URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 345 users
Total Pengunjung: 6224472 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
ISLAM DAN PERSOALAN PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR  
Penulis: YUSUF HANAFI  [4/12/2009]
 

ISLAM DAN PERSOALAN PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR

Edisi - 1

(CHILD MARRIAGE/EARLY MARRIAGE): TANTANGAN
LEGISLASI DAN HARMONISASI HUKUM ISLAM

YUSUF HANAFI

Abstrak:

Kasus pernikahan anak di bawah umur bukanlah persoalan baru di Indonesia. Praktik ini sudah berlangsung lama dengan begitu banyak pelaku—tidak hanya di di pedalaman namun juga di kota besar. Penyebabnya pun bervariasi, mulai dari faktor ekonomi, rendahnya pendidikan, hingga dangkalnya pemahaman budaya dan nilai-nilai agama.

Perkawinan di bawah umur, selain menimbulkan masalah sosial, psikologis, dan kesehatan, juga dapat menimbulkan persoalan hukum.  Pernikahan Syekh Puji dan Ulfa, misalnya, membuka ruang kontroversi antara hukum adat, hukum Islam, serta hukum nasional dan hukum internasional, karena masing-masing memiliki perspektif yuridis yang berbeda-beda.

Kenyataan ini melahirkan, minimal, dua masalah hukum. Pertama, harmoninasi antar sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain. Kedua, tantangan atas legislasi hukum perkawinan di Indonesia terkait dengan perkawinan di bawah umur. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan urgensi peninjauan ulang atas perangkat undang-undang perkawinan guna menjawab tantangan legislasi menuju harmonisasi hukum Islam di era global dewasa ini.

Kata-Kata Kunci: pernikahan di bawah umur, legislasi undang-undang, harmonisasi hukum

Prolog:
Kaum Muslim seringkali disudutkan oleh pertanyaan berikut, “Akankah Anda menikahkan puteri Anda yang baru berusia 6 atau 9 tahun dengan seorang lelaki tua yang telah berusia 50 tahun?” Mereka mungkin akan terdiam karena bingung atau justru marah karena tersinggung. Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah, “Jika Anda tidak akan melakukannya, bagaimana Anda bisa menyetujui pernikahan gadis ingusan berusia 6 atau 9 tahun bernama ‘Aisyah dengan Nabi Anda, Muhammad bin ‘Abd Allah SAW?”

Nabi Muhammad SAW merupakan uswah hasanah (teladan yang baik) bagi seluruh umat Islam—di mana perilaku, tindakan, dan peri kehidupannya selalu dijadikan sebagai acuan dan rujukan. Namun sekali lagi, dalam konteks “menikahi gadis di bawah umur” ini, kaum Muslim seolah dihadapkan pada pilihan yang dilematis. Sebab bagaimana pun, mayoritas Muslim tidak akan pernah berpikir—apalagi melakukan tindakan—menikahkan anak perempuannya yang baru berusia 6 atau 9 tahun dengan seorang pria dewasa yang lebih pantas menjadi bapak bahkan kakeknya. Jika ada orang tua yang setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, meski tidak semua, akan mencibir dan memandang sinis, terlebih kepada pria uzur yang tega menikahi bocah di bawah umur (Hanafi, http://www.islamlib.com [11/11/2008]).

Belum lama ini, umat Islam Indonesia dihebohkan oleh pemberitaan kasus pernikahan gadis di bawah umur. Pujiono Cahyo Widianto, seorang miliarder beristeri satu dan berusia 43 tahun asal Semarang yang lebih populer disapa Syekh Puji, menikahi bocah berusia 12 tahun bernama Lutviana Ulfa pada 8 Agustus 2008 lalu. Lebih heboh lagi, Syekh Puji yang juga berstatus sebagai pengasuh Ponpes Miftahul Jannah itu berencana menikahi dua gadis ingusan lain dalam waktu yang tidak terlalu lama untuk mengenapkan jumlah bilangan isteri yang dikoleksinya menjadi 4 (empat) (Suara Media, 26/10/2008).

Ketika berita itu merebak ke permukaan, pro-kontra pun bermunculan. Mayoritas menolaknya sekaligus menuding Syekh Puji mengidap paedophilia, yaitu karakter kejiwaan yang mempunyai ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur. Tidak ketinggalan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menfatwakan perihal keharaman tindakan Syekh Puji yang mengawini gadis ingusan di bawah umur itu.

Syekh Puji tidak tinggal diam. Dia berdalih bahwa tindakannya itu sesuai dengan tuntunan syariat, karena pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tatkala menikahi ‘Aisyah. Syekh Puji tidak sendiri. Pembelaan untuknya, di antaranya, datang dari Fauzan al-Anshari (dulu Kepala Departemen Data dan Informasi MMI) dan Puspo Wardoyo (pemilik Rumah Makan Wong Solo yang pernah memperoleh Poligami Award). Pembelaan serupa juga disampaikan oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) lewat juru bicaranya, Febrianti Abbasuni. Mereka berujar, umat Islam yang mengingkari pernikahan seperti itu berarti mengingkari sunnah Nabi, dan pada gilirannya dapat membahayakan keimanannya.

Perkawinan anak di bawah umur (child marriage—atau sering juga diistilahkan dengan early marriage), di tengah menguatnya sorotan dan ikhtiar dunia internasional untuk mereduksinya karena sederet dampak negatif dan bahaya yang ditimbulkannya, ternyata masih menjadi persoalan yang problematis dalam Islam. Seperti yang akan diuraikan dalam sub bahasan berikutnya, pandangan Islam tradisional yang dikonstruksi di atas paradigma fikih klasik cenderung melegalkan praktik tersebut. Karena itu, tulisan ini hadir untuk menunjukkan urgensi ijtihad baru guna menjawab tantangan legislasi menuju harmonisasi hukum Islam di era global dewasa ini.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Hery  - Kota: Palembang
Tanggal: 16/1/2010
 
Menikahi gadis umur 9 tahun yang dilakukan oleh nabi muhammad kepada siti aisyah adalah khusus bagi nabi yang tidak boleh di contoh oleh umatnya  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sesuatu yang boleh/halal itu belum tentu baik untuk diamallan. Seperti makan beras mentah itu tidak beracun dan halal, tetapi tidak baik dilakuan, karena kurang baik menurut kesehatan. Sekalipun terkadang terjadi kasus-kasus tertentu dan tidak bermasalah, seperti kasus anak pemakan pasir dan pemakan sabun. Jadi pernikahan usia dini itu boleh dan sah, pada kasus-kasus tertentu tidak bermasalah bahkan terkadang membawa kebahagiaan, namun secara umum pernikahan dibawah umur sering membawa dampak sosial yang negatif khususnya bagi mempelai wanita, yaitu rawan menjanda.

 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam