RASULULLAH SAW TIDAK MENYALATI JENAZAH KORUPTOR
Luthfi Bashori
Hukum shalat jenazah untuk seorang muslim yang baru meninggal dunia adalah fardlu kifayah, artinya jika ada sebagian masyarakat telah melakukannya maka gugurlah kewajiban bagi sebagian yang lain, namun jika tidak ada satupun yang bersedia menyalati jenazah orang muslim, maka seluruh masyarakat se tempat telah berdosa kepada Allah.
Kewajiban shalat jenazah itu tetap berlaku sekalipun untuk orang yang ahli maksiat jika jenazah tersebut benar-benar muslim, namun untuk kasus-kasus kemaksiatan yang dampak buruknya itu dapat mempengaruhi warna kehidupan masyarakat secara umum, seperti terhadap jenazah para koruptor, maka hendaklah para ulama dan tokoh masyarakat tidak ikut menyalatinya, dan cukuplah yang menyalatinya itu dari kalangan masyarakat awwam. Hal ini dengan tujuan agar perilaku negatif si jenazah semasa hidupnya itu tidak diikuti oleh orang lain.
Sy. Zaid bin Khalid RA mengungkapkan, bahwa ada seorang laki-laki dari shahabat Nabi SAW yang meninggal dunia pada saat perang Khaibar. Lalu para shahabat yang lain memberitahukan kepada Rasulullah SAW.
“Shalatkanlah temanmu itu,” perintah Rasulullah SAW.
Seketika para shahabat merasa heran dengan sikap Nabi SAW. Lantas Rasulullah SAW menerangkan, “Sesungguhnya teman kalian itu telah melakukan korupsi barang-barang sabilillah.”
Para shahabat pun memeriksa barang-barang milik lelaki yang telah meninggal tersebut, lalu mereka menemukan selembar kain selendang pampasan perang milik seorang Yahudi yang harganya kurang dari dua dirham. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i).
Sy. Tsauban RA menyatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang pada hari Qiyamat kelak terlepas dari tiga perkara, yaitu sombong, korupsi, dan hutang, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).