PERUMPAMAAN PEMILIK ILMU AGAMA.
Luthfi Bashori
Orang yang mendalami ilmu agama Islam, sejatinya mempunyai keistimewaan yang luar biasa. Namun ada pula yang ilmu agamanya justru akan menbinasakan dirinya kelak di akherat.
Adapun Perumpamaan yang paling tepat bagi pemilik ilmu, adalah ibarat air hujan yang jatuh ke bumi.
Adakalanya air hujan, turun mengguyur tanah yang subur, lantas tanah itu menumbuhkan pepohonan, tanaman dan rerumputan yang hijau lebat sehingga sangat bermanfaat bagi manusia, khususnya bagi para petani dan perhutani.
Adakalanya air hujan tersebut turun ke tanah yang liat dan padas, lantas tanah itu menampung guyuran hujan sehingga membentuk sebuah bendungan yang sangat bermanfaat bagi manusia. Mereka dapat minum, beririgasi, dan mempergunakan untuk mencari nafkah dan kepentingan lainnya.
Tetapi adakalanya air hujan itu turun ke tanah yang tidak subur dan tidak dapat menyimpan air, sehingga air hujan itu sama sekali tidak memberi bekas dan manfaat apapun, baik itu dari hasil tanamannya maupun kemanfaatan air simpanannya.
Bahkan terkadang hujan pun dapat membahayakan banyak orang karena luapan airnya.
Demikian juga dengan ilmu agama Islam, adakalanya seseorang itu mempelajari dan mendalaminya, lantas dapat mengamalkan serta mengajarkanya kepada umat, sehingga ilmu yang dimiikinya dapat memberi manfaat kepada masyarakat banyak.
Tetapi adakalanya seseorang itu sengaja mempelajari ilmu agama Islam, namun karena hakikat dirinya tidak baik dan termasuk orang yang tidak mendapat hidayah dari Allah, maka ilmu agama yang dimilikinya sama sekali tidak bermanfaat bagi orang lain. Bahkan terkadang yang ilmu agamanya justru dapat menyesatkan umat, karena dengan mengatasnamakan sebagai tokoh agama, malahan mengajak umat untuk menjauhi syariat Allah dan Rasulullah SAW.
Seperti misalnya jika ada seorang tokoh agama yang secara terang-terangan menentang pemberlakuan syariat pidana yang telah ditentukan oleh Allah dalam Alquran, maupun ketentuan Rasulullah SAW dalam hadits-hadits nabawi.
Apa yang tertera di atas ini adalah maknawiyah dari sebuah hadits yang dibawakan oleh Sayyidina Abu Musa Al-asy`ari dalam riwayat Imam Bukhari, bab Keutamaan Ilmu.