PERINTAH AJARKAN KEBAIKAN AGAMA KEPADA ANAK
Luthfi Bashori
Sy. Abu Hurairah RA mengutarakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak seorang anak pun yang lahir melainkan dalam keadaan suci bersih. Kedua orangtuanyalah yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, Sy. Abu Hurairah RA juga menyampaikan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak seorang pun bayi yang baru lahir melainkan dalam keadaan suci. Kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, dan Musyrik.”
Bertanyalah seorang laki-laki, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau anak itu sebelumnya (maksudnya, mati sebelum disesatkan oleh orangtuanya) ?”
“Allahlah yang Maha Mengetahui apa yang telah mereka lakukan.” (HR. Muslim).
Dari dua riwayat hadits di atas menerangkan bahwa pengaruh dari kedua orang tua itu sangat berpotensi menjadikan setiap dari generasi muda untuk menemunkan jati dirinya. Jika ke dua orang tuanya mengajarkan dan mencontohkan kebaikan kepada anak-anaknya, maka mereka akan tumbuh dewasa menjadi generasi yang baik dan mulia.
Namun jika sebaliknya, para orang tua tidak peduli terhadap perkembangan anak-anaknya, maka bermunculannya anak-anak jalanan yang tidak memiliki masa depan dengan baik secara jelas, termasuk akibat dari kelalaian para orang tua yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap kebaikan anak-anaknya.
Karena itu Nabi Muhammad SAW berpesan, “Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang mulia.” (HR. Ibnu Majah).
Sy. Abu Hafs Umar bin Abu Salamah RA mengungkapkan, “Ketika masih kecil, saya berada dalam asuhan Rasulullah SAW. Saya sering berganti-ganti tangan untuk mengambil makanan di piring. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada saya, “Wahai Nak, sebutlah nama Allah Ta’ala. Makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang terdekat. Seperti itulah cara makan saya setelah itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Riwayat di atas ini, menunjukkan betapa Rasululah SAW sangat peduli terhadap pendidikan generasi penerus umat Islam, hingga sekecil apapun jika untuk kebaikan, maka beliau SAW pun sangat memperhatikan hingga tidak luput dari pengawasannya. Baik terhadap urusan tata cara kebiasaan pribadi, atau norma kemasyarakatan, terlebih urusan ibadah.
Sy. Amir bin Syu’aib mendengar dari ayahnya, yang mana ia mendapat cerita dari kakeknya, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perintahlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang mendidik) karena meninggalkan shalat apabila berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah tempat tidur mereka (yang lelaki dan yang perempuan).” (HR. Abu Dawud).
Kepedulian Rasulullah SAW terhadap kebaikan anak-anak juga ditampakkan dalam doa-doanya, sebagaimana Sy. Usamah bin Zaid RA menceritakan, suatu saat Nabi Muhammad SAW berdo’a ketika memangku Sy. Hasan dan Sy. Husein: “Kedua anak ini adalah anakku dan cucu dari anak perempuanku. Oleh karena itu, Wahai Allah, sungguh aku sangat mencintai keduannya. Maka, cintailah mereka dan cintailah pula orang-orang yang mencintainya.” (HR. At-Tirmidzi. Ia nyatakan hadits ini hadits gharib),