URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 98 users
Total Pengunjung: 6224205 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
PLUS – MINUS FATWA AGAMA YANG BEREDAR DI TENGAH MASYARAKAT 
Penulis: Pejuang Islam [ 30/5/2016 ]
 
PLUS – MINUS FATWA AGAMA
YANG BEREDAR DI TENGAH MASYARAKAT


Luthfi Bashori

Jaman sekarang  ini, musimnya peredaran fatwa keagamaan di media sosial, yang sering kali fatwa-fatwa itu tidak ada rujukannya yang jelas, bahkan banyak di antara fatwa yang beredar itu tanpa ada nama penulis sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap isi fatwa tersebut.

Padahal tanggung jawab terhadap fatwa terkait ilmu agama yang disebarkan itu adalah suatu kewajiban yang akan dipertanggungjawabkannya baik secara ilmiah apalagi kelak di hadapan Allah SWT.

Hakikat ilmu agama itu memang sangat bermanfaat bagi siapapun yang memilikinya, namun para pendistribusi ilmu agama itu hendaklah pandai juga mengukur kemampuan dirinya, apakah ia sudah layak untuk menyampaikan ilmu yang diketahuinya kepada khalayak atau belum?

Jika sudah layak, maka ilmu tersebut akan dapat memakmurkan kehidupan masyarakat sekitarnya.

Termasuk juga, apakah ilmu yang dimilikinya itu bersumber dari rujukan yang valid sesuai standar yang ditentukan oleh para ulama salaf atau tidak?

Jika sudah valid, maka ilmu yang disebarkannya itu akan dapat dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat.

Atau apakah tidak seharusnya ia menjadikan ilmu yang dipahaminya itu hanyalah untuk memperbaiki diri sendiri?

Misalnya karena keterbatasan pemahamannya yang dimilikinya jika akan ikut menyebarkannya, hingga dirinya khawatir tidak dapat bertanggungjawab atas kebenaran apa yang ia sampaikan.

Sahabat Abi Musa berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku untuk menyiarkannya, adalah seperti hujan yang banyak dan turun ke bumi. Ada bumi yang subur menerima air dan menumbuhkan tanaman serta rumput yang banyak. (ini perumpamaan orang alim yang memberi manfaat ilmu kepada masyarakat secara luas)

Ada pula bumi yang tandus menahan air. Maka Allah memberi manfaat dengannya kepada manusia hingga mereka minum darinya dan menyiram serta menanam. (ini perumpaan orang alim yang memberi manfaat ilmu kepada jamaahnya)

Hujan itu juga turun di bagian bumi yang lain. Bumi itu merupakan tanah datar yang tidak menahan air dan tidak menumbuhkan tanaman. Itu adalah perumpamaan orang yang memahami tentang ilmu agama dan bermanfaat bagi dirinya dari ilmu yang aku diutus Allah untuk menyebarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dalam Shahihain dari hadits Sy. Abdullah bin Ummar RA bahwa ia berkata, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara langsung dari manusia. Akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Ketika tidak tersisa seorang alim pun, maka masyarakat akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh (awwam agama). Kemudian mereka ditanya, lalu memberi fatwa tanpa ilmu (yang memadai) sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.

Disebutkan dalam Mukhtashar Syu’abil Iman mengomentari hadits ini, yakni para ulama wafat dan terbukalah ruang yang luas bagi orang-orang yang bodoh (untuk berfatwa).”

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam