KEJUJURAN TERMASUK BAGIAN DARI IMAN
Luthfi Bashori
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak beriman bagi orang yang tidak jujur dan tidak dapat dipercaya (tidak dapat menunaikan amanah), dan tiada agama (tidak beriman) bagi orang yang tidak dapat dipegang janjinya.” (HR. Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik)
Orang yang tidak dapat menjaga kejujuran dalam dirinya, sama halnya tidak memiliki keimanan yang sempurna, karena kejujuran itu adalah bagian dari iman.
Sedangkan orang yang tidak memiliki keimanan, maka ancamannya adalah akan menjadi penghuni neraka.
Suatu hari ada seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Ya Rasulullah, apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?”
“Ya.” Jawab beliau SAW.
“Apakah seorang mukmin bisa menjadi kikir?”
“Ya.”
“Apakah seorang mukmin bisa menjadi pendusta?”
“Tidak.” (HR. Imam Malik)
Sifat dusta itu sama halnya dengan tidak jujur, karena itu siapapun yang menjadi pendusta maka akan lenyaplah keimanan pada dirinya, baik suka atau tidak suka. Sebaliknya siapa saja yang selalu memelihara sifat jujurnya, maka ia akan mendapatkan kehormatan hingga pengakuan dari Allah atas kemuliaannya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sungguh kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke sorga. Seseorang yang selalu bertindak jujur akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Kemuliaan orang muslim yang selalu berusahan berbuat jujur, akan dapat dirasakan sejak ia hidup di tengah lingkungan masyarakat, misalnya dengan timbulnya kepercayaan orang lain kepadanya maupun banyaknya penghormatan masyarakat terhadap dirinya, dengan demikian ia merasa nyaman serta bahagia saat menjalani kehidupannya, dan kebahagian seperti itu akan ia dapatkan hingga kelak di akhirat.
Sy. Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib RA. mengemukakan, bahwa ia menghafal beberapa kalimat dari Nabi Muhammad SAW yaitu, “Tinggalkankah apa yang kamu ragukan, dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur itu menciptakan ketenangan, dan dusta itu menimbulkan kebimbangan.”