PERANG PEMIKIRAN & ADU KECERDASAN
Luthfi Bashori
Umat Islam di jaman sekarang, sedang berada di era ghazwul fikri (perang pemikiran). Umat Islam harus pandai berpikir kritis dan logis dalam menghadapi musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, kecerdasan akal setiap individu muslim itu perlu untuk terus diasah, hingga akan menjadi senjata yang super tajam, mematikan dan mampu menambah kewibawaan Islam di mata dunia.
Musuh-musuh Islam dari kalangan orang kafir maupun orang munafiq, pasti tidak akan pernah berhenti sedetikpun untuk menyerang umat Islam, baik secara fisik, intimidasi maupun perang pemikiran, yang secara riil terus mereka lakukan baik di dunia nyata maupun lewat dunia maya.
Jika kualitas keilmuan dan kecerdasan umat Islam terus diasah dan ditingkatkan, misalnya dengan cara aktif hadir di majelis-majelis ta’lim serta mengikuti diskusi-diskusi keislaman, khususnya yang bernuansa perjuangan membela Islam, maka Allah akan menolong umat Islam berupa pemberian ketajaman berpikir dan kecerdasan, hingga mampu menjadi senjata ampuh yang dapat mengalahkan musuh-musuh Islam.
Umat Islam yang berada di semua lini kehidupan, baik itu yang menjadi pejabat negara, tentara, polisi, pegawai, akademisi, para pedagang, masyarakat awwam pada umumnya, jamaah pengajian majelis ta’lim, kalangan pesantren apalagi dari kalangan para ulamanya, andaikata mereka dapat bersatu padu dalam satu barisan umat Islam, apalagi jika disupply senjata kecerdasan, ketajaman berlogika, kekuatan berpikir dan semangat juang membela Islam yang tinggi atau memiliki ghirah islamiyah yang dalam, maka akan menjadi kekuatan super besar yang akan mampu mengalahkan semua musuh-musuh Islam dari manapun datangnya.
Ketajaman akal dalam beranalog, sejatinya sudah sering diberikan oleh Allah kepada para ulama salaf di jaman dahulu kala, hingga tak jarang para ulama salaf itu mampu menundukkan musuh-musuhnya hanya dengan menggunakan kekuatan berpikir, bahkan ada di antara musush-musuh Islam itu, pada akhirnya ada yang menyatakan masuk Islam setelah kalah berdebat.
Pada suatu hari ada sekelompok kaum Atheis (Dahriyyin) hendak menyerang dan membunuh Imam Abu Hanifah di masjid. Lantas Imam Abu Hanifah berkata kepada mereka dengan keteguhan dan keimanan, “Jawablah pertanyaan dariku, kemudian perbuatlah sesukamu terhadapku”.
Maka mereka berkata, “Tanyakanlah!”
Imam Abu Hanifah lalu bertanya, “Apa menurut pendapat akal kalian tentang seseorang yang menyatakan, “Sesungguhnya aku melihat sebuah kapal yang penuh dengan muatan, dan kapal itu dikelilingi ombak dahsyat dengan gelombang besar di tengah lautan, serta angin yang kencang silih berganti. Namun, kapal itu tetap berlayar dengan lurus dan selamat, walaupun tanpa dikendalikan seorang nahkoda”...Nah, mungkinkah hal itu terjadi menurut akal kalian?”
Mereka menjawab, “Tentu tidak bisa diterima oleh akal.”
Maka Imam Abu Hanifah berkata, “Ya Subhanallah, jika menuntut hukum akal, tidak mungkin sebuah kapal berlayar di tengah laut dengan lurus tanpa ada yang mengemudi dan menjalankan, maka bagaimana pula dunia ini bisa berdiri dengan berbagai macam keadaannya, kejadian-kejadian yang berubah-ubah di dalamnya, berbagai penjuru dan wilayahnya yang luas dan berbeda tanpa ada yang membuat dan menciptakannya?”
Mereka semuanya tercengeng dan berkata, “Engkau berkata benar.” Kemudian mereka masuk Islam dan pergi dalam keadaan bertaubat.