Peringatan Setahun ‘Great March of Return’: ‘Kami Tidak Akan Mundur’
Puluhan ribu warga Palestina berdemonstrasi di pagar perbatasan Gaza-‘Israel’ untuk memperingati satu tahun “Great March of Return”. Para pengunjuk rasa tak bersenjata ini harus berhadapan dengan tank-tank ‘Israel’ dan gerombolan serdadu Zionis bersenjata lengkap yang dikerahkan di garis pertahanan Gaza.
Menurut kementerian kesehatan Gaza, gerombolan serdadu Zionis pada Sabtu (30/3) menggunakan peluru tajam, peluru karet dan gas air mata untuk memberangus para pengunjuk rasa sehingga menewaskan tiga remaja laki-laki berusia 17 tahun dan melukai setidaknya 207 orang.
Tamer Aby el-Khair ditembak di dada di timur Khan Younis, Gaza selatan, dan meninggal dunia di rumah sakit, ungkap kementerian. Remaja kedua, Adham Amara, meninggal setelah ditembak di wajah di timur Kota Gaza. Remaja ketiga, Belal al-Najjar, tewas oleh tembakan ‘Israel’. Sementara warga Palestina keempat, yang diidentifikasi sebagai Mohamed Jihad Saad (20), tewas dalam demonstrasi malam menjelang demonstrasi utama.
Warga Palestina menuntut hak untuk kembali ke tanah tempat keluarga mereka diusir dengan kekerasan untuk memberi jalan berdirinya negara palsu ‘Israel’ pada tahun 1948. Mereka juga menyerukan diakhirinya blokade Gaza selama 12 tahun oleh ‘Israel’ dan Mesir.
“Kami akan bergerak menuju perbatasan bahkan jika kami mati,” kata Yusef Ziyada (21), wajahnya dicat dengan warna bendera Palestina. Kami tidak akan pergi. Kami akan kembali ke tanah kami.”
Meskipun diguyur hujan deras, sekitar 40.000 orang berkumpul di daerah perbatasan.
Mohammed Ridwan, seorang demonstran berusia 34 tahun yang bekerja di sebuah lembaga di Gaza mengatakan pada Al Jazeera bahwa jumlah demonstran yang besar pada hari Sabtu adalah “bukti kuat bahwa rakyat kami tidak akan mundur sampai mereka memperoleh hak mereka yang sah”.
Bahaa Abu Shammal, seorang aktivis berusia 26 tahun, mengatakan ia berada di lokasi demonstrasi “sangat jauh dari pagar pemisah”, tapi tetap saja, hampir “kehabisan nafas karena gas air mata ‘Israel’”.
Ia mengatakan pada Al Jazeera, “Kami harus menghentikan pengepungan brutal yang kami alami. Kami ingin kembali ke tanah kami yang terjajah.”
Dibunuh dan dibikin cacat
Selama setahun terakhir, pagar perbatasan Gaza-‘Israel’ telah menjadi tempat unjuk rasa massal dan pertumpahan darah di mana lebih dari 260 warga Palestina tewas, sebagian besar oleh tembakan penembak jitu ‘Israel’. Menurut kementerian kesehatan Gaza, sekitar 7.000 lainnya ditembak dan dilukai.
Save the Children, sebuah lembaga hak asasi manusia, mengatakan mereka yang terbunuh termasuk 50 anak-anak. Sekitar 21 anak-anak lainnya diamputasi anggota tubuhnya dan banyak lagi yang cacat permanen, kata direktur regional Save the Children, Jeremy Stoner.
Peringatan satu tahun “Great March of Return” terjadi hanya beberapa hari setelah ‘Israel’ membombardir Gaza. Mesir menengahi kesepakatan gencatan senjata antara ‘Israel’ dan faksi-faksi perlawanan Palestina.
Demonstrasi “Great March of Return” dimulai pada 30 Maret tahun lalu setelah kelompok-kelompok masyarakat sipil di Gaza menyerukan aksi menentang blokade 12 tahun oleh ‘Israel’ yang melumpuhkan wilayah itu.
Lembaga-lembaga kemanusiaan menyalahkan blokade atas kemiskinan di Gaza, di mana tingkat kemiskinan dan kehilangan pekerjaan sangat tinggi. Menurut PBB, lebih dari 90 persen air di Gaza tidak aman untuk diminum dan dua juta penduduk Gaza hanya menerima kurang dari 12 jam listrik setiap hari.
30 Maret juga menandai Hari Tanah – peringatan tahunan kematian enam warga Palestina pada tahun 1976, yang memprotes perampasan tanah mereka oleh penjajah Zionis untuk membangun daerah kaum Yahudi.
“Dalam setahun saya akan menyelesaikan sekolah saya. Ayah saya tidak punya pekerjaan jadi saya tidak akan bisa kuliah. Siapa yang bertanggung jawab (atas masalah ini)? ‘Israel’,” kata demonstran berusia 16 tahun, Mohammed Ali.
“Saya tidak tahu berapa tahun akan berlalu hingga kehidupan kami membaik, tapi kami harus melanjutkan (demonstrasi) selama penjajahan dan blokade itu ada,” katanya kepada kantor berita Reuters.*
http://sahabatalaqsha.com