MENGGERAKKAN JARI DALAM TAHIYYAT, EDISI -1
Luqman Firmansyah
Sebelumnya telah kami paparkan penjelasan mengenai waktu diangkatnya jari telunjuk pada saat sholat. Namun seiring dengan banyaknya pertanyaan yang masuk mengenai hukumnya menggerak2an atau memutar2kan jari telunjuk pada saat tasyahud, maka berikut ini kami paparkan:
Masyarakat muslim terutama yang berpegang kepada madzhab Syafi’i telah mengetahui dan mengamalkan petunjuk dan ajaran para ulama bahwa sunnah ketika mengucapkan Asyhadu allaa ilaaha illallah pada duduk tasyahhud atau tahiyyat untuk mengangkat jari telunjuknya apabila telah sampai pada illallah dalam syahadat dan tidak diturunkan jari telunjuknya sampai mengucapkan salam.
Perlu diketahui yang disunnahkan hanyalah mengangkat jari telunjuknya saja tanpa tahrik (digerak-gerakkan) karena makruh hukumnya. Marilah kita ikuti dalil-dalilnya berikut ini : Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra.; “Jika Rasulallah saw. duduk dalam tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya diatas lututnya yang kiri, dan meletakkan tangan kanannya pada lutut yang kanan, seraya membuat (angka) lima puluh tiga sambil berisyarat dengan telunjuknya”. (HR. Imam Muslim dalam Shohih-nya I/408).
Yang dimaksud dengan lima puluh tiga dalam hadits itu ialah menggenggam tiga jari (jari tengah, jari manis dan kelingking) itulah angka tiga. Sedangkan jari telunjuk dan ibu jari di julurkan sehingga membentuk semacam lingkaran bundar yang mirip angka lima (angka bahasa arab), dengan demikian menjadilah semacam angka lima puluh tiga.
Dalam satu riwayat seperti yang diriwayatkan Imam Muslim I/408 dari Ali bin Abdurrahman Al-Mu’awi, dia mengatakan; “Abdullah bin Umar ra. melihat aku bermain-main dengan kerikil dalam sholat. Setelah berpaling (selesai sholat), beliau melarangku, seraya berkata; ‘Lakukanlah seperti apa yand dilakukan oleh Rasulallah itu’. Dia berkata; ‘Jika Rasulallah saw. duduk dalam sholat beliau meletakkan tangan kanannya pada paha kanannya seraya menggenggam semua jemarinya, dan mengisyaratkan (menunjukkan) jari yang dekat ibu jarinya ke kiblat. Beliau juga meletakkan tangan kirinya diatas paha kirinya’ ”.
Al-Isyarah (mengisyaratkan) itu menunjukkan tidak adanya (perintah) menggerak-gerakkan, bahkan meniadakannya untuk tahrik. Diriwayatkan dari Numair Al-Khuzai seorang yang tsiqah dan salah seorang anak dari sahabat ; “Aku melihat Rasulallah saw. meletakkan dzira’nya [tangan dari siku sampai keujung jari] yang kanan diatas pahanya yang kanan sambil mengangkat jari telunjuknya dan mem- bengkokkannya [mengelukkannya] sedikit”. (HR.Ahmad III:471 ; Abu Dawud I:260 ; Nasa’i III:39 ; Ibn Khuzaimah dalam shohihnya I:354 dan penshohihannya itu ditetapkan oleh Ibn Hajar dalam Al-Ishabah no.8807 ;
Ibn Hibban dalam As-Shohih V:273 ; Imam Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra II:131 serta perawi lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu Zubair bahwa “Rasulallah saw. berisyarat dengan telunjuk dan beliau tidak menggerak-gerakkannya dan pandangan beliau pun tidak melampaui isyaratnya itu” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban). Hadits ini merupakan hadits yang shohih sebagaimana diterangkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ jilid III:454 dan oleh sayyid Umar Barokat dalam Faidhul Ilaahil Maalik jilid 1:125.
Diriwayatkan pula dari Abdullah bin Zubair ra. bahwa “Rasulallah saw.berisyarat dengan jarinya (jari telunjuknya) jika berdo’a dan tidak menggerak-gerakkannya”. (HR.Abu ‘Awanah dalam shohihnya II:226 ; Abu Dawud I:260 ; Imam Nasa’i III:38 ; Baihaqi II:132 ; Baihaqi dalam syarh As-Sunnah III:178 dengan isnad shohih). Ada pun hadits yang menyebutkan Yuharrikuha (menggerak-gerakkannya) itu tidak kuat (laa tatsbut) dan merupakan riwayat syadz (yang aneh).
Karena hadits mengenai tasyahhud dengan mengisyaratkan (menunjukkan) telunjuk itu serta meniadakan tahrik adalah riwayat yang sharih (terang-terangan) dan diriwayatkan oleh sebelas rawi tsiqah dan kesemuanya tidak menyebutkan adanya tahrik tersebut. Seseorang yang mengaku bahwa mutsbat (yang mengatakan ada) itu harus didahulukan (muqaddam) atas yang menafikan/meniadakannya, maka orang tersebut tidak memahami ilmu ushul. Karena kaidah ushul itu mempunyai kelengkapan yang tidak sesuai untuk dipakai dalam masalah itu.
Hadits-hadits lainnya yang tidak menyebutkan adanya menggerak-gerakkan jari telunjuk itu menguatkan keterangan dari hadits yang menafikannya. Dari hadits Ibnu Zubair tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa: a). Sunnah mengangkat telunjuk diketika tasyahhud. b) Nabi tidak menggerak-gerakkan telunjuknya dan pandangan Nabi terus tertuju kepada telunjuknya yang sedang berisyarat itu. Alasan yang mengatakan bahwa Rasulallah saw. tidak mengisyaratkan jemarinya sejak awal tasyahhud tetapi ketika mengucapkan syahadat, berupa beberapa dalil, antara lain: Hadits Wail bin Hujr, yang menyebutkan, “Dan Rasulallah saw. menjadikan (meletakkan) sikunya yang kanan di atas, lalu menggenggam dua jari dan beliau membuat suatu lingkaran, kemudian mengangkat jari (telunjuk)nya”.
Demikian menurut lafadh Al-Darimi. Sedangkan menurut lafadh Ibn Hibban dalam Shohihnya V:272, “Dan beliau (saw.) mengumpulkan ibu jari dengan jari tengah dan mengangkat jari yang didekatnya seraya berdo’a dengan (menunjukkan)nya”. Sebagian orang menyangka bahwa tahliq (membuat lingkaran) itu maksudnya menggerak-gerakkan telunjuk untuk membuat semacam lingkaran. Padahal sebenarnya yang dimaksud tidak demikian. Membuat lingkaran itu maksudnya menjadikan jari tengah dan ibu jari semacam lingkaran, lalu telunjuk diisyaratkan.
Pernah suatu ketika saya jumpai orang sholat ketika dalam tasyahhud, dia mengangkat Jari Telunjuknya persis bersamaan pada awal bacaan tahiyat (Attahiyyatul.... dst) , persis ketika baru saja duduk tasyahhud, atau mungkin dia sudah mengangkat Jari Telunjuk sebelum membaca tahiyyat. Sebenarnya Kapan waktu yang tepat untuk mengangkat Jari Telunjuk ketika Sholat? berikut ini akan dijelaskan:
Dalam shohih Muslim II:890 meriwayatkan hadits dari Jabir ra. menyebutkan bahwa “Rasulallah saw., bersabda seraya (berisyarat) dengan jari telunjuknya. Beliau mengangkatnya ke langit dan melemparkan (mengisyaratkan kebawah) ke manusia, ‘Allahumma isyhad, Allahumma isyhad (ya Allah saksikanlah)’. Beliau mengucapkannya tiga kali”.
Telunjuk disebut juga syahid (saksi), sebab jika manusia mengucapkan syahadat, dia berisyarat dengan telunjuk tersebut. Nabi saw. sendiri jika mengatakan “Asyhadu” atau “Allahumma isyhad” (suka) berisyarat dengan telunjuknya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Darimi I:314-315 dan Imam Baihaqi dalam kitab Ma’rifat As-Sunnah wal Al-Atsar III:51, hadits shohih.
Dalam sunan Baihaqi II:133 disebutkan: “Rasulallah saw. melakukan itu ketika men-tauhid-kan Tuhannya yang Mahamulia dan Mahaluhur”, yakni ketika menetapkan tauhid dengan kata-kata illallah (hanya Allah) dalam syahadat. Dalam riwayat lain, Imam Baihaqi II:133 dengan sanad yang sama dari Khilaf bin Ima’ bin Ruhdhah Al-Ghiffari dengan redaksi, “Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. hanya menghendaki dengan (isyarat) itu adalah (ke) tauhidan (Meng-Esa-kan Allah swt.)”, sedangkan ungkapan ketauhidan terdapat dalam kalimat syahadat itu. Al-Hafidh Al-Haitsami mengatakan dalam Mujma’ Al-Zawaid II:140, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara panjang lebar…”.
Hal ini juga didasarkan kepada hadits Abdullah bin Umar ra.; “Dan (beliau saw.) mengangkat jari tangan kanannya yang dekat ke ibu jari lalu berdo’a”. (HR.Imam Muslim dan Imam Baihaqi II:130, serta perawi lainnya). Do’a yang dimaksud hadits tersebut ialah membaca sholawat kepada Nabi saw. dan do’a-do’a lainnya sebelum mengucapkan salam. Imam Al-Baihaqi dalam Syarh As-Sunnah III:177 mengatakan “Yang dipilih oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi’in serta orang-orang setelah mereka adalah berisyarat dengan jari telunjuk (tangan) kanan ketika mengucapkan tahlil (la ilaaha illallah) dan (mulai) mengisyarat- kannya pada kata illallah….”.
Berdasarkan hadits-hadits shohih tersebut, disimpulkan bahwa waktu untuk mengangkat dan mengisyaratkan (jari) telunjuk, yaitu ketika mengucapkan kalimat syahadat yakni Asyhadu an laa ilaaha illallah dan tidak menurunkannya sampai mengucapkan salam. Para ulama telah melakukan ijtihad dimana tempat yang tepat untuk mengangkat telunjuk pada kalimat syahadat itu. Apakah sejak dimulainya tasyahhud atau ditengah-tengahnya karena di dalam hadits-hadits tersebut tidak ditentukan tempatnya yang tepat.
Menurut madzhab Syafi’i, bahwa tempat mengangkat telunjuk itu sebaiknya apabila telah sampai pada hamzah illallah, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Zubad karangan Ibnu Ruslan: “Ketika sampai pada illallah, maka angkatlah jari telunjukmu untuk mentauhidkan zat yang engkau sembah”. Menurut madzhab Hanafi, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah diketika Laa ilaaha dan meletak kan telunjuk diketika illallah.
Menurut pendapat ini, mengangkat telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penafian uluhiyyah (ketuhanan) dari yang selain Allah, sedangkan ketika meletakkan telunjuk adalah sebagai isyarat kepada penetapan uluhiyyah hanya untuk Allah semata. Menurut madzhab Hanbali, bahwa mengangkat telunjuk itu adalah disetiap menyebut lafdhul jalalah pada tasyahhud dan do’a sesudah tasyahhud. wallahua`lam bisshowab.