MUSLIM AHOKER CUKUP SULIT MENERIMA NASEHAT AGAMA
Luthfi Bashori
Kata orang, saat ini ada dua jenis manusia yang paling sulit dinasehati oleh siapapun, yaitu orang yang sedang jatuh cinta kepada pacarnya, ini sebenarnya kasus lama dan para pengikut Ahok (Ahoker) muslim dan ini adalah kasus yang sedang ‘nge-trend’.
Muslim Ahoker akan menutup mata, sekalipun mereka tahu bahwa Ahok berkali-kali telah menistakan Alquran di tempat yang berbeda, bahkan dalam sidangpun hampir semua tim ahli agama yang dihadirkan, telah bersaksi terhadap penghinaan yang dilakukan oleh Ahok di depan pengadilan, namun, tetap saja kaum Ahoker muslim tidak akan peduli atas semuanya itu.
Jutaan umat Islam yang melakukan Aksi Damai menuntut agar Ahok si penista agama itu dipenjara, maka aksi itupun dianggap tidak pernah ada dalam kamus kaum Ahoker muslim.
Ibarat akal mereka sudah mati, hanyut terbawa arus pilihan hati yang tidak mudah untuk diubah, entah upaya mengubahnya itu menggunakan nasehet secara baik-baik, atau sindiran-sidiran kata, atau gambar dalam bingkai, atau data-data ilmiah, bahkan menggunakan dalil dari kitab suci Alquran pun akan ditolak secara mentah-mentah, karena akal sehatnya telah terpengaruh oleh cinta buta. Ini terbukti pengingkaran kaum Ahoker muslim terhadap surat Almaidah, 51 yang menjadi viral di tengah masyarakat.
Walaupun pada hakikatnya, Allah SWT mempunyai dua utusan kepada umat manusia sebagai makhluk-Nya. Yang pertama utusan dari dalam, yaitu akal sehat, yang kedua utusan dari luar, yaitu para Rasul.
Tidak ada jalan bagi seorang pun untuk memanfaatkan utusan dari luar yang dapat dilihat mata, yaitu mengimani para Rasul serta para pewarisnya, sebelum ia mampu memanfaatkan utusan dari dalam yang tersembunyi, yaitu beriman menggunakan akal sehatnya secara sempurna.
Karena sehatnya utusan yang tersembunyi itu akan mampu mengetahui kebenaran utusan yang nampak. Kalau bukan karena akal sehat yang dimiliki seseorang, maka tidak akan berlaku sejuta dalil yang dihadirkan oleh para Rasul maupun para ulama sebagai pewaris perjuangan para Rasul.
Inilah sebabnya, mengapa Allah menyerahkan orang yang meragukan keesaan-Nya dan kebenaran para Rasul-Nya kepada akal sehat, dan memerintah manusia untuk mengandalkan akal sehatnya demi mengetahui kebenaran aturan syariat yang Allah sendiri menurunkannya kepada umat manusia. Hal ini terbukti betapa banyak ayat-ayat dalam Alquran yang diakhiri dengan kata-kata: Afalaa ta’qiluun (tidakkah kalian berakal?), Afalaa tatafakkaruun (tidakkah kalian berfikir?), atau kata-kata yang senada dengannya.
Jadi, akal itu adalah panutan bagi seluruh anggota tubuh manusia, sedangkan ajaran agama itu yang mengarahkan akal. Kalau tidak ada akal, maka agama tidak akan hidup. Sebaliknya, kalau bukan karena agama, niscaya akal menjadi bingung bahkan bisa mati.
Berkumpulnya akal dengan agama adalah sebuah kesempurnaan pada diri seseorang, ibarat apa yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran, Nuurun ‘alaa nuur (cahaya di atas cahaya). Akal yang sehat ditopang oleh keimanan yang sempurna dalam beragama. Itulah kesempurnaan hakiki yang seharusnya diraih oleh setiap muslim demi kebahagian hidup di akhirat nanti.