Luthfi Bashori
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus, dan hatinya tidak akan lurus sebelum lidahnya lurus.” (HR. Ahmad bin Hanbal).
Ucapan lisan dan tulisan seseorang itu bisa dijadikan tolok ukur bagi dirinya, apakah ia termasuk orang baik dan lurus atau orang buruk dan jahat. Karena tindak tanduk seseorang itu juga seringkali bersesuaian dengan kebiasaannya dalam bertutur kata.
Orang yang berkebiasaan berkata jorok, maka akan menunjukkan perilaku yang jorok pula pada dirinya, sebaliknya orang yang selalu menjaga kebaikan lisan dan tulisannya, maka ia cenderung akan berkelakuan baik saat hidup di tengah masyarakat.
Ternyata dalam dunia keimanan, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW di atas, bahwa lisan dan tulisan seseorang juga dapat menunjukkan seberapa tebal kadar keimanan seseorang.
Semakin jauh lisan dan tulisan seseorang itu dari ajaran syariat, maka hakikatnya ia telah jauh pula dari kesempurnaan iman dan akan semakin menipis.
Namun setiap orang yang selalu berusaha menggunakan lisan dan tulisannya disesuaikan atau merujuk kepada ajaran Alquran, ajaran hadits Nabi Muhammad SAW, maupun ajaran para ulama Salaf, dengan tujuan agar dapat memberikan bimbingan dalam menjalankan kehidupannya, maka ketebalan imannnya juga akan selalu terjaga bahkan akan semakin menguat, hingga tidak mudah luntur oleh godaan kehidupan dunia dimanapun ia berada.
Sy. Abdullah bin Amr bin Ash RA mengemukakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga keinginan hawa nafsunya mengikuti apa (syariat) yang aku bawa.” (HR. Alhakim).
Jadi jelaslah, tolok ukur keimanan seseorang itu juga tergantung bagaimana dirinya itu mau tunduk dan patuh apa menolak dan menantang ajaran syariat Islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia.
Sy. Anas RA menginformasikan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ada tiga perkara apabila terdapat pada diri seseorang, maka ia akan merasa betapa manisnya iman, yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi yang lain-lain, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan benci/takut menjadi kafir kembali, setelah Allah melepaskannya dari kekafiran itu, sebagaimna benci/takutnya akan dilempar ke neraka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).