SEDANG DICARI PEMIMPIN YANG TAAT KEPADA ALLAH DAN CINTA INDONESIA
Luthfi Bashori
Jika memperhatikan kondisi bangsa Indonesia dewasa ini, maka rasanya semakin hari semakin tampak karut marutnya di banyak sektor. Bagaimana tidak, hal ini terbukti bahwa hampir setiap saat masyarakat disuguhi berita tentang maraknya para pemimpin yang saling berebut jabatan, atau saling menyikut demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, atau para pejabat yang terlilit kasus korupsi uang negara.
Sulitnya mencari lapangan pekerjaan bagi warga asli pribumi hampir terjadi di mana-mana. Namun tidak demikian dengan warga Asing dan A-Seng yang terus berdatangan untuk mengeruk kekayaan di Indonesia. Untuk kepentingan Asing dan A-Seng itu tampak semakin mudah saja jalannya bagi mereka. Anehnya, para pemimpin negara ini semakin rajin mengimport tenaga asal China, tanpa ada aturan pembatasan sedikitpun yang sekira dapat menolak kedatangan mereka.
Padahal, dampak negatif yang akan timbul jika keberadaan jumlah pengangguran dari kalangan pribumi semakin membengkak, maka secara otomatis akan menimbulkan maraknya tindak kriminalitas di tengah masyarakat.
Jika tingkat kriminalitas di suatu negara sudah mendominasi situasi di lapangan, maka kehancuran negara tersebut hakikatnya sudah depan mata.
Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang mana kemerdekaannya itu adalah berkat rahmat dan pemberian dari Allah SWT, maka rasanya bangsa ini sedang membutuhkan para pemimpin negara yang benar-benar beriman serta taat kepada Allah, cakap dalam memimpin negara serta mencintai Indonesia dari relung hatinya.
Jika Indonesia dipimpin oleh para pejabat yang kuat imannya, mencintai negaranya dan selalu mengacu kepada syariat yang telah ditentukan oleh Allah untuk mengatur kehidupan masyarakat, niscaya Allah akan menurunkan keberkahan hidup bagi seluruh bangsa Indonesia tanpa kecuali.
Diceritakan bahwa orang-orang mengalami musim paceklik. Kemudian raja Abdurrahman Al-Umawi menyuruh Qadhi Mundzir Al-Baluthi rahimahullah mengadakan shalat (minta hujan) untuk mereka. Ketika datang utusan membawa surat dari raja, Qadhi Mundzir bertanya, “Bagaimana engkau melihat keadan raja?”
Utusan itu menjawab, “Aku melihat dia sebagai yang paling khusyuk dan paling banyak berdoa serta merendahkan diri.”
Maka Qadhi berkata, “Demi Allah, kalian akan mendapat hujan, apabila penguasa bumi tunduk kepada Allah, maka penguasa langit akan menurunkan rahmat.”
Kemudian ia berkata kepada pelayannya, “Serukan shalat kepada orang-orang.”
Maka datanglah orang-orang ke tempat shalat, dan Qadhi Mundzir pun datang, lalu menaiki mimbar, sementara orang-orang memandang kepadanya dan mendengarkan apa yang dikatakannya.
Ketika beliau menghadap kepada mereka, yang pertama diucapkan kepada mereka ialah, “Salamun ‘alaikum. Tuhan kalian telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (yaitu) bahwasannya barang siapa (berbuat kejahatan di antara kalian lantaran kebodohan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Arti dari QS. An’am, 54).
Kemudian beliau mengulanginya beberapa kali. Maka orang-orang mulai menangis dan merintih, berdoa dengan merendahkan diri, bertaubat dan beristigfar. Mereka tetap seperti itu hingga turun hujan, dan mereka kembali berjalan melewati air yang menggenangi jalan.