Abu Sufyan Menyaksikan
Selaksa Malaikat Di Perang Badar
Sigit.
Abu Sufyan dikenal sebagai seorang penyair ulung, maka dia menggubah syair-syair untuk menjelekkan dan menjatuhkan Rasulullah. Abu Sufyan juga selalu maju ke medan pertempuran untuk melawan Rasullulah dan kaum muslimin.
Dikisahkan bahwa Abu Sufyan memiliki tiga orang bersaudara. Mereka adalah Naufal, Rabi’ah, dan Abdullah. Semua saudaranya telah lebih dahulu memeluk ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Secara kekeluargaan Abu Sufyan sebenarnya adalah saudara sepupu Rasulullah. Karena Abu Sufyan adalah anak dari paman Rasulullah, yaitu Harits bin Abdul Muthalib. Di samping masih sanak saudara, Abu Sufyan juga saudara sesusuan Rasulullah. Karena ketika masih bayi, selama beberapa hari disusui oleh ibu susuan Rasulullah Halimah as-Sa’diyah.
Saat perang Badar berkecamuk, sebenarnya Abu Sufyan telah hampir masuk Islam. Ya, Abu Sufyan telah menyaksikan kejadian luar biasa dalam peperangan yang tak berimbang itu. Peperangan yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin.
Di tengah gelegar perang Badar, Abu Lahab tidak ikut perang. Dia mengirimkan ‘Ash bin Hisyam sebagai gantinya. Dengan harap-harap cemas, Abu Lahab, dedengkot kaum kuffar Quraisy itu menunggu-nunggu berita hasil pertempuran.
Pada suatu hari, ketika Abu Lahab sedang duduk di dekat sumur Zamzam bersama beberapa orang Quraisy, sekonyong-konyong muncul seorang penunggag kuda. Orang tersebut menghampiri perkumpulan orang Quraisy. Lelaki itu adalah Abu Sufyan bin Harits.
“Abu Sufyan. Kemarilah! Engkau pasti akan membawa berita bahagia. Ceritakanlah kepada kami bagaimana kabar peristiwa peperangan Badar?” Abu Lahab sudah tak sabar ingin mendengar jawaban Abu Sufyan.
“Demi Latta dan Uzza. Tak ada berita yang menggembirakan. Kami telah menjumpai suatu kelompok yang kepada mereka kami serahkan leher-leher kami untuk mereka sembelih sesuka hati mereka. Mereka tawan kami dengan mudah. Demi Latta dan Uzza. Kami sungguh berhadapan dengan orang-orang yang berpakaian serba putih. Yang mengendarai kuda hitam dengan belang putih. Mereka datang dari langit. Menyerbu kami. Seakan tak terhalang oleh apa pun”. Cerita Ucap Abu Sufyan di hadapan Abu Lahab.
Pada suatu hari Abu Sufyan mengajak Ja’far putranya. Dia bilang kepada kelurganya bahwa mereka akan bepergian.
“Kemanakah Ja’far akan diajak bepergian, wahai Abu Sufyan”? Tanya salah seorang keluarganya.
“Kami akan pergi menemui Muhammad SAW untuk menyerahkan diri kepada dia dan kepada Allah penguasa alam”. Jawab Abu Sufyan tegas.
Demikianlah, Abu Sufyan kemudian melakukan perjalanan bersama putranya Ja’far. Mereka menunggang kuda membawa hati yang telah insyaf dan sadar akan kebenaran ajaran Rasulullah SAW.
Setibanya di kampong Abwa, dilihatnya barisan pasukan Islam berjalan beriring-iringan dengan gagahnya menuju kota Makkah. Abu Sufyan adalah kelompok yang memusuhi dakwah Rasulullah. Sudah sekian lama Abu Sufyan menyingsingkan lengan baju dan menghunuskan pedang untuk memusuhi Islam. Bahkan menggunakan kepiawaian bersyair untuk menjatuhkan Islam dan Rasulullah.
“Mungkin Muhammad telah menghalalkan darahku bila aku tertangkap oleh salah seorang dari pasukan Muslimin. Muhammad akan segera memancungku,” gelitik Abu Sufyan dalam hati.
Kini dia merasa ketakutan. Di hadapannya telah berderet iring-iringan pasukan kaum muslimin. Mereka berbaris dalam selimut debu padang pasir untuk menyerbu kota Makkah.
Abu Sufyan adalah orang yang cerdik lagi pintar. Seketika dia mencari-ceri cara bagaimana supaya terlebih dahulu bisa menemui Rasulullah, sebelum dia jatuh tertangkap ke tangan pasukan Muslimin. Abu Sufyan lalu menyamar, menutup mukanya dan menyembunyikan jati dirinya dengan menggandeng tangan Ja’far putranya. Mereka berjalan kaki mencari dimana gerangan Rasulullah.
