KONTRADIKSI AJARAN SYI`AH, EDISI-2
Luthfi Bashori
(Dinukil dari buku karangan Sulaiman Al-kharasyi)
4. Penulis kitab Nahj al-Balaghah- suatu kitab pegangan di kalangan Syiah- meriwayatkan, Ali RA menolak menjadi khalifah dan mengatakan: `Tinggalkanlah aku, dan carilah orang selainku`. Ini menunjukkan kebatilan madzhab Syiah. Sebab bagaimana mungkin ia menolak menjadi khalifah, padahal pengangkatannya sebagai imam dan khalifah adalah perintah fardhu dari Allah -menurut kalian- yang harus dituntut dari Abu Bakar seperti yang kalian duga?!
5. Syiah menyangka bahwa Fatimah RA, darah daging Nabi SWA terpilih, telah dihinakan pada zaman Abu Bakar RA, dipatahkan tulang rusuknya, rumahnya hendak dibakar, dan janinnya yang mereka namakan al-Muhsin digugurkan!
Timbul pertanyaan: Dimanakah Ali bin Abi Thalib RA dari semua ini? Mengapa ia tidak menuntut hak istrinya, padahal ia seorang pemberani lagi kuat?!
6. Kami jumpai banyak para pemuka sahabat berbesan dengan ahli bait Nabi dan menikah dengan mereka, demikian pula sebaliknya. Tak terkecuali Abu Bakar dan Umar, sebagaimana telah disepakati di kalangan ahli sejarah, baik Sunnah maupun Syiah.
Nabi SAW sendiri:
Menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar RA
Menikah dengan Hafsah binti Umar RA
Menikahkan kedua putrinya (Ruqayyah, kemudian Ummu Kultsum)
dengan khalifah ketiga yang dermawan dan pemalu, Utsman bin Affan RA. karena itu, dia diberi gelar dengan Dzun Nurain.
Putra Utsman, Abban bin Utsman menikah dengan Ummu Kultsum binti Abdillah bin Jafar bin Abi Thalib.
Marwan bin Abban bin Utsman menikah dengan Ummu al-Qasim binti al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Zaid bin Amr bin Utsman menikah dengan Sakinah binti al-Husain.
Abdullah bin Amr bin Utsman menikah dengan Fathimah binti al-Husain bin Ali.
Kami cukup menyebut tiga khalifah dari kalangan sahabat, bukan para sahabat mulia lainnya yang juga menjalin ikatan pernikahan dengan ahli bait; untuk menjelaskan bahwa mereka mencintai ahli bait. Karena itu, terjadi hubungan pernikahan ini.
Demikian pula kami mendapati bahwa ahli bait menamakan anak-anak mereka dengan nama para sahabat Nabi SAW, sebagaimana disepakati di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits, baik Sunnah maupun Syiah.
Ali RA sendiri, seperti disebutkan dalam sumber-sumber Syiah, menamakan salah seorang anaknya dari istrinya, Laila binti Masud al-Hanzhaliyah, dengan nama Abu Bakar. Ali adalah orang yang pertama menamai anaknya dengan Abu bakar di kalangan bani Hasyim.
Al-Hasan bin Ali juga menamakan anaknya: Abu Bakar, Abdurrahman, Thalhah dan Ubaidillah.
Demikian pula al-Hasan bin al-Hasan bin Ali.
Musa al-Kazhim menamakan putrinya dengan Aisyah.
Di kalangan ahli bait terdapat orang yang berkunyah dengan Abu Bakar, dan bukan dengan namanya, seperti Zain al-Abidin bin Ali, dan Ali bin Musa (ar-Ridla)
.
Adapun orang yang menamakan anaknya dengan nama Umar, diantaranya adalah Ali. Ia menamakan anaknya dengan Umar al-Akbar, dan ibunya adalah Ummu Habib binti Rabiah. ia terbunuh di Thaff bersama saudaranya , al-Husain. Anaknya yang lain diberi nama Umar al-Ashghar, dan ibunya adalah ash-Shahba at-Taghlabiyyah. Umar yang terakhir ini diberi umur panjang setelah kematian saudara-saudaranya sehingga ia mewarisi mereka. Al-Hasan bin Ali menamakan kedua anaknya dengan Abu Bakar dan Umar.
Juga Ali bin al-Husain bin Ali
Juga Ali Zain al-Abidin
Juga Musa al-Kazhim
Juga al-Husain bin Zaid bin Ali
Juga Ishaq bin al-Hasan bin Ali bin al-Husain, demikian pula al-Hasan bin Ali bin al-Husain bin al- Hasan.
Selain mereka masih banyak. Tapi kami mencukupkan, sampai disini dari para pendahulu ahli bait, karena khawatir berpanjang kalam.
Adapun ahli bait yang menamakan putrinya dengan Aisyah, di antaranya adalah Musa al-Kazhim dan Ali al-Hadi.
Kami cukupkan dengan Abu Bakar dan Umar serta Ummul Mukminin Aisyah RA.
Komentar Pejuang : Kebohongan dan tipu daya kaum Syiah kepada ummat Islam, pasti akan terungkap semakin jelas bagi siapa saja yang dengan jeli menyempatkan diri mempelajari ajaran Syiah dari buku-buku aqidah Syiah yang asli, bukan buku-buku propaganda mereka. Sayangnya, hanya sedikit dari kalangan umat Islam yang bersedia memberikan waktunya untuk bersungguh-sungguh mempelajari perbedaan prinsip antara ajaran Syiah dengan ajaran Islam.
Jika pun ada tokoh yang sudah mengetahui secara dalam tentang perbedaan ajaran Syiah dengan ajaran agama Islam, namun tetap saja membelot ikut kelompok Syiah, atau menjadi simpatisan Syiah, maka tentu karena ada faktor eksternal, seperti adanya kucuran dana yang besar dari negeri uranium Iran, negeri yang sering membagi-bagi angpao kepada para pendukungnya, baik pendukung di bidang politik maupun pandukung bidang penyebaran aqidah Syiahnya. Bahkan segala carapun telah ditempuh oleh Iran untuk mengsukseskan ambisinya serta mendapatkan simpati dunia Islam, termasuk Indonesia, serta mengsukseskan program-programnya.
Coba perhatikan, Jawa pos, 21 Oktober 2009, hal 15 memberitakan bahwa 10 warga Negara Iran (9 orang di antaranya wanita bercadar) ditangkap di bandara Cengkareng karena membawa 50 kg heroin senilai Rp 125 Millyar. Tidakkah ini sebuah pola baru yang dikembangkan oleh kaum Syiah Iran untuk membangun kekuatan finansial, guna mendanai proyek Syiahisasi dan Iranisasi di kalangan umat Islam Indonesia, dengan cara-cara kotor meracuni generasi muda Islam, agar terbuai oleh kenikmatan semu narkoba.
Jika nantinya generasi muda Islam sudah lemah akal sehatnya, maka proyek Syiahisasipun akan lebih mudah diterima, terutama dengan iming-iming bolehnya mutah (kawin kontrak) sebagai ajaran pemungkas Syiah untuk menggaet para pamuda, dalam membungkus prostitusi perzinaan dengan dalih agama, tentunya hal ini sangat digandrungi oleh kalangan generasi muda, belum lagi kucuran dana yang cukup besar bagi para simpatisan Iran..