KAYA HATI ITU PASTI MENYEJUKKAN, KAYA HARTA ITU DAPAT MENYUSAHKAN
Luthfi Bashori
Dalam riwayat Sy. Abu Sa’id Al-Khudri RA menyatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Yang disebut kaya bukanlah kaya harta benda duniawi. Akan tetapi, yang dikatakan kaya itu adalah kaya hati (jiwa).†(HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Nabi Muhammad SAW juga bersabda yang senada, “Kaya itu bukan karena banyaknya harta, melainkan adalah kaya hati.†(HR. Al-Bukhari).
Dua hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim ini adalah termasuk hadits shahih yang tidak diragukan lagi keshahihannya oleh kalangan Ahlus sunnah wal jamaah. Ternyata dalam pandangan Rasulullah Saw bahwa yang dinamakan hidup kaya itu jika hatinya selalu merasa cukup dengan pemberian rezeki yang telah dibagikan oleh Allah SWT.
Bekerja dan berusaha mencari rezeki, lantas mendapatkannya secara halal, tanpa melihat berapa nominal yang diterimanya, kemudian mensyukuri dan memanfaatkan serta menikmatinya secara baik dan benar, dengan hati yang ikhlas, merupakan sikap sejati dari kalangan orang-orang kaya yang sesungguhnya.
Sy. Sa’da bin Abi Waqqash RA mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba-Nya yang bertaqwa, yang kaya (kecukupan), dan yang tidak menampakkannya.†(HR. Muslim dan Ibnu Hiban).
Perbedaan sikap orang yang kaya sejati, sekalipun tanpa memegang banyak uang, dengan orang miskin sejati sekalipun hartanya melimpah ruah, bahwa orang kaya sejati itu tidak mengejar-ngejar harta benda secara berlebihan, namun dapat menikmati semua pemberian dari Allah seberapapun jumlahnya. Sedangkan orang yang miskin sejati itu hampir dalam seluruh kehidupannya hanya dipergunakan untuk mengejar dan menumpuk harta, bahkan menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dan berani menerjang cara-cara yang haram, hingga dapat melalaikan kewajibannyanya untuk mempersiapkan kebaikan hidup di akhiratnya nanti. Â Â Â Â
Sy. Abu Dzar RA mengungkapkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang yang memiliki uang dua dirham hisabnya lebih berat dibandingkan orang yang hanya mempunyai uang satu dirham. Sedangkan orang yang memiliki uang dua dinar hisabnya lebih berat daripada orang yang hanya mempunyai uang satu dinar.†(HR. Al-Baihaqi).
Menumpuk harta itu sekalipun semuanya halal, tenyata akan memperlambat dan memperberat perhitungan seseorang di padang mahsyar. Apalagi jika harta yang dikumpulkannya itu tercampur barang yang syubhat (tidak jelas halal harammnya), lebih-lebih jika tercampur barang yang jelas-jelas haram, tentu akan menyulitkan pemiliknya saat diadakan hisab (perhitungan) nanti.
Padahal, tempat perhitungan bagi semua orang nanti di akhirat, adalah padang Mahsyar yang kondisinya sangat menakutkan. Allah berfirman yang artinya, “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada Hari Kiamat dengan diseret di atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan tuli.†(QS. Al-Isra: 97).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah, tentang firman Allah yang artinya, ‘Orang-orang yang dihimpun ke neraka Jahannam dengan diseret di atas muka mereka’. (Al-Furqan: 34). Apakah orang kafir dihimpun dengan diseret di atas wajahnya?â€
Rasulullah SAW menjawab, “Bukankah Dzat yang menjadikannya (orang yang) berjalan di atas kedua kakinya mampu membuatnya berjalan di atas wajahnya pada Hari Kiamat?†Lantas shahabat Qatadah berkata –ketika mendengarnya- “Ya, demi kemuliaan Tuhan kami.†(HR. Bukhari dan Muslim).
Yang jadi problem bagi kehidupan manusia adalah andaikata mereka itu mempunyai kekayaan harta benda sebanyak dua lembah, tentu mereka masih ingin mendapatkan tambahan harta benda satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perut mereka sampai penuh, melainkan hanya mati. Allah SWT menerima taubat seseorang yang benar-benar bertaubat kepada-Nya. Demikian yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Suatu saat Shahabat Abu ‘Ubaidah pulang dari Bahrin dengan membawa harta. Orang-orang (dari golongan) Anshar mendengar tentang itu. Lalu mereka ramai-ramai mendatangi shalat Shubuh bersama Rasulullah SAW.
Usai (mengimami) shalat, Nabi Muhammad SAW berpaling kepada para jamaah dan beliau SAW tersenyum melihat para shahabat merapat mendekati tempat imam.
“Aku menduga kalian semua telah mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah telah datang dari Bahrin membawa sesuatu,†sabda Rasulullah SAW.
“Benar, wahai Rasulullah,†jawab mereka.
“Bergembiralah dan renungkanlah apa yang sesungguhnya menggembirakan kalian. Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan yang menimpa kalian. Akan tetapi, yang aku khawatirkan ialah jika kemewahan dunia menimpa kalian, sebagaimana orang-orang sebelum kalian tertimpa kemewahan dunia. Lalu mereka berlomba-lomba (dengan kemewahan) dan kalian binasa seperti mereka.†(HR. Muslim).