RASULULLAH SAW CINTA PARA SHAHABATNYA,
BAGAIMANA DENGAN ANDA ?
Luthfi Bashori
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah, dan bertakwalah kalian kepada Allah dalam menjaga kehormatan para shahabatku. Janganlah kalian menjadikan mereka objek ejekan sepeninggalku. Barang siapa mencintai mereka, tentu lantaran kecintaannya kepadaku. Barang siapa membenci mereka, tentu lantaran kebenciannya kepadaku. Barang siapa melecehkan mereka, berarti dia melecehkan aku. Orang yang melecehkan aku, berarti dia melecehkan Allah, dan barang siapa yang melecehkan Allah, maka sangat dikhawatirkan Allah akan mengadzabnya.” (HR. At-Tirmidzi).
Standar kecintaan seorang muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya, dapat diukur bagaimana kadar kecintaan mereka terhadap para shahabat Nabi. Jika seseorang itu benar-benar mencintai seluruh shahabat Nabi tanpa terkecuali, maka pertanda secara sempurna dia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barangsiapa yang membenci salah seorang dari para shahabat Nabi, apalagi membenci keseluruhannya, maka pastilah pada dirinya terdapat sifat kemunafikan, bahkan tidak menutup kemungkinan tergolong orang-orang kafir.
Secara ilmiah, Rasulullah SAW telah memberi batasan tentang genarasi terbaik di kalangan umat Islam, yaitu genarasi para shahabat yang hidup bersama beliau SAW dalam satu masa. Jika saja terjadi di kalangan para shahabat itu ada salah seorang yang berbuat salah, maka tentulah Allah menerima doa Rasulullah SAW yang selalu memohonkan ampunan bagi seluruh shahabatnya.
Sy. Imran bin Husain RA mengemukakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik baik generasi umatku adalah pada kurunku, kemudian kurun berikutnya, kemudian kurun beikutnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Sy. Sahal bin Sa’da RA mengungkapkan, bahwa Rasulullah SAW mendatangi para shahabat yang sedang menggali parit (Khandaq) dang mengusung tanah galian. Lalu beliau SAW bersabda, “(Ya Allah) sesugguhnya kehidupan yang hakiki itu adalah kehidupan akhirat, berilah ampunan bagi kaum Muhajirin dan Anshar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Doa Rasululah SAW di atas ini tanpa dikecualikan sedikitpun, namun beliau panjatkan secara mutlak untuk para shahabat Muhajirin dan Anshar kesemuanya. Karena itu, umat Islam yang hidup di era kini, wajib meyakini bahwa seluruh shahabat Nabi itu adalah generasi panutan terbaik, dan siapapun yang menjadikan para shahabat itu sebagai cermin bagi kehidupannya, maka akan bahagia untuk akhiratnya.
Sebaliknya jika ada orang yang hidup di jaman sekarang, lantas membenci salah satu dari para shahabat Nabi, apalagi jika membenci seluruhnya, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaimana kebencian yang umumnya terjadi di kalangan kaum Syiah, maka orang tersebut akan hancurlah kehidupan akhiratnya, karena dia telah membenci para kekasih Rasulullah SAW.
Sy. Anas RA memberitakan, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melihat para wanita Anshar dan anak anak mereka pulang dari acara pengantin. Kemudian beliau SAW berdiri dan bersabda, “Wahai Allah, mereka adalah orang-orang yang paling aku senangi, mereka adalah orang-orang yang paling aku senangi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Sy. Abu Hurairah RA memaparkan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kalau bukan karena hijrah, niscaya aku termasuk kaum Anshar (penduduk asli kota Madinah). Kalau banyak orang yang melalui suatu lembah, sedangkan kaum Anshar melewati lembah atau jalan lain, niscaya aku akan berjalan lembah atau bukit yang dilalui orang Anshar.” (HR. Al-Bukhari).
Doa Rasulullah SAW untuk para shahabat Anshar itu bahkan diperuntukkan pula bagi anak cucu mereka, sebagaimana dalam riwayat Sy. Zaid bin Arqam RA yang mengemukakan bahwa beliau pernah mendengar Nabi Muhammad SAW berdoa, “Wahai Allah, ampunilah shahabat-shahabat Anshar, putra-putri mereka, dan cucu-cucu mereka.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).
Masih banyak persaksian Nabi Muhammad SAW terhadap kemulain para shahabatnya dibanding kebaikan seluruh kaum muslimin yang hidup setelah generasi para shahabat Nabi tersebut hinga kapanpun, sebagaiman beliau SAW bersabda, “Janganlah kalian mencela para shahabatku. Sebab, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar bukit Uhud, niscaya tidak bisa menyamai nilai (kebaikan) infak dari satu mudnya mereka (para shahabat), bahkan separuh mudnya saja tidak (akan dapat menyamainya).” (HR. Al-Bukhari)