SHAHABAT ABU AYYUB AL-ANSHARI, RA
Luthfi Bashori
Mendengar nama Sayyidina Abu Ayyub An-anshari, sudah dapat dipastikan bahwa beliau berasal dari penduduk Madinah Almunawwarah. Karena di dalam sejarah perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah menuju Madinah, maka rumah penduduk kota madinah yang pertama kali disinggahi oleh Nabi SAW, adalah rumah Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari. Namun dalam perjalanan hidup Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari, pada akhirnya beliau memilih hijrah ke Negara Turki dengan meninggalkan sejuta kenangan kota Madinah yang sangat beliau cintai.
Tentunya kedatangn Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari ke negara Turki tiada lain hanyalah untuk menyebarkan agama Islam di Turki. Karena itu beliaulah yang disebut-sebut sebagai pendiri kota Istanbul yang pada saat dinasti Utsmaniyyah, Istanbul menjadi pusat peradaban Islam.
Kami berziarah ke makam Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari. Sebuah makam yang dibangun dengan arsitektur sangat indah dan berkelas. Pada dinding bagian depan Masjid yang beliau bangun terdapat ornament dengan warna biru yang menjadi ciri khas peninggalan Turki kuno. Masjid Abu Ayyub Al-anshari ini sekaligus menjadi bagian dari makam beliau, layaknya yang terjadi pada Masjid Nabawi sebagai tempat persemayaman Rasulullah SAW.
Tatkala masuk ke wilayah makam beliau, maka terdapat suasana dengan kesan sangat wibawa dan menyejukkan hati. Kami dapat berdoa dengan khusyuk mengharap kepada Allah, agar selalu memberikan derajat yang tinggi bagi Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari, dan tak lupa agar Allah menurunkan rahmat dan hidayahNya untuk kami yang berziarah dan keluarga kami yang menunggu kedatangan kami di rumah, serta seluruh handai taulan, karib kerabat dan semua umat Islam, berkat karamah dan maqam Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari sebagai shahabat Nabi SAW yang menjadi penyebar agama Islam di Turki.
Tentunya beliau meninggalkan kota Madinah dengan penuh pengorbanan. Bagaimana tidak, para shahabat yang lain sering kali berebut barakah dari hal-hal yang berhubungan langsung dengan Nabi SAW. Ada di antara para shahabat yang menyimpan rambut Nabi SAW, sorban Nabi SAW, tongkat Nabi SAW dan lain sebagainya. Namun shahabat Abu Ayyub Al-anshari, pemilik rumah yang sangat bersejarah, karena sebagai rumah penduduk Madinah yang pertama kali disinggahi oleh Nabi SAW tatkala berhijrah, justru harus ditinggalkannya guna berdakwa menyebarkan agama Islam di Negara Turki yang sangat dekat berseberang selat dengan benua Eropa.
Tentunya, perjuangan beliau di Turki ini tidaklah ringan, mengingat Eropa sejak dahulu kala adalah termasuk wilayah yang didominasi oleh pengaruh kaum Nashara. Sebut saja Vatikan sebagai pusat kota Nashara dunia berada di Negara Italia di benua Eropa. Untuk itulah, demi menambah motivasi juang di medan berat Negara Turki ini, sayyidina Abu Ayyub Al-anshari membawa kenang-kenangan sepotong kayu yang pernah diinjak oleh kaki Nabi SAW, atau petilasan tapak kaki Rasulullah SAW, yang mana hingga saat kini tetap rapi disimpan dan ditempelkan pada dinding masjid yang beliau bangun, yaitu Masjid Abu Ayyub Al-anshari.
Petilasan tapak kaki Nabi SAW bukanlah sekedar benda yang dianggap antik, namun para shahabat di jaman itu, menyakini adanya barakah dari benda-benda yang pernah disentuh Nabi SAW maupun barang-barang milik Nabi SAW. Sayyidina Abu Ayyub Al-anshari termasuk salah seorang yang tidak ingin jauh dari benda-benda yang terkait langsung dengan pribadi Nabi SAW. Maka sangat tepat beliau memboyong potongan kayu petilasan tapak kaki Nabi SAW, dan selalu diletakkan di tempat yang berdekatan dengan domisili beliau.
Mudah-mudahan umat Islam Ahlus sunnah wal jamaah tetap dapat melestarikan keyakinan para shahabat Nabi SAW semacam ini, dan tidak ikut-ikutan terhadap langkah dan pemahaman kaum Wahhabi yang menuduh bid`ah dan syirik kepada siapa saja yang meyakini adanya barakah pada benda-benda yang berkaitan langsung dengan pribadi Nabi SAW, maupun pribadi para shalihin. Padahal para shahabatlah yang pertama kali mengajarkan keyakinan tersebut.
Tentunya para shahabat itu tidaklah melakukannya tanpa sepengetahuan Nabi SAW, namun mereka justru mengamalkan keyakinan ngalap (mencari) barakah dari barang-barang Nabi SAW, di saat Nabi SAW masih hidup, dan ayat-ayat Alquran masih dalam proses penurunan. Alhamdulillah tidak ada satupun ayat Alquran maupun hadits shahih yang secara sharih (to the poin) melarang dan mengharamkan umat Islam yang berkeyakinan adanya barakah pada barang-barang yang berkaitan langsung dengan pribadi Nabi SAW maupun pribadi para shalihin. Tentunya umat Islam tidak akan menyembah barang-barang peninggalan Nabi SAW maupun para shalihin tersebut, namun umat Islam tetap boleh menyimpannya dan meyakini adanya barakah yang diturunkan oleh Allah melewati benda-benda tersebut.
Minimal meyakini, jika saja Nabi SAW dapat mengatakan sesuatu secara langsung kepada orang-orang yang merawat benda-benda milik beliau SAW maupun yang berkaitan dengan pribadi beliau SAW, pasti Nabi SAW akan berterima kasih kepada para perawat benda peninggalan yang menjadi salah satu bukti nyat, bahwa figur Nabi Muhammad SAW pernah lahir di muka bumi ini sebagai utusan Allah SWT.