MEMAHAMI HAKIKAT KEHIDUPAN
Luthfi Bashori
Terkadang untuk dapat memaknai dan memahami suatu kehidupan itu, harus banyak membaca kisah para nabi dan orang-orang shaleh yang pernah hidup di jaman dahulu. Karena kisah-kisah yang baik itu seringkali dapat membangunkan jiwa yang tertudir dan terlena.
Kebanyakan orang memahami dan mengartikan suatu makna kehidupan itu hanyalah secara lahiriyah semata, padahal seringkali Allah memberikan definisi yang lain karena adanya rahasia di balik penciptaan dan ketentuan taqdir yang telah digariskan oleh Allah.
Contohnya, suatu saat Sy. Abu Hurairah RA mengungkapkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dulu Nabi Musa AS bertanya kepada Tuhannya enam perkara. Beliau AS menduga bahwa enam perkara itu menjadi milik beliau sepenuhnya, dan perkara yang ke tujuh, Nabi Musa AS tidak menyukainya.
Beliau AS bertanya kepada Allah, “Wahai Tuhanku, siapakah hamba-Mu yang paling bertakwa?”
Allah menjawab, “Orang yang selalu mengingat (Allah) dan tidak pernah lupa.”
“Siapakah Hamba-Mu yang paling banyak mendapat petunjuk.”
“Orang yang mengikuti petunjuk.”
Nabi Musa AS bertanya lagi, “Siapakah hamba-MU yang paling adil?”
“Orang yang memberikan hukuman (penilaian) kepada orang lain sebagaimana ia menilai diri sendiri.”
“Siapakah hamba-Mu yang paling alim?” tanya Musa AS
Allah SWT menjawab, “Orang yang tidak pernah kenyang dengan ilmu sampai seluruh ilmu manusia menjadi miliknya.”
Siapakah hamba-Mu yang paling mulia?”
“Orang yang apabila diberi kuasa (membalas), maka dia memberikan maaf.”
“Siapakah hamba-Mu yang paling kaya?”
“Orang yang selalau rela dengan pemberian.”
“Siapakah hamba-Mu yang paling fakir?”
“Orang yang dimurkai.”
Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda, “Yang disebut kekayaan bukanlah banyaknya harta. Kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa. Kalau Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka Dia membuatnya kaya jiwanya dan memiliki ketakwaan dalam hati. Ketika Allah menghendaki keburukan/kerugian kepada seorang hamba, maka dia menjadikan kefakirannya berada di antara kedua matanya.” (HR. Ibnu Hibban).
Tertarik dengan definisi ‘orang yang paling kaya’ menurut petunjuk Allah, ternyata adalah mereka yang selalu rela dan menerima dengan ikhlas dengan pemberian dari Allah, terserah diberi rejeki berapa, entah banyak atau sedikit, ini tentunya setelah berusaha bekerja secara maksimal.
Demikian juga definisi orang yang paling fakir itu adalah orang yang dimurkai oleh Allah, baik dari kalangan pemilik harta yang melimpah ruah, maupun orang-orang yang tidak berduit sama sekali, jika perilakuknya selalu bertentangan dengan aturan syariat Allah, lantas Allah murka kepada mereka, maka itulah hakikatnya kelompok yang paling fakir di dunia maupun akhirat.