SHALAT DUA HARI RAYA
(SHALAT HARI RAYA FITRI DAN ADHA)
KHM . BASORI ALWI
Shalat Idul Adha lebih utama karena telah datang dalam firman Allah s.w.t. :
“fashalli lirabbika wanhar”
Artinya: “Maka shalatlah engkau pada Tuhanmu dan berkurbanlah”.
HUKUMNYA :
Sunnah,bahkan dia shalat sunnah yang paling utama. Ada yang mengatakan fardhu kifayah. Dan menurut Imam Abi Hanifah adalah wajib.
WAKTUNYA :
Sejak terbitnya matahari sampai zawal (tergelincir) pada hari raya Idul Fitri: (Tanggal 1 Syawal) dan pada hari raya Adha: (Tanggal 10 Dzul Hijjah).
SUNNAH-SUNNAHNYA:
1. Mengakhirkan hingga matahari naik seukuran ujung tombak.
2. Dilakukannya di masjid, jika menampung dan jika tidak maka di lain masjid. Wanita-wanita yang haid berdiri di pintu masjid perlu mendengarkan khutbah.
3. Menghidupkan kedua malam hari raya dengan ibadah.
4. Mandi sejak pertengahan malam.
5. Berwangi-wangian dan berhias: Bagi yang duduk di rumah dan yang keluar, yang tua-tua dan anak-anak kecil,baik yang shalat maupun yang tidak. Dan disunnahkan bagi wanita-wanita yang tidak mempunyai rupa menarik disunnahkan keluar dengan pakaian keseharian. Adapun wanita muda dan yang mempunyai rupa menarik maka makruhlah mereka mendatangi kedua shalat hari raya, sedang shalat mereka di rumah lebih utama.
6. Berpagi-pagi ke masjid bagi selain imam.
7. Berjalan kaki ke tempat shalat waktu berangkat dan pulang melalui jalan lain yang lebih dekat, karena pahala berangkat lebih besar, maka disunnahkan memperpanjang per-jalanan untuk memperbanyak pahala dengan banyaknya langkah,dan agar diminta fatwanya jika ia orang ahli ilmu serta bershodaqoh dalam kedua perjalanan tersebut. Dan agar supaya kedua jalan tersebut menjadi saksi baginya.
8. Bersegera shalat Idul Adha di awal waktunya agar luas waktu berkurban sesudah shalat.
9. Mengakhirkan shalat Idul Fitri hingga naiknya matahari seukuran dua ujung tombak agar menjadi luas waktu mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat.
10. Makan pagi sbelum shalat Idul Fitri. Yang lebih utama makan kurma dengan ganjil agar istimewa hari raya itu dari hari sebelumnya dengan bercepat-cepat makan.
11. Imsak (tidak makan) sejak terbit fajar dalam Idul Adha hingga rampung shalat ‘id dan menyembeleh kurban serta makan dari daging kurban tersebut.
TATA CARA SHALAT HARI RAYA:
Yaitu dua rakaat yang di dalam keduanya disunnahkan:
1. Bertakbir pada rakaat pertama 7x dengan yakin antara do’a istiftah dan ta’awwud dan dalam rakaat kedua 5x takbir.
2. Mengangkat kedua tangan di dalam takbir.
3. Mengeraskan suara takbir bagi Imam, makmum dan yang shalat sendiri.
4. Antara tiap dua takbir membaca : ”Al Baaqiyaat as Sholihat”.
“Subhaana Allahi wa al Hamdulillahi walaa ilaaha illa Allah wa Allahu Akbar
5. Meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di bawah dada pada antara setiap dua takbir.
6. Menyambung takbir - takbir tersebut dengan ta’awwud.
7. Membaca dalam kedua rakaat tersebut dua surat : “Qaaff” dan “Iqtarabat” atau surat “Al a’laa” dan “Al Ghaasyiah”
SUNNAH-SUNNAH KHUTBAH :
1. Jika shalat berjama’ah disunnahkan sesudah shalat berkhutbah dua, seperti kedua khutbah Jum’at mengenai rukun-rukun dan sunnah - sunnahnya, tidak mengenai syarat - syaratnya, seperti; berdiri menutup aurat, suci dan duduk antar dua khutbah. Jika shalat sendiri tidak usah berkhutbah.
2. Sebelum dua khutbah, hendaklah duduk sebentar seukuran duduk karena adzan di dalam jum’at.
3. Membaca takbir di dalam pembukaan pertama 9x dan di dalam khutbah kedua 7x.
4. Di dalam dua khutbah tersebut hendaklah menerangkan apa yang cocok dengan keadaan, seperti mengemukakan hukum-hukum zakat fitrah di dalam Idul Fitri dan hukum-hukum berkurban di dalam Idul Adha.
BEBERAPA MASALAH DALAM HARI RAYA :
1. Disunnahkan tahni’ah (mengucapkan salam) pada hari raya. Dan masuknya waktu tahni’ah Idul Fitri pada waktu terbenamnya matahari malam hari raya, dan dalam Idul Adha pada subuh hari ‘Arafah.
2. Andaikata ternyata –Sebelum zawal (tergelincirnya matahari) pada tanggal 30 Ramadhan- bahwa hari itu hari raya dengan persaksian rukyatul hilal sedang waktu untuk menghimpun manusia dan shalat masih ada, haruslah mereka melakukan berbuka ( tidak puasa ) dan melakukan shalat ‘id secara ada’.
3. Andaikata ternyata hal tersebut terjadi sebelum zawal sedang waktu untuk shalat tidak mencukupi, atau hal tersebut terjadi sesudah zawal namun persaksian sebelum terbenamnya matahari bisa dipandang adil maka haruslah mereka berbuka (tidak puasa) lantas mereka mengqodho’ shalat ‘id karena waktu shalat ‘id sudah habis.
4. Andaikata ternyata hal tersebut (Berita Rukyatul Hilal) terjadi sesudah ter-benamnya matahari maka merekapun shalat ‘id besok paginya secara ada’.
TAKBIR KEDUA HARI RAYA :
Disunnahkan takbir dengan mengeraskan suara bagi pria, dan lafadznya yang datang dari Nabi s.a.w. :
“ Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illa Allah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahi al Hamdu, Allahu Akbar kabiiraa, wa alhamdu lillahi katsiraa, wa subhana Allahi bukratan wa atsilaa, laa ilaaha illallahu wahdah, shadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah wa a’azzajundah wa hazama al ahzaaba wahdah, laa ilaaha illallahu wala na’budu illa iyyahu mukhlisiina lahu ad Diina walau kariha al Kaafirun, laa ilaaha illa Allah wa Allahu Akbar , Allahu Akbar wa Lillahi al Hamdu”
MACAM TAKBIR : MURSAL DAN MUQOYYAD.
1. Mursal ialah mutlak (bebas) dari kaitan dengan shalat, maka orang bisa bertakbir dalam segala waktu dan takbir ini di dalam hari raya Fitri dan hari raya Adha.
Waktunya :
Mulai dari terbenamnya matahari malam hari raya sampai waktu takbiratul ihram shalat hari raya.
2. Muqoyyad: Sesudah shalat, baik fardhu maupun sunnah, ada’ atau qodho’ sekalipun shalat jenazah; dan takbir muqoyyad ini hanya pada idul Adha.
Waktunya:
Bagi yang tidak beribadah haji :
Sejak subuh hari ‘Arafah hingga Ashar akhir hari-hari tasyriq.
Adapun bagi yang ibadah haji :
Dia bertakbir sejak dhuhur hari Nahar (Adha) hingga subuh akhir hari-hari tasyriq. Kalau dia telah tahallul maka dia bertakbir hingga Ashar. Dan takbir Mursal bagi Idul Fitri lebih utama dari takbir mursal bagi Idul Adha. Adapun takbir muqoyyad bagi Idul Adha adalah lebih utama dari pada keduanya (Mursal Fitri dan Mursal Adha).
KURBAN
1. Kurban artinya hewan yang disembeleh untuk pendekatan diri kepada Allah s.w.t. dengan niat karena-Nya pada hari Idul Adha dan tiga hari tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzul Hijjah).
2. Hewan kurban hanyalah domba, lembu dan unta.Tidak sah selain tiga tersebut.
3. Permulaan waktu penyembelehan adalah sebubar shalat Idul Adha dan khutbahnya berakhir pada tanggal 13 Dzul Hijjah sebelum maghrib.
4. Umur Kurban:
• Bagi domba/kibasy genap setahun ke atas atau telah tanggal giginya.
• Bagi kambing kacangan dua tahun ke atas.
• Bagi lembu genap dua tahun ke atas.
• Bagi unta genap lima tahun ke atas.
5. Tidak cukup berkurban dengan hewan yang tidak berotak atau bersum-sum. Ini tampak pada kekurusan yang sangat. Tidak cukup juga yang putus sebagian ekornya atau putus telinganya dengan nampak jelas, sekalipun sedikit. Juga yang timpang kakinya, rusak mata sebelah dan nampak jelas sakitnya. Tidak mengapa yang robek telinganya.
HUKUMNYA
1. Untuk Nabi Muhammad s.a.w wajib. Untuk ummatnya sunnah muakkad bagi setiap orang sunnah a’in dan sunnah kifayah bagi satu keluarga.
2. Kurban bagi seseorang bisa berubah menjadi wajib, jika dinadzarkan.
Contoh Nadzar :
Aku bernadzar akan berkurban pada Idul Adha ini.
Kambing ini kunadzarkan untuk kurban.
Kedua contoh ini adalah bentuk nadzar hakiki. Adapula yang hukumnya sama dengan nadzar walaupun tidak disebutkan perkataan nadzar, seperti :
Hari ini aku akan menyembeleh kurban.
Kambing ini kujadikan kurban.
Aku akan membeli kambing untuk kurban.
Menjawab pertanyaan: “Untuk apa kambing itu”? Jawab : ”Untuk kurban”.
Mengucapkan niat waktu menyembeleh kurban dengan lisan : “Aku berniat menyembeleh kurban karena Allah”.
Contoh-contoh seperti di atas adalah nadzar hukmi. Hukumnya sama dengan nadzar hakiki. Nadzar hakiki atau hukmi menyebabkan hewan kurban menjadi kurban wajib.
3. Kurban sunnah sebagian dagingnya boleh dimakan oleh si pengurban dan orang kaya. Kedua orang ini hanya boleh makan dan memanfaatkannya, tidak boleh memlikinya. Karena itu tidak boleh menjualnya, menukarkannya dengan barang lain atau menjadikannya sebagai ongkos penyem-belehan. Begitu pula mengenai kulitnya.
4. Kurban sunnah tidak sah kalau sebagian dagingnya yang mentah tidak diberikan kepada si fakir atau si miskin walaupun hanya sedikit. Tetapi yang terbaik diberikan semua atau sebagian besar kepada fuqoro’ dan masakin.
5. Kurban wajib seluruhnya wajib diberikan kepada fuqoro’/ masakin sebagai milik. Artinya mereka boleh makan, meman-faatkannya dan menjualnya. Bagi pengurban dan orang kaya haram ikut makan dan memanfaatkannya.
6. Jalan keluar agar supaya status kurban itu tetap sunnah, seseorang yang menyebutkan kurbannya agar menambah dengan perkataan sunnah, misalnya :
“Ini kurban sunnahku”.
“Aku akan kurban sunnah”.
“Aku wakilkan kurban sunnahku ini penyembelehannya padamu”.
Waktu ditanya panitia: ”Kurban siapa ini?” Jawab: “Kurban sunnahku”.dsb.
(Lihat I’anah at Thalibin juz II hal 331 baris ke 17 dari atas) tentang pengucapan niat dan kitab Bughiyatul Mustarsyidin hal 258).
MEWAKILKAN
1. Boleh dan sah orang mewakilkan kepada orang lain yang islam untuk membeli kambing, menyembeleh dan sekaligus meniatkan berkurban untuk yang mewakilkan tadi.
2. Boleh dan sah juga pengurban meniatinya waktu membeli kambing, kemudian menyerahkan penyembelehannya kepada orang lain sekalipun yang diserahi tidak diberitahu, bahwa itu kambing kurban.
3. Jika orang menyerahkan / mengirimkan kurbannya kepada pantia, sebaiknya diniati sendiri terlebih dahulu.
Contoh berniat :
• Aku berniat kurban dengan kambing ini karena Allah. (kalau diniatkan hanya dalam hati).
• Aku berniat kurban sunnah dengan kambing ini karena Allah (Kalau diniatkan di dalam hati dan diucapkan dengan lisan).
MENGORBANI ORANG LAIN
1. Sah seseorang mengurbani keluarganya yang nafkah hidupnya menjadi tanggungannya tanpa seijin mereka baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal.
2. Seseorang sah mengurbani orang lain yang bukan keluarganya hanya dengan seijinnya dalam keadaan ia masih hidup atau wasiatnya dalam keadaan yang dikurbani sudah wafat. Mengurbani orang lain tanpa seijin atau tanpa wasiatnya adalah tidak sah sebagai kurbannya yang mengurbani dan yang dikurbani, jelasnya masing-masing tidak memperoleh pahala.
KURBAN PATUNGAN/ KOLEKTIF
1. Seekor kambing sah menjadi kurban hanya oleh seorang pengurban. Tidak sah dipatung sebagai kurban oleh dua orang ke atas.
2. Seekor unta atau lembu sah dijadikan kurban patungan/ kolektif hanya oleh tujuh orang yang berarti masing-masing sepertujuh bagian.
3. Berpatungan kambing kurban oleh dua orang ke atas tidak sah. Sedangkan mematungkan pahala kurban untuk orang lain walaupun banyak, hukumnya sah dan seluruhnya memperoleh pahala kurban itu.
Contoh kurban patungan :
A dan B berserikat membeli seekor kambing lantas dikurbankan oleh keduanya. Tidak sah.
A dan B berserikat membeli dua ekor kambing dan dikurbankan untuk dua orang tersebut tanpa kejelasan, kambing yang mana milik A dan yang mana milik B. Tidak sah.
Contoh mematungkan / menserikatkan pahala:
Seseorang menyembeleh kurbannya dengan niat pahalanya untuk dirinya dan untuk orang lain. Seperti waktu menyembeleh ia mengucapkan :
” Aku niat berkurban sunnah untukku dan untuk Fulan atau untuk keluargaku”. dsb.