MENGENAL SUNAN GIRI - 1
Luthfi Bashori
(dinukil dari buku Kisah Walisongo, karangan Baidlowi Syamsuri)
JAKA SAMUDRA
Sore hari ketika matahari hendak tenggelam nampak bersinar kuning keemasan menambah indahnya pemandangan alam. Sementara di laut Selat Bali sibuk dengan gelombangnya membawa apa saja yang terapung di permukaannya ke arah yang tidak menentu.
Demikian juga halnya peti yang berisi bayi anak Dewi Sekar Dadu nampak timbul tenggelam dipermainkan gelombang laut. Bagi siapa saja yang melihat dan tahu peti itu berisi bayi, pasti merasa sedih dan takut, karena menurut perhitungan manusia, tentulah peti itu akan tenggelam dan matilah bayi yang didalamnya itu.
Tetapi perhitungan manusia tidak selamanya akan menjadi kenyataan. Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana, sekalipun rencana Patih Bajul Sengara itu dilakukan dengan seksama, namun rencana Allahlah yang lebih baik dari semua itu.
Maka dengan kehendak Allah jua, ketika hari telah malam ada sebuah kapal dagang dari Gresik melintas di Selat Bali dan menubruk peti itu. Sungguh aneh sekali, tiba-tiba kapal itu macet, tidak dapat bergerak untuk maju atau mundur.
Nahkoda memerintahkan anak buahnya untuk memeriksa apa yang telah terjadi. Dua orang turun ke laut untuk menelitinya, ternyata kapal itu tidak menubruk, kecuali hanya peti kecil yang berukir indah. Nahkoda pun memerintahkan untuk membawa peti itu ke atas kapal.
Mereka kagum melihat peti dengan ukiran melambangkan milik kaum bangsawan tempat penyimpanan barang-barang berharga. Maka mereka ingin segera tahu barang berharga apa saja yang ada di dalamnya. Dengan hati berdebar-debar dibukanya peti itu, tiba-tiba mereka menjadi terkejut keheranan setelah ternyata isi peti itu adalah seorang bayi lelaki yang tampan.
``Benar-benar terkutuk orang yang membuang bayi ini`` Ujar nahkoda. Di samping itu juga mmerasa gembira karena dapat menyelamatkan jiwa seorang bayi dari ancaman keganasan gelombang laut.
Kemudian mereka meneruskan pelayarannya menuju ke Pulau Bali. Tetapi terjadi keanehan lagi, ketika kapal digerakkan maju, kapal itu tetap tidak bergerak, seolah-olah kapal itu tidak mau diajak meneruskan perjalanannya ke Bali.
Setelah berulang-ulang dicobanya tetap tidak dapat maju, tetapi ketika diputar membalik ke arah Gresik, kapal itu pun melaju dengan kecepatannya. ``Aneh sekali...`` Pikir nahkoda kapal itu.
Maka nahkoda itu berkata kepada anak buahnya: Biar saja kita kembali pulang dan melaporkan apa adanya kepada nahkoda kita. Tanpa halangan suatu apa pun, dengan lebih cepat dari biasanya kapal itu melaju, sehingga mereka cepat pula tiba di Pelabuhan Gresik.
Nahkoda kapal yang bernama Abu Hurairah bergegas menemui majikannya yang bernama Nyai Ageng Pinatih seorang janda kaya raya di Gresik. Mula-mula Nyai Ageng Pinatih marah sekali, setelah melihat Abu Hurairah tidak jadi berdagang ke Bali lagi.
Abu Hurairah hanya membisu saja seraya menyerahkan sebuah peti kepada Nyai Ageng Pinatih. ``Peti apa yang kau berikan padaku ini?`` tanya Nyai Ageng Pinatih. ``Persilahkan Nyai membuka sendiri`` sahut Abu Hurairah.
Hai..., bayi siapa yang kau bawa ini...? Tanya Nyai Ageng Pinatih setelah membuka peti itu. Kemudian Abu Hurairah menceritakan semua kejadian yang tak pernah dialami sebelumnya.
Ketika mengangkat bayi itu, tiba-tiba Nyai Ageng Pinatih tertarik dan sangat menyukainya. Lagi pula karena Nyai Ageng Pinatih yang tidak mempunyai seorang anak pun, telah lama merindukan seorang anak tempat bergantung masa tuanya.
``Kemudian apa maksudmu`` tanya Nyai Ageng Pinatih lagi kepada Abu Hurairah. Maka Abu Hurairah menjawab: Sebenarnya banyak diantara kami yang ingin mengambil bayi ini sebagai anak. Tetapi setelah kami ingat bahwa Nyai tidak mempunyai anak seorang pun, maka lebih baik lagi kalau Nyai berkenan memelihara dan mendidik bayi ini.
Mendengar ucapan Abu Hurairah itu, bukan main girangngnya Nyai Ageng Pinatih. Ia berkata di dalam hati: Kini aku telah mendapat seorang putra yang tampan lagi beribawa kiranya. Seketika itu Nyai Ageng Pinatih memberi hadiah kepada Abu Hurairah beserta anak buahnya.
Karena bayi itu ditemukan di tengah Samudra, maka oleh Nyai Ageng Pinatih diberi nama ``Jaka Samudra``. Demikian Jaka Samudra yang kemudian dipelihara dan dibesarkan Nyai Ageng Pinatih dengan penuh kasih sayang, sebagaimana kasih sayang seorang ibu kandung.