabat, maka bagaimana sekarang Ibnu Abdil Wahhab memaksa seluruh kaum Muslim (yang kebanyakan adalah kaum awam untuk mengetahuinya?! Dan jika mereka tidak mengetahuinya, mereka ia vonis sebagai Musyrikun!!
Jika masalah seurgen itu para sahabat tidak mengetahuinya, lalu apa mungkin kita, yang kata kaum Wahhabiyah-tidak lebih pandai dari para sahabat Nabi saw. itu bias memahaminya?!
Jika kebanyakan sahabat mulia Nabi saw. tidak mengetahuinya, lalu bagaimana penduduk desa Dir’iyyah (lokasi bercokolnya Sekte wahhabiyah) bisa mampu memahaminya? Apakah ia hendak mengatakan bahwa para sahabat dan pengikuitnya lebih cerdas dan peduli terhadap ajaran agama lebih dari sahabat mulia Nabi saw.?!
Satu Lagi Kenaifah Imam Besar wahhabiyah!
Ada lagi yang lebih aneh dari segala yang aneh! Ibnu Abdil Wahhab menyebutkan pada kesimpulan ke 16 bahwa merahasiakan ilmu itu boleh demi maslahat!
Ia berkata:
السادسة عشرة: جواز كِتمانِ العلم لِلْمصلحة.
“Dibolehkannya merahasiakan ilmu demi maslahat.”
Tentu yang ia maksud adalah perintah Nabi saw. kepada Mu’adz agar merahasiakan sabda yang beliau sampaikan kepadanya! Nah, sekarang pertanyaannya adalah: Bagaimana Ibnu Abdil Wahhab menjadikan sesuatun yang diperintahkan Nabi saw. kepada Mu’adz agar merahasiakannya, sebagai pembukaan misi Dakwahnya? Apa ini bukan sikap yang aneh?!
Bukankan Sayyidina Mu’adz baru menyampaikan pesan rahasia itu di detik-detik akhir hidupnya, ta’atstsuman, karena takut dosa sebab merahasiakan ilmu! (seperti yang dikatakan Syeikh Abdurramhan).
Imam Besar Wahhabiyah Menentang Nabi Muhammad saw.!
Satu lagi kenaifan dan kerancuan berfikir Imam besar Wahhabiyah yang dapat kita saksikan dengan jelas ialah bahwa ia menyimpulkan dari hadis Mu’âdz di atas dengan kesimpulan sebagai berikut:
السابعة عشرة: إسْتِحبابُ بشارةِ الْمسلمِ بما يَسُرُّهُ.عة عشرة: إسْتِحبابُ بشارةِ الْمسلمِ بما يَسُرُّهُ.
“Ketujuh belas: Disunnahkan/diistihbâbkan/dianjurkannya memberi kabar gembira kepada seorang Muslim dengan berita yang menngembirakan.”
Abu Salafy berkata:
Coba Anda baca, renungkan dan perhatikan kembali lengkap riwayat Mu’adz di atas… Bukankah ketika Mu’âdz meminta izin dan restu kepada Nabi saw. untuk mengabar-gembirakan sabda tersebut, beliau saw. melarangnya?! Lalu mengapakah sesuatun yag dilarang Nabi saw. Muhammad saw. justru ditetapkan Ibnu Abdil Wahhab sebagai yang mustahabb?! Apa dia ingin mensejajarkan dirinya dengan Nabi Muhammad saw.? Merasa punya hak menentukan hokum, ini halal! Ini haram! Ini makruh! Ini Mustahabb!
Atau apa maunya?!
Al hasil, makin banyak kitab Imam Besar Wahhabi kit abaca, makin ketahuan penyimpangan dan kekeliruannya!
Karenanya, saran saya untuk para perawis ajaran Sekte wahhabiyah lebih afdhal, kalian merahasiakan kitab-kitab ulama dan panutan kalian dan tidak membiarkannya menyebar dan keluar dari lingkungan kaum awam yang mengikuti ajakan kalian, sebab jika menyebar akan semakin membuat ketahuan belang ajaran kalian! Itu sekedar nasihat tulus saya, semoga kalian tidak tersinggung! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran, kami online untuk pengunjung. |
|
|
|
|
|
|
|
11. |
Pengirim: ikbal - Kota: bekasi
Tanggal: 22/1/2012 |
|
saya pikir memang kaum wahabi susah untuk menerima kebenaran dari paham lain, bukti nyata banyak yang menyatakan bahwa org wahabi mudah sekali mengatakan bidah sesat terhadap muslim lain nya,itu terjadi di sekelilng saya.
alhamdullah saya masih tetap istiqomah dengan apa yang di ajaran kan org tua saya. bahkan kalau saya pikir wahabi itu israel nya kaum muslim. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Boleh juga berasumsi demikian, atau memang benar seperti itu. |
|
|
|
|
|
|
|
12. |
Pengirim: bejo - Kota: ska
Tanggal: 24/1/2012 |
|
Subhanallah....