Ketika Rasulullah tampak bersama rombongan sahabat, buru-buru Abu Sufyan menyingkir sampai akhirnya rombongan itu berhenti. Sembari membuka tutup wajahnya, tiba-tiba Abu Sufyan menjatuhkan diri di hadapan Rasulullah.
Tatkala Rasulullah mengetahui siapa ada di hadapannya, beliau kemudian menghindar. Rasulullah tahu bahwa Abu Sufyan adalah salah seorang dedengkot musuh yang senantiasa menentang seruan dakwah Rasulullah. Abu Sufyan menghampiri Baginda Rasulullah dari arah lain, tetapi beliau tetap mencoba menghindar dari.
Tiba-tiba Abu Sufyan berteriak keras. Dia menatap wajah Rasulullah yang mulia sambil mengucapkan dua kalimat syahadat, “Wahai Muhammad, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa engkau Muhammad adalah utusan Allah”.
Ucapan itu diikuti oleh Ja’far bin Abu Sufyan putranya. Mereka berdua kini bersimpuh di hadapan Rasulullah. Lalu apa yang terjadi? Rasulullah tersenyum menyaksikan kejadian ini. Abu Sufyan pun memulai berkata-kata dengan nada lembut.
“Wahai Rasulullah. Kini tidak ada dendam dan tidak ada penyesalan“. Ungkap Abu Sufyan sembari memegangi tangan Rasulullah.
“Wahai Abu Sufyan. Kini tidak ada dendam dan tidak ada penyesalan”. Ucap Rasulullah sambil memegang erat tangan Abu Sufyan dan Ja’far.
Rasulullah kemudian menyerahkan Abu Sufyan dan Ja’far kepada Ali bin Abi Thalib seraya bersabda,” Ajarkan kepada saudara sepupumu ini cara berwudlu’ dan sunnah-sunnahku. Kemudian ajaklah ke sini!”
Ali bin Abi Thalib pun mengajak pergi Abu Sufyan dan putranya. Tidak lama kemudian mereka kembali menemui Baginda Rasulullah.
“Wahai Ali. Umumkan kepada semua orang, bahwa aku Muhammad telah memaafkan Abu Sufyan,” ungkap Rasulullah dengan tegas.
Demikianlah. Maka sejak saat itulah, Abu Sufyan bin Harits telah memeluk Islam. Kini sirnalah sudah masa-masa yang penuh kesesatan dan dendam. Pintu rahmat dan hidayah terbuka. Terbentang luas di hadapan Abu Sufyan. Tokoh Quraisy yang sangat menentang Rasulullah. Namun kini menjadi pembela Rasulullah.
“Abu Sufyan. Hendaknya engkau menggunakan masa yang penuh dengan keberkahan ini,” tutur Rasulullah. Abu Sufyan mengangguk pasti.
Lalu mengapa Abu Sufyan tidak beriman ketika Perang Badar? Padahal dia telah menyaksikan apa yang sulit dipercaya, tetapi benar-benar terjadi dalam perang Badar?
“Keraguan. Aku ragu ketika itu. Apakah benar mereka para malaikat yang ikut berperang membantu pasukan kaum muslimin?” Demikian ungkap Abu Sufyan.
Kini, setelah Abu Sufyan memeluk Islam, dia yakin bahwa para pasukan yang menggunakan pakaian serba putih yang datang dari langit dan ikut membantu kaum Muslimin dalam perang Badar itu adalah benar-benar malaikat yang didatangkan Allahl. Sehingga dalam perang yang tak seimbang tersebut, dimana jumlah kaum muslimin saat itu sangat sedikit, ternyata mampu meraih kemenangan atas kaum kufar yang jumlahnya jauh lebih banyak. Subhanallah.
Dalam beberapa perilaku keagamaan banyak sekali hal terjadi luar kemampuan penalaran pikiran manusia biasa. Jika seseorang tidak didasari oleh keimanan, tampaknya sulit menerima hal-hal yang irasional.
Pengalaman keagamaan yang dialami oleh Abu Sufyan di mana dia menyaksikan secara kasat mata, selaksa malaikat, dengan pakaian serba putih, turun dari langit, menghujani bumi, turut berperang membela kaum Muslimin. Ini adalah pengalamaan keagamaan yang benar-benar terjadi. Walaupun bertentangan dengan kebiasaan.
Dengan melihat sendiri apa yang telah terjadi dan didasari oleh pertimbangan nilai-nilai kebenaran, Abu Sufyan yang sebelumnya menjadi penentang utama ajaran Rasulullah akhirnya menyatakan diri masuk Islam. Dia telah memperoleh hidayah dari Allah melalui kesaksiannya sendiri, melihat para malaikat turun dari langit. Ikut berperang membela Rasulullah dan kaum Muslimin ketika perang Badar.
.