URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 5 users
Total Hari Ini: 208 users
Total Pengunjung: 6224320 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
BEBERAPA MASALAH PENTING TENTANG HAJI DAN UMRAH YANG BANYAK DIPERTANYAKAN  
Penulis: H.M. BASORI ALWI  [18/9/2009]
 

      BEBERAPA MASALAH PENTING
TENTANG
HAJI DAN UMRAH
YANG BANYAK DIPERTANYAKAN

Oleh :
H.M. BASORI ALWI


Pertama : Ihram haji atau umrah adalah rukun. Haji/ umrah tidak sah tanpa ihram. Orang yang berihram haji/ umrah sah saja berpakaian biasa namun terkena dam menyembeleh kambing, karena berpakaian ihram itu termasuk wajibnya haji sedang niat adalah rukun.

Kedua : Berihram wajib dimulai dari salah satu miqat (Bir ‘Ali, Rabigh/ Juhfah, Yalam-lam, Qornul Manazil dan Dzatu ‘Irq) bagi orang-orang Afaqi (di luar tanah haram Mekah). Adapun penduduk Mekah ia berihram haji dari Mekah. Bila berihram umrah bagi penduduk Mekah tidak sah kecuali dari Tan’im, Ji’ranah atau Hudaibiyah.

Ketiga : Wanita yang haid sah berihram dan boleh melakukan apa saja yang dilakukan orang yang berhaji selain thawaf. Jadi sah wukuf di ‘Arafah, bermalam di Muzdalifah dan melempar jamrah-jamrah. Apabila telah suci dari haidnya dia boleh thawaf dan sa’i, sedang hajinya sah dan tak terkena dam.

Keempat : Orang yang masuk Mekah tanpa ihram sedang ia bermaksud haji, ia boleh memilih: Kembali ke miqat lantas ihram darinya dan tak terkena dam, atau ihram di Mekah dan terkena dam.

Kelima: Thawaf disyaratkan suci dari hadats kecil dan besar, suci diri, pakaian dan tempatnya dari najis seperti shalat. Lain halnya sa’i, ia tidak disyaratkan suci.

Keenam : Orang yang tidak melempar jamrah aqabah tanggal 10 terkena dan satu. Dan tidak melontar jamrah hari-hari tasyriq seluruhnya (Ula/ Wustha/ ‘Aqabah), untuk satu kerikil terkena fidyah 1 mud (6 Ons) beras, 2 kerikil 2 mud (12 Ons) beras dan untuk 3 ke atas hingga seluruh kerikil terkena dam satu (seekor kambing).

Ketujuh : Barangsiapa melanggar sesuatu dari larangan ihram seperti : Berwangi-wangian, berpakaian biasa bagi laki-laki, memotong rambut, memotong kuku, menutup kepala dan lain-lain, maka untuk masing-masing pelanggar-an tersebut ia wajib membayar satu dam.

Kedelapan : Tidak boleh melakukan sa’i kecuali sesudah thawaf. Maka apabila orang melakukan sa’i kemudian thawaf qudum atau thawaf ifadhah, wajiblah ia mengulang sa’inya. Kalau tidak mengulang, tidak sahlah sa’inya. Menurut madzhab Hanafi, karena sa’i itu wajib bukan rukun maka ia wajib bayar dam kambing dan hajinya sah.

Kesembilan : Orang yang berihram tidak boleh tahallul kecuali dengan mencukur atau memotong rambut. Jika berpakaian ia berpakaian biasa atau berwangi-wangian sebelum cukur/ potong rambut maka ia terkena dam.

Kesepuluh : seluruh dam apapun harus disembelih di tanah haram. Lain halnya kurban, boleh disembelih dimanapun.

Kesebelas : Jima’ yang dilakukan sebelum wukuf di ‘Arafah, membatalkan haji, wajib dam onta, tidak boleh memperbaharui ihram, wajib qadha’ pada tahun berikutnya dan harus menuntaskan hajinya yang rusak itu. Kalau tidak, ia tetap berstatus ihram dan tak bias tahallul selam-lamanya. Adapun jima’ yang dilakukan sesudah wukuf di ‘Arafah dan sebelum tahallul awal maka sah hajinya tetapi terkena dam onta.

