KELUARGA BERENCANA DALAM CATATAN
Luthfi Bashori
Menurut wikipedia, Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.
Dalam ber-Keluarga Berencana (KB), secara garis besar ada dua macam cara orang melakukan KB. Yang pertama adalah Qath’un Nasli (memutus kelahiran) atau KB Permanen, yaitu sterilisasi yang dapat mencegah kehamilan untuk selamanya, adakalanya dengan cara Tubektomi yang dilakukan pada pihak istri, yaitu operasi memotong/memutus saluran telur wanita, atau Vasektomi yang dilakukan pada pihak suami, yaitu memotong/memutus saluran bibit pria. Menurut hukum Islam, KB Permanen ini hukumnya haram.
Yang kedua adalah Tandzimun Nasli (mengatur jarak kehamilan) atau KB Nonpermanen, yaitu upaya mengatur jarak kehamilan baik secara alami, semisal memperpanjang masa menyusui, tidak berhubungan intim di masa subur, dan Azl yaitu mengeluarkan sperma di luar vagina istri. Atau menggunakan alat bantu, seperti mengkonsumsi Pil KB, Suntik KB, Susuk (Impalan), Kondom dan lain sebagainya. Hukum KB Nonpermanen selagi dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja atau mubah.
KB Nonpermanen pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW sebagaimana Sy. Abu Sa’id Al-Khudri RA mengatakan, masalah ‘Azl pernah dibicarakan orang di dekat Nabi Muhammad SAW. Lantas beliau SAW bertanya, “Apa itu ‘Azl ?”
Seorang shahabat menjawab, “Seorang pria yang menyetubuhi istrinya yang sedang menyusui anaknya, tetapi ia tidak ingin istrinya itu hamil. Atau, seorang pria menyetubuhi hamba sahayanya, namun ia tidak ingin sahaya itu hamil karenanya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada gunanya kalian berbuat seperti itu karena kehamilan itu termasuk qadar (takdir) Allah.”
Kata Sy. Ibnu ‘Aum, setelah kejadian itu, ia mengabarkan kepada Sy. Hasan bin Ali, lantas Sy. Hasan mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya yang demikian itu adalah teguran dari Allah SWT.” (HR. Muslim).
Dalam hadits di atas, tidak ada pelarangan dari Rasulullah SAW, namun beliau SAW hanya memberitahukan, bahwa upaya KB Nonpemanen itu belum tentu berhasil seperti keinginannya, karena adakalanya seseorang telah melakukan KB, tapi tetap saja Allah menentukan yang lain, yaitu sang istri bisa saja tetap hamil karena faktor taqdir dari Allah.
Kegagalan ber-KB Nonpermanen ini pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Ada seorang laki-laki yang memberikan pengakuan kepada Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang budak wanita dan aku selalu ber-‘Azl dengannya.”
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hal itu tidak akan dapat mencegah sesuatu yang dikehendaki oleh Allah SWT.”
Beberapa waktu kemudian lelaki itu menghadap Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya budak wanitaku telah hamil.”
Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah hamba utusan Allah.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Sedangkan untuk penentuan hukum bolehnya ber-KB Nonpermanen, para ulama mengambil dasar dari pernyataan Sy. Jabir RA, “Kami telah melakukan ‘Azl pada masa Rasulullah SAW, dan berita perbuatan kami itu sampai pula kepada beliau SAW, tetapi beliau SAW tidak melarang kami melakukannya.” (HR. Muslim).