AYOO, KITA MENCINTAI SY. ALI BIN ABI THALIB .. !!!
Luthfi Bashori
Sy. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rasulullah SAW yang menjadi anak angkat beliau SAW. Jarak usia antara Sy. Ali dengan Rasululah SAW sekitar 29 atau 30 tahun, menurut suatu riwayat, dan kelahiran Sy. Ali hampir sama dengan kelahiran Sy. Ibrahim bin Muhammad putra Rasulullah SAW yang wafat di saat masih kecil.
Jadi keberadaan Sy. Ali dalam rumah tangga Rasulullah SAW itu ibarat pengganti bagi kemangkatan sang putra beliau SAW. Karena itulah Rasululah SAW sangat mencintai Sy. Ali sebagaimana mencintai anak kandungnya sendiri.
Nabi Muhammad SAW, pernah berdoa untuk Sy. Ali RA., “Wahai Allah tetapkanlah lisannya dan bimbinglah hatinya.” (HR. Ahmad dan Hakim).
Sy. Buraidah RA mengemukakan, bahwa Nabi Muhammad SAW, bersabda, “Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk mencintai empat orang dan Allah menggambarkan bahwa Dia mencintai mereka.”
“Wahai Rasulullah, sebutkanlah namanya,” pinta para shahabat.
“Ali salah seorang di antaranya,” sabda Rasulullah SAW mengulangnya sampai tiga kali. Lalu beliau meneruskan, “Abu Dzar, Al-Miqdad, dan Salman.” (HR.At-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Seorang muslim yang mencintai Sy. Ali bin Abi Thalib, pertanda memiliki keimanan yang sempurna, karena mencintai Sy. Ali itu berarti mencintai Rasulullah SAW.
Sebagaimana St. Ummu Salamah RA mengutarakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang siapa yang mencintai Ali, berarti ia mencintai aku, dan orang yang mencintai aku berarti mencintai Allah. Siapa saja yang membenci aku, berarti membenci Allah SWT.” (HR. At-Thabarani).
Keistimewaan Sy. Ali bin Abi Thalib RA sangatlah banyak, dan termasuk dari kemuliaannya, beliau RA ditunjuk sebagai pemegang Bendera Perang Khaibar.
Sy. Sahal bin Sa’ad RA menceritakan, pada suatu malam sewaktu terjadi Perang Khaibar, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Besok aku akan menyerahkan bendera perang ini kepada seseorang yang di tangannyalah Khaibar akan ditaklukkan. Ia mencintai Allah dan Rasulnya, sebaliknya Allah dan Rasulnya juga mencintainya.”
Ketika pada malam itu para shahabat membicarakan, siapakah gerangan orang yang akan dipercayai oleh Nabi Muhammad SAW untuk memegang bendera perang. Maka pada pagi harinya, mereka saling bergegas menemui beliau SAW dengan harapan akan mendapat kepercayaan memegang bendera itu. Namun Nabi Muhammad SAW bertanya kepada mereka, “Mana Ali ?”
“Ia sedang sakit mata,” jawab para shahabat.
“Panggillah ia kemari,” pinta Rasulullah SAW.
Setelah Sy. Ali RA datang, maka Rasulullah SAW mengusap matanya sambil mendoakan kesembuhan. Seketika itu juga mata Sy. Ali benar-benar sembuh, seakan akan tidak pernah sakit mata. Lalu beliau SAW menyerahkan bendera perang Khaibar itu kepadanya. (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ath-Thabarani, dan Ibnu Abi Laila).
Keberadaan umat Islam di dunia ini sejak jaman dahulu hingga kini mayoritasnya berpaham Aswaja atau Asy’ariyah dan Maturidiyah, maka mereka sangat menghormati kedudukan Sy. Ali bin Abi Thalib dalam dunia Islam, namun mereka tidak pernah mengkultuskan Sy. Ali bin Abi Thalib, seperti yang dilakukan oleh kalangan sekte Syiah, apalagi membenci Sy. Ali bin Abi Thalib seperti yang dilakukan oleh kalangan sekte Khawarij alias kaum Nawashib.
Prinsip i’tidal atau seimbang dalam tata cara mencintai keluarga Nabi dan para shahabatnya, Radhiyallahu ‘anhu, adalah menjadi ciri khas bagi kalangan penganut Asya’irah dan Maturidiyah.