Kedua belas : Melontar jamrah pertama (jamrah aqabah) pada hari raya Nahr, waktunya mulai terbit matahari sampai malam. Boleh mendahulukannya mulai pertengahan malam hari raya bagi orang-orang yang lemah dari laki-laki, anak-anak dan perempuan, karena Rasulullah s.a.w. memberi keringanan kepada sebagian wanita dalam hal tersebut.

Ketiga belas : Sa’i  wajib dimulai dari Shafa menuju Marwah dan diakhiri di Marwah. Kalau dibalik yakni dimulai dari Marwah maka tidak sahlah yang pertama. Sedang yang kedua yang dari Shafa, sah dan dihitung pertama. Jika telah disempurnakan tujuh kali maka sahlah sa’i tersebut. Jika tidak , maka wajib mengulanginya.

Keempat belas : Pada hari raya Nahr ada 4 hal yang dilakukan : Pelontaran jamrah, penyem-belihan kurban, cukur rambut dan thawaf. Tertib ini wajib menurut Imam Syafi’i.

    Menurut Imam Abu Hanifah : Tertib antara pelontaran jamrah, penyembelihan dan cukur rambut adalah wajib. Maka tertib ini ditinggalkan, wajib membayar dam. Adapun thawaf maka tidak wajib ditertibkan dengan sesuatu.

Kelima belas: Mabit (bermalam) di Mina pada malam-malam Tasyrik (malam 11,12 dan 13) adalah wajib menurut Jumhur (mayoritas Ulama’) dan sunnah menurut Imam Abi Hanifah. Yang wajib dalam mabit adalah sebagian besar malam. Yakni lebih dari setengah malam sekalipun beberapa menit.

Keenam belas : bagi pelontaran jamrah-jamrah di hari-hari tasyriq ada 3 waktu :

1.    Waktu Fadhilah (utama) yaitu : dari tergelincirnya matahari di waktu dhuhur.
2.    Waktu Ikhtiyar, yaitu : Hingga matahari tenggelam tiap hari.
3.    Waktu Jawaz, yaitu : Hingga akhir hari tasyriq.

Menurut Imam Syafi’I : Boleh mengakhirkan semua pelontaran hingga pada hari ketiga dari hari-hari tasyriq. Lantas melontar jamrah ‘Aqabah saja (milik tanggal 10), kemudian melontar jamrah Ula, Wustha, ‘Aqabah (milik tanggal 11), kemudian melontar jamrah Ula, Wustha, ‘Aqabah (milik tanggal 13). Menurut beliau, ini semuanya adalah ada’ bukan qadha’.

Ketujuh belas : Jika seorang yang berihram terpaksa mencukur rambut kepala atau berpakaian yang meliput atau pelanggaran lain-lainnya selain jima’ dikarenakan sakit atau banyaknya kutu rambut maka ia boleh memilih mengenai dam :

1.    Puasa 3 hari.
2.    Memberi makan 6 orang miskin.
3.    Menyembelih kambing.

Kedelapan belas : orang yang berhaji tamattu’ yang tak bias menyembelih kambing karena faqir, sahlah baginya puasa 3 hari (dalam keadaan ia berihram) sebelum wukuf di ‘Arafah, dan 7 hari apabila sudah kembali dan berada di negerinya sendiri.

Kesembilan belas : Sa’i tidak disyaratkan muwalat (terus menerus) Jika sakit atau payah atau dikumandangkan iqamah shalat jama’ah maka bolehlah sa’i dihentikan dulu untuk shalat. Bila shalat telah selesai sa’i bisa dilanjutkan hingga sempurna.
Kedua puluh : Sebagaimana tidak disyaratkan muwalat antara thawaf dan sa’i, bolehlah juga beristirahat di antara keduanya.

    Imam Ahmad (Hambali) berkata : Tidak mengapa orang menunda sa’i hingga bisa istirahat atau hingga sore hari. Dan Imam Al Hasan berpendapat : Tidak Mengapa orang thawaf di pagi hari dan  menunda sa’i hingga waktu sore.

Kedua puluh satu : Ihramnya wanita adalah membuka wajahnya dan kedua telapak tangannya karena sabda Nabi s.a.w. yang artinya : “Janganlah seorang wanita menutup wajahnya (dalam ihram)  dan jangan berkaos tangan”. (diriwayatkan Imam Bukhari). Jika perlu menutup wajahnya karena bertemu orang laki-laki tidak mengapalah ia menutup wajah dengan syarat membukanya kembali jika orang-orang laki-laki tersebut telah melewatinya, disebabkan Siti ‘Aisyah dan istri-istri para sahabat telah berbuat demikian, sebagaimana apa yang diriwayatkan Abi Daud.