Kalau sesama muslim sudah saling merendahkan satu dengan yang lain seperti ini. Muslim yang mana yaaa yang masuk surga nanti???
Jangan-jangan neraka semua....
Ah, udahlah yang penting kupelajari dulu ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw, kemudian semaksimalnya kuamalkan. Aku takut termasuk golongan yang dijelaskan dalam (QS, Ar Ruum : 30-32) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ah mas Bejo ini cuma pandai melempar tuduhan saja, tanpa dapat memecahkan masalah apalagi memberi solusi. Tahu nggak sampean, kalau ayat 30 - 32 surat Arruum itu turunnya untuk kaum kafir, atau jangan-jangan Mas Bejo sudah berani menvonis kaum Wahhabi juga termasuk kaum kafir atau lebih vulgar Mas Bejo berani menuduh mereka sebagai penganut Agama Wahhabi gitu ? Sebagaimana yang Mas Bejo serupakan secara halus seperti dalam ayat kullu hizbin bimaa ladaihin farihuun (setiap pengikut dari agama-agama non muslim itu, bangga dengan ajaran agamanya masing-masing)
|
|
|
|
|
|
|
|
13. |
Pengirim: Ahmad alQuthfby, S.Pd, MH - Kota: Probolinggo
Tanggal: 27/1/2012 |
|
Mas bejo yg saya hormati..
Siapa yang merendahkan?
Ini memang arena dialog mas. Jika ada ulama wahhabi yang memang jantan dan berani dialog secara terbuka, terhormat, dan bermartabat maka saya sangat senang sekali. Seperti dialog2 kiai2 kami yang telah digelar sebelumnya. Bahkan muta’akhir, di kota balik papan ketika dialog malah ulama wahhabinya kabur terbirit2. ayat yg anda nukil itu adalah diperuntukkan bagi org2 kafir/non muslim. Anda ne faham apa tdk dalam masalah dien?. Kita wajib bangga dengan para ulama yang mewariskan ilmu sehingga kami bisa mengcounter kaum wahhabi.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sudah menjadi qadratnya jika terjadi : waqul jaa-al haqqu wa zahaqal baathilu, innal baathila kaana zahuuqa (katakan, telah datang kebenaran dan tumbanglah kebathilan, dan sungguh yang bathil itu akan tumbang.) |
|
|
|
|
|
|
|
14. |
Pengirim: nurul aisyah - Kota: tasikmalaya
Tanggal: 14/1/2013 |
|
assalamualaikum
perbedaan bukanlah suatu masalah, itu adalah suatu hal yang lumrah, karena setiap kepala yang beda pasti mempunyai pemikiran yang berbeda
hanya saja bila perbedaan itu menyimpang pada hukum syara maka itu adalah suatu penistaan yang harus di luruskan, karena tidak sesuai dengan koridor hukum syara.,.
wallohua'lam bissawab |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, amalan warga Aswaja yang telah disepakati kebolehannya oleh para ulama, seperti tahlilan, talqin mayyit, maulid Nabi SAW, istighatsah dan yg semisalnya tidak ada satupun yang bertentangan dengan syariat, kecuali dalam pandangan kelompok minoritas yg hakikatnya belum mendalam ajaran Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
15. |
Pengirim: erby - Kota: banda aceh
Tanggal: 26/7/2013 |
|
Assalamu'alaikum.. izin buat dishare ya pak Ustadz..?! ^_^ |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami persilahkan. |
|
|
|
|
|
|
|
16. |
Pengirim: irman suryana - Kota: kendari (sulawesi tenggara)
Tanggal: 17/8/2013 |
|
asalam mualaikum,
saya yang bodoh ini, hanya bisa terdiam ketika seorang pintar mengatain KAFIR!!! dengan lantangnya kepada saya. saking bodohnya saya cari kamus bahasa arab untuk cari tau arti dari kata "kafir" ,, saya bahagia sekali ketika tau artinya, suatu kalimat yg sangat halus dan terhormat bagiNya kalam suci ilahi.. Dialah yang maha halus" ., wahai orang-orang kafir". ketika terdengar suara lantang KAFIR...!!! KAFIR..!!!,,.Saya tersenyum karena ternyata ada yang lebih bodoh dari saya.
terimakasih pak ustadz... atas wejangan ilmu nya mudah2an menjadi rahmat dari alloh swt.
wassalam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|