Narkoba Mengancam Keluarga Kita
Sigit
Bahaya narkoba di depan mata. Ia mengancam siapa saja. Mulai lingkungan keluarga, hingga mengancam moralitas generasi bangsa. Ini adalah problem serius yang harus ditangani bersama. Keterlibatan dan kepedualian semua pihak adalah modal utama untuk menyelamatkan generasi bangsa dari keganasan narkoba.
“Mulailah dari keluarga.” Mungkin komitmen ini sangat tepat untuk kita terapkan demi menyelamatkan generasi kita dari keganasan narkoba. Sebagaimana dimaklumi bersama, penggunaan dan pengedaran narkoba kian merajalela. Modus pemakaian dan pengedarannya beragam. Ada yang diminum, disuntik, dihisap, dan sebagainya. Penyebarannya pun beragam. Mulai dari kelas besar, hingga amatiran yang bebas berkeliaran.
Akibat dari maraknya obat haram ini, banyak korban berjatuhan, utamanya dari kalangan remaja. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran besar bagi para orang tua. Pasalnya, yang menjadi pelaku utama adalah para remaja, generasi bangsa. Tak hanya itu, belakangan santer diberitakan bahwa anak yang masih dibangku SD-pun tak luput dari sasaran konsumsi setan tersebut. Ironisnya, ada beberapa pesantren yang disinyalir telah ‘kecolongan’ dan kemasukan narkoba.
Sekarang, siapa yang harus bertanggung jawab? Problem narkoba adalah tanggungjawab bersama. Keluarga, orang tua, aparat penguasa, kepolisian, para guru, lembaga pendidikan, pesantren, dan semua elemen masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa.
Sebagai perangkat hukum, sementara ini polisi menjadi tumpuan utama masyarakat dalam menanggulangi masalah narkoba. Kendati demikian, segenap lapisan masyarakat juga mempunyai kewajiban bersama untuk menangani hal ini. Apalagi orang tua, yang merupakan komponen terdekat dalam keluarga, tentu mempunyai peranan penting untuk mengarahkan anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam lembah hitam bernama narkoba.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu para remaja terjerembab dalam lingkaran setan bernama narkoba.
Faktor keluarga. Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk dan mengarahkan perkembangan anak. Hal ini dapat dilakukan semenjak anak usia dini. Kedekatan emosional antara anak dan anggota keluarga, akan mampu meminimalisir kecenderungan anak untuk melakukan hal-hal negatif, seperti mengkonsumsi obat terlarang. Sebab anak akan merasa senantiasa dikontrol oleh keluarga.
Faktor teman. Teman merupakan bagian terdekat dalam kehidupan remaja. Teman juga memegang peranan penting dalam pola prilaku seorang remaja. Kebiasaan mengkonsumsi narkoba berawal dari coba-coba, karena diajak teman, atau karena sungkan. Namun lama kelamaan, segala yang berawal dari coba-coba akan menjadi kebiasaan, dan ketagihan. Sekali lagi, semua itu karena pengaruh teman. Oleh karena itu, waspadalah dengan teman. Bila teman itu akan mempengaruhi kita untuk hal-hal negatif, maka sebaiknya tinggalkan saja.
Faktor lingkungan. Seorang remaja yang baik akan mudah menjadi bringas apabila dia hidup di lingkungan yang bringas pula. Sebab lingkungan telah menyediakan sarana dan fasilitas bagi si remaja untuk berbuat tidak baik. Begitu halnya dengan narkoba. Lingkungan yang sudah tercemari narkoba, akan sangat mudah mempengaruhi kaum remaja yang ada di lingkungan tersebut. Sebab jika dia tidak mengikuti kebiasaan lingkungannya, maka konsekwensinya, dia akan terkucilkan dari lingkungannya. Ini juga merupakan problem serius bagi kaum remaja.
Faktor-faktor ini hendaknya harus dibentuk sejak dini. Sehingga moralitas dan mentalitas anak akan tumbuh sehat serta tidak terpengaruh dengan pola prilaku negatif yang akan menjerumuskannya pada lembah kenistaan. Semisal narkoba, yang justru akan mengakibatkan hancurnya masa depan si anak. Dengan terselamatkannya anak dari faktor-faktor yang menistakannya, maka dia dapat diharapkan menjadi generasi penerus yang potensial.
Dewasa ini, terdapat beberapa masalah krusial yang kerapkali menjadi pemicu para remaja memilih hidup berkawan narkoba.