Kedua puluh dua : Wanita sewaktu ihram harus menjauhi semua apa yang dijauhi oleh orang-orang pria, kecuali dalam hal pakaian dan memakai khuf, maka baginya diperbolehkan hal itu demi menutup auratnya.

Kedua puluh tiga : Wanita tidak benar mengeraskan suaranya dengan talbiyah. Ia  bertalbiyah sekedar ia dengar sendiri atau didengar teman dekatnya. Ia haram mengeras-kan suara seperti para pria.

Kedua puluh empat : Orang yang sedang ihram tidak sah nikah atau menikahkan orang lain karena dilarang oleh Nabi s.a.w.. kalau ia nikah maka batallah nikahnya menurut jumhur (mayoritas Ulama’)

Kedua puluh lima : Orang yang sedang ihram boleh membunuh hewan yang mengganggu/ bahaya seperti ular, kalajengking, anjing gila, tikus dan segala hewan yang memusihi orang atau mengganggunya. Pembunuhnya tak dikenai fidyah/dam.

Kedua puluh enam : Jika orang yang sedang muhrim terhalang menyempurnakan hajinya karena sakit atau musuh yang menghadang atau tidak aman jalannya, maka ia boleh tahallul dan ia terkena dam.

Kedua puluh tujuh : Jika muhsor (orang yang terhalang) tersebut tak mampu membayar dam atau tak punya uang seharganya maka ia boleh puasa 10 hari kemudian bertahallul menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedang Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat : tak bisa diganti, karena  hal itu tak disebut di dalam Al Quran. Pendapat  yang pertama (Syafi’i dan Ahmad) adalah lebih benar karena dikiaskan dengan orang yang berhaji tamattu’ tidak bisa mebayar dam.

Kedua puluh delapan : Orang yang telah berihram haji tidak boleh pindah ke haji tamattu’ dengan umrah menurut jumhur, karena firman Allah s.w.t. yang artinya :” Dan sempurnakanlah haji dan umrah oleh kalian karena Allah”. Dan perintah Rasulullah s.a.w. kepada para sahabatnya untuk merubah haji kepada umrah adalah bersifat khusus bagi para sahabat dengan dalil hadits riwayat Imam Muslim dari Abi Dzar Al Ghifari bahwasannya ia berkata : Men-Tamattu’-kan haji adalah untuk para sahabat Nabi Muhammad s.a.w. khusus (H.R. Muslim). Sedang Imam Ahmad membolehkan mengubah haji ke umrah, karena Rasulullah memerintahkannya kepada para sahabatnya. Pendapat jumhur lebih kuat dan lebih menang. Wallahu a’lam.

Kedua puluh Sembilan : Orang yang sedang ihram boleh membasuh kepala dan badannya      (waktu mandi) dan menggosok tubuhnya tapi dengan pelan-pelan, agar tidak rontok rambutnya karena perkataan Siti ‘Aisyah r.a. :      “Gosoklah dan berhati - hatilah dalam  meng-gosok”.

Ketiga puluh : Di dalam hadits asy Syarif diterangkan : “ Haji yang mabrur tiada pahalanya kecuali surga”. H.R. Bukhari-Muslim). Tanda haji mabrur, bahwa seorang haji pulang menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Amat senang taat dan menjauhi maksiat, menghadap Tuhannya dengan hati yang semata kembali kepada-Nya, dengan amal terpuji serta kecintaannya semata-mata akhirat.

“Rabanaj ‘alnaa hajjan mabrura, wa sa’yan masykura, wa dzanban maghfura, ya arhama ar Rahimin. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammadin, wa al Hamdulillahi rabbi al ‘Aalamin”.

Pedoman :
1.    Al Fiqh asy Syar’i al Muyassar Ahkamul Hajji wal Umrah, karangan : Asy Syekh Ali As Shobuni.
2.    Al Mughni fi Fiqh al Hajji wal Umrah. Karangan : Sa’id bin Abdul Qodir Baa Syinfar.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam