MASUK DAN CINTAI ISLAM LEBIH DARI SEGALANYA,
JANGAN SETENGAH-SETENGAH
Luthfi Bashori
Sy. Anas bin Malik RA menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki meminta kambing kepada Rasulullah SAW sebanyak di antara dua gunung dan beliau SAW memenuhinya. Kemudian lelaki itu kembali kepada kaumnya dan berseru, âMasuklah dalam Islam kalian semua. Sungguh Muhammad telah memberiku sesuatu yang amat banyak sekali, tanpa ia takut menjadi miskin.â
Lalu Sy. Anas berkomentar, âJika seseorang masuk Islam hanya karena menginginkan dunia, itu bukanlah Islam namanya. Islam harus lebih dicintai daripada dunia dan isinya.â (HR. Muslim).
Saat ini semakin berkembang ajaran sesat liberalisme yang para pengikutnya sering memanfaatkan nama besar agama Islam untuk tujuan duniawi semata, bahkan tak jarang mereka melakukan hal-hal yang sengaja mengatasnamakan Islam, namun justru merusak ajaran agama Islam dari dalam.
Adakalanya mereka melakukannya itu demi keuntungan dirinya sendiri, namun ada pula yang melakukannya itu demi kepentingan kaum kafir, yaitu dengan cara mendelegasikan seseorang yang pura-pura masuk Islam lantas menyusup ke dalam tubuh umat Islam untuk merusak Islam dari dalam, misalnya dengan selalu mengemukan pandangan-pandangan baru yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, hinga umat Islam sendiri menjadi ragu terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya.
Tentunya, di kalangan mereka itu ada orang-orang yang aslinya baru mengenal Islam sebatas kulitnya saja, lantas berusaha ikut meramaikan dunia Islam, sayangnya mereka hanya menggunakan standar pemahaman dan pandangan sempit mereka. Sehingga Islam bagi mereka adalah apa saja yang dapat menguntungkan bagi dirinya sendiri secara dhahir. Ironisnya dengan kedangkalan pemahaman terhadap Islam, mereka enggan mengali ajaran Islam lebih dalam dari sumber yang benar untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka mengenal ajaran Islam itu benar-benar kaaffah (menyeluruh).
Namun, seringkali dari para penggiat liberalisme itu, adalah dari kalangan orang-orang yang mempunyai misi tertentu, hingga tidak segan-segan memanfaat kesadaran masyarakat di berbagai belahan dunia yang ingin mengenal Islam lebih spesifik, namun karena faktor keawwaman para pencari kebenaran Islam tersebut, lantas dimanfaatkan oleh kaum liberal demi menyuksekan visi dan misi liberalismenya.
Biasanya, dari kalangan penggiat liberalisme itu sengaja mengolaborasikan ajaran Islam dengan pemahaman kaum kafir, seperti menukil pemahaman dari berbagai agama non muslim yang sekira dapat mereka manfaatkan. Maka bagi kalangan awwam yang telah terjebak oleh jerat-jerat liberalisme, akan mudah terbawa arus pemahaman yang salah terhadap hakikat ajaran Islam.
Dengan demikian, banyak dari kalangan awwam yang menjadi kesulitan untuk membedakan mana ajaran Islam yang sesungguhnya sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang sesuai pemahaman para salaf baik dari kalangan para shahabat, para tabiâin maupun para ulama, dan mana ajaran yang sudah rancu karena upaya pencampuradukan yang dilakukan oleh tangan-tangan jail kaum liberal.
Sebagai contoh, bahwa Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW sudah jelas menerangkan bahwa hakikat manusia itu dibagi menjadi dua golongan:
Yang pertama yaitu MUSLIM (mencakup mukmin dan fasiq), yaitu orang-orang Islam baik dari kalangan orang-orang yang shalih maupun yang ahli bermaksiat, namun tidak keluar dari agama Islam.
Yang kedua adalah KAFIR (mencakup murtad artinya orang yang keluar dari agama Islam, musyrik, artinya orang yang menyekutukan Allah dengan menyembah selain-Nya, dan munafiq artinya orang kafir yang pura-pura masuk Islam), yaitu semua orang yang tidak masuk Islam atau tidak beriman kepada ketuhanan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Definisi yang sudah baku sejak generasi pertama Islam ini, sekarang berusah didistorsi oleh kaum liberal, mereka mempengaruhi masyarakat agar tidak menyebut KAFIR bagi setiap pemeluk agama, apapun agamanya yang penting masih beriman kepada tuhannya masing-masing. Maka bagi kaum liberal bahwa setiap orang yang masih memiliki agama (selain Islam) itu disebut NON MUSLIM, bukan KAFIR.
Padahal, julukan KAFIR bagi orang-orang yang tidak beragama Islam itu murni datangnya dari Allah SWT, sebagaimana tersebut dalam Alquran yang artinya:
-Â âSesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, âSesungguhnya Allah ialah al-Masih putra Maryamâ.â (al-Maidah: 72).
-Â âSesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Rabb (yang berhak disembah) selain Rabb Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.â (al-Maidah: 73)
- âTelah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israil dengan lisan Dawud dan âIsa putra Maryam.â (al-Maidah: 78).
Semestinya, untuk menjadi muslim yang baik dan benar itu haruslah mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, tidak setengah-setengah, dan tidak pilih-pilih mana yang cocok diambil dan mana yang tidak sesuai selera dibuang.
Islam adalah agama yang sempurna, agama yang mengurusi segala aspek kehidupan umat manusia, bahkan sejak sebelum manusia lahir ke dunia, saat hidup di dunia, hingga pasca kehidupan dunia. Semua itu telah dibahas secara tuntas dalam ajaran Islam, baik yang tertera di dalam Alquran, Hadits Nabi maupun hasil Ijmaâ para ulama Salaf.
 Jangankan terhadap aqidah dan hukum-hukum syariat yang bersifat wajib diamalkan oleh umat Islam, bahkan untuk urusan yang terkait ajaran kesopanan hidup saja, Islam telah mengaturnya dengan detail, dan sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk mematuhinya.Â
Contoh adab kesopanan seorang muslim yang telah diatur oleh Islam. Sy. Abu Hurairah RA mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, âDi antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya.â (HR. At-Tirmidzi).
Melakukan sesuatu yang dianggap sia-sia oleh Syariat, sekalipun bukan suatu kemaksiatan secara dhahir saja telah diatur oleh syariat agar tidak dilakukan oleh umat Islam, misalnya iseng-iseng begadang dan nongkrong di pinggir jalan. Apalagi urusan aqidah yang akan menentukan keselamatan seseorang bagi kehidupan akhiratnya kelak yang betrsifat kekal abadi.
Sy. Abdullah bin Masâud RA mengungkapkan, ia dan para shahabat pernah berada dalam satu kemah bersama Rasulullah SAW. lalu beliau bersabda, âRelakah kalian, jika kalian menjadi seperempat ahli surga?â
âYa,â Jawab para shahabat.
âRelakah kalian menjadi sepertiga ahli surga?â Tanya Rasulullah SAW lagi.
âYa.â
Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, âDemi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh aku berharap semoga kalian menjadi setengah dari ahli surga. Sebab yang memasuki surga itu hanyalah orang Islam. Jumlah kalian dibandingkan dengan orang-orang musyrik (kafir) bagaikan sehelai rambut putih di tubuh banteng yang hitam. Bisa juga seperti sehelai rambut hitam di tubuh banteng yang putih.â (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi).