|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 6 users |
Total Hari Ini: 201 users |
Total Pengunjung: 6224313 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
MENIKMATI UMRAH `TERJUN BEBAS` TANPA BEBAN, TANPA TANGGUNG JAWAB |
Penulis: Pejuang Islam [ 15/11/2018 ] |
|
|
MENIKMATI UMRAH `TERJUN BEBAS` TANPA BEBAN, TANPA TANGGUNG JAWAB
Luthfi Bashori
Salah satu peraturan pemerintah bagi yang akan berangkat umrah, maka harus melalui travel resmi yang sudah terdaftar dan diakui oleh pemerintah.
Dengan adanya peraturan semacam ini, maka agak sulit bagi seseorang yang ingin berangkat umrah secara `terjun bebas` perorangan.
Namun, bukan berarti tidak ada jalan untuk melepaskan diri dari rombongan yang pastinya terikat beban dan tanggung jawab antara yang satu dengan lainnya.
Pembimbing umrah, pasti berkewajiban untuk memimpin segala hal yang terkait dengan kemashlahatan anggota yang diantarkannya.
Rombongan pun harus ikut aturan yang telah ditetapkan oleh travel dan pembimbing umrah, agar dapat melaksanakan kegiatan yang telah diprogramkan oleh pihak travel.
Dua hal ini, sangat mudah untuk ditulis dan diutarakan, namun sering kali agak sulit untuk dilaksanakan di lapangan secara sempurna.
Entah itu terkait dengan tempat penginapan, atau menu makanan, jadwal kegiatan, surat-surat kelengkapan, bahkan terkadang hingga urusan perasaan hati. Namun ada juga yang dapat menikmati kebersamaan dengan rombongan.
Namanya juga sama-sama manusia, baik pemilik travel, pembimbing umrah dan peserta rombongan yang jumlahnya tidak sedikit.
Nah, pada bulan November 2018 ini, saya bersama Hb. Zen Ba`abud, salah satu murid senior di pesantren saya, mencoba untuk nekat berangkat umrah hanya berdua saja tanpa ikut rombongan travel sebagaimana pada umumnya.
Tentunya, jasa travel tetap kami butuhkan, antara lain saat kami mencari visa umrah, maka kami harus nego kawan akrab pemilik travel di Jakarta yang baik hati, hingga bersedia membantu kami mendapatkan visa (ijin masuk negara lain) untuk melaksanakan ibadah zairah dan umrah.
Untuk mensiasati kemudahan berangkat umrah, maka kami juga ikut jasa travel Malaysia milik seorang kawan, khususnya yang terkait pembookingan tiket pesawat Saudi Air Line.
Jadi saat berangkat umrah, praktisnya kami ambil jalur Surabaya - Kuala Lumpur - Madinah. Sedangkan pulangnya lewat jalur Jeddah - Kuala Lumpur - Surabaya.
Sebelum berangkat, kami mengontak salah seorang kawan yang bermukim di Madinah untuk mencarikan tempat penginapan, tentunya yang sesuai dengan keinginan kami.
Akhirnya kami putuskan mengambil satu suqqah, atau semacam home stay yang lokasinya dekat dengan Masjid Nabawi.
Nah, untuk urusan makan, kami berdua sepakat membeli makanan yang banyak dijual di sekitar penginapan dan masjid, jadi sekalian bisa menikmati wisata kuliner dengan macam-macam menu Arab.
Untuk menyusun acara kegiatan juga, hanya dengan kesepakatan kami berdua saja, baik saat merancangnya juga saat menjalaninya, semua bersifat kondisional dan dapat berjalan secara alami.
Contohnya, karena tidak ada `pihak ketiga` yang ikut menentukan kegiatan, maka terkadang kami istirahat di penginapan, tapi terkadang kami juga tidak pulang dari masjid Nabawi hingga larut malam.
Pernah juga kami tidur siang di pelataran atau halaman masjid yang disediakan permadani tebal di bawah naungan mudhallat atau payung-payung otomatis.
Kami sangat menikmati sepoi-sepoi `angin sorga` yang menghembus ke sekitar Masjid Nabawi, hingga kami terlena dan terlelap dalam tidur yang dapat menghilangkan rasa penat-penat.
Sangat kebetulan cuaca di awwal bulan November sekaligus menjelang bulan Rabi` itu, di Madinah sedang musim peralian dari musim panas menuju ke musim dingin, hingga terasa sangat sejuk, ibarat cuaca di musim semi kota Malang yang terasa sedang.
Jadi udara di Madinah itu yaa.. sedang-sedang saja. Tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Perkiraannya sekitar 27 derajat celcius.
Padahal di Saudi itu jika datang musim panas, terkadang bisa mencapai 50 derajat, sedangkan saat musim dingin bisa mencapai 5 derajat bahkan bisa lebih dingin lagi.
(BERSAMBUNG).
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|