UMAT BINASA SAAT ILMU AGAMA DICABUT
(Bedah Pemikiran Mbah Hasyim Asy’ari)
Luthfi Bashori
Dalam kitab Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah, KH. Asy’ari menukil cuplikan dari Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam kitab Fathul Bari yang mencantumkan sebuah hadits: “Allah akan mewafatkan para ulama dan mengangkat ilmu bersama mereka. Kemudian muncullah generasi muda yang sebagian dari mereka melompati sebagian yang lain sebagaimana keledai liar melompati keledai lainnya, dan orang tua di antara mereka tidak berdaya.”
Hadits ini menerangkan, bahwa akan datang suatu masa, ajaran dan nasihat para ulama akan dikalahkan oleh perilaku anak-anak muda yang lebih mengedepankan argumentasi pribadinya daripada merujuk kepada pendapat generasi ulama Salaf terdahulu, hingga urusan agama pun akan lebih diselaraskan dengan kepentingan kalangan awam daripada harus menyesuaikan hukum agama yang disampaikan oleh para ulama sesuai dengan aturan syariat.
Padahal Rasulullah SAW juga menerangkan tentang sebaik-baik generasi dalam dunia keislaman itu adalah umat Islam yang hidup pada generasi pertama, yaitu para shahabat Nabi, kemudian barulah di susul oleh generasi ke dua, yaitu para tabi’in anak murid para shahabat, setelah itu predikat terbaik berikutnya adalah generasi ke tiga, yaitu tabi’ut tabi’in anak murid para tabi’in.
Tentunya dengan memahami keterangan Rasulullah SAW ini, dapat disimpulkan bahwa segala prestasi yang diraih oleh generasi berikutnya dan berikutnya, tidak akan mampu menandingi kebaikan generasi salaf sebelum mereka. Sebagaimana dikatakan Assyaruf lil mutaqaddimin (keutamaan/kemulyaan itu ada pada orang-orang yang terdahulu).
Untuk itulah KH. Hasyim Asy’ari menukil riwayat Sy. Abu Umamah RA yang menceritakan, bahwa pada waktu haji wada’ Rasulullah SAW berdiri di atas onta putih lantas bersabda: “Wahai manusia, ambillah ilmu sebelum dicabut (oleh Allah SWT) dan sebelum diangkat dari muka bumi. Ingatlah, sesungguhnya hilangnya ilmu itu (bersamaan dengan) matinya para pengembannya.” Seorang badui bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu diangkat dari kami, sedangkan di tengah-tengah kami ada banyak mushaf, dan kami telah mempelajari apa yang ada di dalamnya dan mengajarkannya kepada anak-anak, istri-istri, dan pembantu-pembantu kami?” Rasulullah SAW langsung mengangkat kepala ke arahnya sambil marah. Lalu beliau SAW bersabda: “(Perhatikan) ini orang-orang Yahudi dan Nasrani, di tengah-tengah mereka ada banyak mushaf, tetapi mereka tidak mau berpegang pada satu hurufpun dari apa yang telah diajarkan oleh nabi-nabi mereka.”
Kekhawatiran Rasulullah SAW ini ternyata sekarang benar-benar terbukti dan telah terjadi, betapa banyak orang-orang yang hidup di jaman sekarang lebih mengedepankan pendapat pribadinya sendiri daripada harus merujuk pendapat para ulama Salaf.
Bahkan sekarang ini, telah terjadi pula di kalangan orang-orang yang mengklaim diri sebagai para penerus dakwah KH. Hasyim Asy’ari, mereka lebih senang menjalankan pikirannya pribadi daripada mengamalkan ajaran KH. Hasyim Asy’ari. Entah itu dalam tata cara berpendapat dalam keagamaan, atau tata cara bermasyarakat, maupun tata cara berorganisasi, banyak di antara mereka yang lebih kental mengedepankan keinginan-keinginan pribadi atau kelompoknya daripada harus merujuk kepada aturan main dalam Qanun Asasi (AD/ART) jam’iyyah/organisasi.
Untuk memperkuat argumentasi ini, KH. Hasyim Asy’ari menukil riwayat Sy. Ibnu Mas’ud RA yang mengatakan: “Manusia akan senantiasa bersatu dalam kebaikan sepanjang mereka mendapatkan ilmu dari sahabat-sahabat Nabi SAW yang senior. Apabila mereka mendapatkan ilmu dari sahabat-sahabat Nabi SAW yang junior dan kepentingan mereka terpecah-belah, mereka pasti binasa.”