MEMILIH SESUATU YANG HALAL & MENOLAK YANG HARAM
Luthfi Bashori
Sesuatu yang halal itu tidak hanya terbatas pada bahan untuk suatu makanan sebagaimana yang sering terlintas pada benak kebanyakan orang. Semacam asumsi tentang makanan haram itu tidak hanya terbatas pada makanan yang mengandung babi saja. Namun sesuatu yang halal maupun yang haram itu banyak ragamnya dan banyak faktor yang mempengaruhinya.
Contoh termasuk sesuatu yang halal adalah mendapat uang hasil pekerjaan yang sesuai syariat, semisal berdagang dengan menerapkan sistem yang diatur oleh fiqih perniagaan, sedangkan sesuatu yang haram adalah hasil pekerjaan yang melanggar aturan syariat semacam berdagang miras atau bisnis portisusi atau mendapat uang dari hasil judi atu riba dan sebagainya.
Sy. Anas RA menceritakan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Mencari yang halal itu adalah kewajiban bagi setiap orang muslim.” (HR. Ath-Thabrani).
Sy. Abu Hurairah RA berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan hanya mau menerima yang baik. dan sesungguhnya Allah menyuruh orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan kepada para Rasul sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Wahai para Rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal salehlah, sesungguhnya apa saja yang kalian lakukan, Aku Maha Mengetahui.” Dan firman-Nya (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian.”
Kemudian Rasulullah SAW menceritakan tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan panjang. Rambutnya kusut penuh debu dan tangannya menengadah ke langit seraya berdoa, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,” namun pakaiannya haram, minumannya haram, dan semua yang dimasukkan ke dalam perutnya haram, maka bagaimana ia dapat dikabulkan dalam keadaan seperti itu? (HR. Muslim dan At-Tirmidzi).
Dari hadits ini dapat dipahami dengan jelas, bahwa sesuatu yang halal maupun yang haram itu tidak hanya tebatas pada makanan atau minuman, namun semua apa yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan oleh seseorang itu terkadang mengandung nilai kehalalan atau mengandung keharaman.
Sy. Abu Hurairah RA memberitahukan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kelak akan datang kepada manusia suatu zaman ketika seseorang tidak lagi memerhatikan harta yang diperolehnya, apakah halal atau haram.” (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i).
Zaman fitnah, adalah zaman dimana batas nilai kehalalan dan keharaman itu sangat tipis, hingga kebanyakan orang tidak mengetahuinya, bahkan sudah menjadi ‘aamatul balwa (menjadi bencana yang merebak di segala sektor).
Sy, Ibnu Umar RA mengabarkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dunia itu manis lagi hijau. Barang siapa yang memperoleh harta dari usahanya secara halal lalu membelanjakannya sesuai dengan hak-haknya, niscaya Allah akan memberinya pahala dari nafkahnya itu, dan Allah akan memasukkannya ke dalam surga, dan barang siapa mendapatkan harta dari usahanya yang haram lalu ia membelanjakannya bukan pada hak-haknya, niscaya Allah akan menjerumuskan ke tempat kehinaan (neraka). Banyak orang yang mengurusi harta milik Allah dan Rasul-Nya (seperti kas masjid, namun) kelak pada hari Qiamat mendapat siksa neraka.” (HR. Al-Baihaqi).