Etika Berdoa
Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani
Setelah pembahasan tentang hakikat doa, kini tibalah saatnya pada pembahasan mengenai etika berdoa. Adapun etika-etika berdoa itu ada sepuluh, yaitu:
Pertama, hendaknya tatkala berdoa menitikberatkan doanya pada waktu-waktu yang mulia, seperti hari ‘Arafah dimana pada saat itu setiap doa pasti mustajabah (terkabul); pada bulan Ramadhan yang terjadi sekali dalam satu tahun; hari Jum’at yang ada dalam sepekan; dan waktu sahur dari sepertiga malam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,yang artinya:
“Dan mereka selalu memohon ampunan di waktu sahur (sepertiga malam sebelum Subuh),” (Qs. Ad-Dzariyat: 18).
Kedua, hendaknya orang yang berdoa itu mengambil kesempatan pada momen-monen yang istimewa. Seperti saat bersiapnya shaf (barisan) pasukan yang berjihad di jalan Allah; ketika turun hujan (lebih mustajab tatkala turunnya hujan yang pertama.); waktu iqamah shalat wajib; setelah shalat 5 waktu; waktu di antara azan dan iqamah; serta dalam keadaan sujud, sebagaimana diterangkan dalam akhbar.
Sesungguhnya kemuliaan waktu itu tergantung juga pada kemuliaan keadaan. Jika waktu sahur, maka waktu itu mulia karena jernihnya hati, ikhlas beribadah kepada Allah, kosongnya hati dari kesibukan dunia, yang ada hanya untuk ibadah. Sedangkan hari Arafah dan hari Jum’at, waktu itu mulia karena perkumpulan penting dan tolong menolong dalam rangka menggapai rahmat Allah Azza wa Jalla.
Ketiga, supaya berdoa dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putihnya ketiak. Kemudian disunahkan untuk mengusap dengan kedua telapak tangan ke wajahnya di akhir doa.
Telah berkata Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu, konon Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat menadahkan tangannya ketika berdoa, beliau tidak menurunkkan kedua tangannya kembali seperti semula terkecuali mengusap dengan kedua tangan itu wajahnya terlebih dahulu.
Berkata pula Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, konon Rasulullah shallahu ’alaihi wa sallam tatkala berdoa, maka kedua telapak tangannya dikumpulkan dan diusapkan bagian perut telapak tangannya ke wajah. Inilah gerakan tangan ketika berdoa. Janganlah mengangkat pandangannya ke langit.
Keempat, orang yang berdoa harus menyeimbangkan suara di antara rendah dan keras. Telah berkata A’isyah radhiallhu’anha di dalam memaknai firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya,” (QS. Al-Israa’: 110). Maksud dari pesan ayat di atas adalah, “dalam doamu”.
Sungguh Allah Azza wa Jalla telah memuji nabi-Nya Zakariya ‘alaihissalam dalam firman-Nya yang artinya:
“Yaitu tatkala dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut,” (QS. Maryam:3).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah berfirman, yang artinya:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut,” (QS. Al-A’raaf: 55).
Kelima, janganlah memaksakan dengan bahasa yang puitis (bersajak) di dalam berdoa.
Keenam, dalam berdoa harus rendah diri dan khusyuk, penuh pengharapan, dan rasa takut terhadap azab Allah. Dalam al-Qur’an disebutkan, yang artinya:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut,” (QS. Al-A’raaf: 55).
Keenam, hendaknya bersungguh-sungguh di dalam doanya dan meyakini keterkabulan doa itu serta meyakinkan pengharapannya waktu berdo’a. Telah bersabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa salam yang artinya:
“Janganlah diantara kalian berdoa dengan kalimat, ‘Wahai Allah, ampunilah aku jika Engkau berkehendak, rahmatilah aku jika engkau berkehendak.” Untuk mencapai solusi suatu masalah, sesungguhnya tidak ada keterpaksaan bagi Allah.”
Rasulullah juga bersabda yang artinya:
“Jika diantara kalian berdoa maka agungkanlah Allah dengan penuh pengharapan. Maka sesungguhnya sesuatupun yang dapat diagungkan selain Allah.”
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Berdoalah kepada Allah dengan meyakini akan dikabulkannya doa itu. Dan ketahuilah bahwasannya Allah azza wa jalla tidak mengabulkan doa dari hati-hati yang lalai.”
Kedelapan, hendaknya orang yang berdoa itu menjabarkan keinginannya di dalam bait-bait doanya, seraya mengulanginya tiga kali. Dan janganlah dalam doanya itu dia meminta lambatnya keterkabulan.
Kesembilan, hendakanya memulai doa dengan kalimat dzikir kepada Allah sembari memuji-Nya. Jangan langsung memulai doa dengan permintaan. Kemudian bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan diakhiri dengan dzikir dan shalawat.
Kesepuluh, adalah etika batin. Hal ini merupakan landasan pokok dari terkabulnya sebuah doa. Etika batin ini meliputi taubat dan mengembalikan segala kedhaliman yang pernah kita lakukan. Misalnya, dengan cara meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, atau memenuhi tanggungan kepada orang lain yang menyangkut hak-hak adami (urusan dengan sesama manusia). Iringi dengan keyakinan terkabulnya doa oleh Allah Azza wa Jalla dengan sepenuh rasa dan asa. Maka, itulah yang menyebabkan dekatnya sebuah doa pada keterkabulan.
Ilustrasi :
- Orang sedang khusyuk berdoa, menengadahkan tangan
- Orang yang sedang beramal baik, memberi uang pada pengemis, saling bersalaman
-