Kerenggangan hubungan antara orang tua dan anak. Kerenggangan ini terjadi dari segi fisik maupun psikis. Ada jarak antara orang tua dan anak. Mungkin hal ini karena orang tua sibuk dengan urusannya masing-masing, begitupula si anak. Sehingga antara mereka tak ubahnya orang lain. Tak lagi ada kehangatan dalam keluarga. Kondisi ini sangat mudah memantik konflik. Akibatnya, ketika anak sudah merasa ‘tak memiliki orang tua’, pada saat itupula, keluarga sudah tidak mampu menghadirkan ketenangan baginya. Maka dengan mudah ia mencari jalan lain sebagai pelampiasannya. Dan narkoba, dianggap sebagai jalan pintas untuk mencapai ketenangan itu.
Konflik keluarga. Perselisihan dalam keluarga yang terjadi antara ayah dan ibu, sangat potensial untuk menciptakan anak yang putus harapan (broken home), jenuh di rumah. Konflik tersebut yang seringkali berujung petengkaran, perceraian, dan ketidakharmonisan. Kondisi semacam ini sangat berpeluang bagi anak atau remaja untuk tergantung pada orang lain. Sebab lingkungan keluarganya sudah tak sanggup memberikan ketenangan batin. Apabila hal ini terjadi, maka teman akan menjadi tumpuan emosinya. Pada saat itulah, ancaman prilaku negatif menunggu di hadapan si anak. Narkoba, kriminalitas, dan prilaku menyimpang lainnya akan sangat mudah dilakukannya. Karena sudah tidak ada kontrol emosional dari keluarga yang memantaunya. Sementara teman, kerapkali mengajak pada hal-hal yang negatif.
Pergaulan remaja. Pola perkumpulan remaja (geng) kini semakin diminati anak muda. Trend geng-geng-an menjadi gejala baru bagi kehidupan seseorang yang menginjak remaja. Umumnya, geng-geng ini cenderung pada budaya meniru barat yang dianggap modern. Mabuk, tawuran, balapan, dan narkoba dianggapnya sebagai trend baru. Apabila belum menjamahnya, dianggap ketinggalan jaman. Dengan demikian, remaja yang tergabung dalam pola perkumpulan semacam ini akan sangat potensial untuk menjadi konsumen narkoba dan pelaku kriminalitas serta kejahatan remaja.
Lemahnya kontrol kultural. Telah terjadi pergeseran budaya di mana budaya luhur bangsa yang bernorma, mulai digantikan dengan budaya barat. Hal ini tak dapat dielakkan mengingat percepatan informasi telah menjadi bagian dari kehidupan. Akibat dari terjadinya pergeseran nilai budaya, berpengaruh terhadap pola prilaku kaum remaja. Mereka merasa risih dengan budaya negeri sendiri. Dan lebih bangga dengan budaya baru yang datang dari barat. Padahal budaya barat yang mereka pilih adalah budaya hedonis, konsumtif, yang pada dasarnya bertentangan dengan nilai dan norma ketimuran. Ini juga menjadi pemicu mengapa kaum remaja bangga ketika mengkonsumsi narkoba?
Di samping beberapa poin di atas, ada faktor lain yang juga sangat mempengaruhi terhadap pola prilaku dan perkembangan anak dan remaja. Yaitu faktor genetik. Meskipun lingkungan memegang peranan penting dalam penyalahgunaan narkoba, namun peran genetik juga merupkan komponen yang paling berpengaruh bagi individu.
Dalam penelitian medis, ditemukan bahwa ada pengaruh destruktif pada anak yang dilahirkan dari ibu yang menggunakan obat-obatan. Ibu hamil yang meminum sedikitnya 6 gelas perhari pada saat kehamilannya dapat menyebabkan anak beresiko mengembangkan sindrom fetal alkohol (FAS). Gejala ini menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, mild retardation, ketidaktrampilan motorik, lambatnya pertumbuhan. Bahkan kematian prenatal juga dapat terjadi akibat alkohol dan kokain.
Masa remaja dianalogikan sebagai masa transisi yang bergemuruh ibarat topan dan badai. Pada masa ini terjadi perkembangan yang pesat pada remaja dari aspek fisik, kognitif, kematangan seksual, nilai-nilai sosial dan emosional. Selain itu, faktor lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap perkembangan remaja.
Termasuk yang mempengaruhi pertumbuhan remaja adalah percepatan teknologi, kondisi sosial, pola materialisme, kesenjangan, pola komunikasi, dan problematika hidup. Dalam hal ini, maka keluarga, teman sebaya, sekolah, dan agama merupakan hal penting yang dapat mengarahkan perkembangan remaja.