BERKAPAL MENYEBERANG SELAT BOSPHORUS
Luthfi Bashori
Layaknya ikut rombongan tour, maka kami sekeluarga dijadwalkan menyeberangi selat Bosphorus menuju benua Eropa, dengan diantarkan oleh gaet asal Turki.
Kali ini kami diajak menikmati pemandangan selat bosphorus dengan naik kapal pelesir, seperti saat kami berada di sungai Nil Mesir. Hanya saja kapal di Turki ini tidak disediakan hiburan kesenian khas Turki.
Penjadwalan saat itu pada pagi menjelang siang, sehingga kami dapat menyaksikan pemandangan di sekitar selat dengan sangat jelas. Baik perumahan warga Turki maupun warga Eropa yang berada di pinggir selat tampat megah, bersih, rapi dan nyaman sekalipun kami hanya melihatnya dari kejauhan.
Demikian juga dengan situasi kapal sekalipun terkesan bukan kapal baru, namun sebagaimana kebiasaan masyarakat Turki yang bersih, maka kapal itu tampak terawat dengan baik dan nyaman.
Penumpang kapal juga variatif, ada yang warga asli Turki, ada turis dari entis China, ada pula turis dari etnis Arab, namun yang paling tampak sering berlalu-lalang adalah turis dari Eropa, di samping kami sekeluarga yang mewakili turis dari Asia Tenggara tentunya.
Turis dari Eropa itu, hampir di semua sudut negara Turki yang kami kunjungi, rasanya kami temukan mereka. Kami tahu mereka itu warga Eropa dilihat dari bahasa yang mereka gunakan, warna kulit yang kemerah-merahan namun tidak begitu bersih, tidak sebersih kulit warga Turki sendiri, serta kebiasaan cara berpakaian yang nyaris buka-bukaan, baik kalangan lelaki maupun perempuannya.
Di kapal pelesir ini, kami disuguhi pemandangan unik.Saat itu gaet keluarga kami, seorang lelaki asal Turki sengaja membeli roti yang sedikit kering. Lantas di tengah selat si gaet mengambil secuil roti dan dia lemparkan ke udara, maka dengan tiba-tiba saja segerombolan burung laut sebesar bangau berebut roti yang dilemparkan tadi. Hiburan gratis ala Turki ini menarik hati kami untuk ikut melakukannya, hitung-hitung sebagai tambahan hiburan.
Hiburan seperti di atas, sebenarnya bukanlan hal yang aneh di negara kita, sebut saja di penyebrangan laut antara Banyuwangi-Bali-Lombok, banyak anak-anak yang berenang dan menyelam di laut, kemudian para penumpang kapal melemparkan uang receh ke dalam air laut, lantas anak-anak tersebut mengejarnya sambil menyelam untuk mendapatkan kepingan uang receh tadi.
Penyeberanga ke benua Eropa kali ini adalah yang ke tiga kalinya bagi kami. Pertama tatkala di awal datang ke kota Istanbul, kami diantar naik mobil penjemputan. Ke dua tatkaka kami naik kereta Trim dan tersesat ke benua Eropa. Ke tiga adalah menyeberang diantar gaet asal Turki dengan naik kapal. Adapun tujuan menyeberang dengan kapal kali ini adalah mencari restoran muslim di benua Eropa untuk makan siang.
Kami diajak masuk restoran milik warga Turki yang berdomisili di Eropa. Menu pertama yang keluar adalah semacam bubur kacang hijau yang berasa gurih dipadu dengan roti tipis dan lalapan. Setelah suguhan pertama ini kami santap hampir habis, barulah disuguhkan semacam kuwah daging dengan telor rebus, itupun harus kita makan terlebih dahulu jika ingin mendapatkan suguhan berikutnya yaitu sekepal nasi. Setelah suguhan ke dua kami nikmati hingga hampir habis, maka keluarlah suguhan ke tiga berupa sekepal nasi berwarna kuning agak kemerahan, dengan lauk daging.
Tata cara penyuguhan menu ala Turki yang unik ini justru menjadi kendala tersendiri bagi perut kami. Lebih-lebih pengaruh rasa asam yang dominan menjadi kegemaran warga Turki, sedikit menambah problematika perut mulas bagi kami pribadi.
Benar, lidah masih mudah diajak kompromi, namun rupanya justru perutlah yang berbeda pendapat, maka terpaksa kami harus rajin mencari toilet untuk meredam maraknya unjuk rasa isi perut kali ini.