NUANSA ISTIQOMAH DALAM KEHIDUPAN
As Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki
Istiqomah dalam kehidupan seorang muslim yang terbina bukanlah hiasan budi pekerti (hilyah khuluqiyyah) yang bisa dipilih apakah akan dipakai sebagai perhiasan atau ditanggalkan. Istiqomah merupakan suluk yang diperintahkan oleh Alloh dan Rosul-Nya yang menempati posisi dan tingkatan terpenting (ahmiyyah) di bawah keimanan. Alloh berfirman yang artinya,
Sesugguhnya orang-orang yang mengatakan, \"Tuhan kami ialah Alloh,\" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: \"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Alloh kepadamu.\" (Q.S. Fushshilat/Hamim As Sajadah: 30)
Sesuai dengan ayat ini, Nabi Shollallohu \`Alaihi Wasallam berpesan, \"Katakanlah, \`Aku beriman kepada Alloh\` lalu beristiqomahlah.\" (H.R. Muslim).
Ini bermula ketika Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi mengajukan permohonan, \"Wahai Rosulalloh, sabdakanlah kepadaku sesuatu tentang Islam yang saya tidak akan bertanya tentang sesuatu itu kepada siapapun selain Engkau!\" Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam lalu memberikan jawaban tersebut.
Sungguh, terkait tafsir firman Alloh, \"Maka beristiqomahlah sebagaimana kamu diperintahkan\" Abdulloh bin Abbas RA telah meriwayatkan, Tidak pernah turun satu ayat dalam seluruh Al Qur\`an yang paling dahsyat dan terasa paling berat atas Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam dari pada ayat ini. Karena itulah, ketika para sahabat berkata, \"Anda begitu cepat beruban!\" maka Beliau Shollahu \`Alaihi Wasallam bersabda, \"Surat Hud dan saudara-saudaranyalah yang nienjadikanku beruban.\" Maksud Beliau adalah firman A11oh Ta\`ala, ,Maka beristiqomahlah sebagaimana kamu diperintahkan.\"
Istiqomah merupakan kata yang komplit (kalimat jami\`ah) yang mencakup dasar-dasar kebaikan. Dari sanalah kemudian memancar nilai-nilai aqidah, moral, clan amal. Istiqomah merupakan reaksi pasti (al harokah al ijabiyyah) dari keimanan yang benar yang sumbernya adalah hati. Dan hal yang berperan sangat penting dari anggota badan (al jawarih) dalam menjaga istiqomah -- selain hati -- adalah lisan karena sesungguhnya lisan menjadi penerjemah dan pengungkap isi hati seperti disebutkan dalam hadits:
Tidak istiqoinah iman seorang hamba sehingga istiqomah hatinya. Hatinya tidak istiqoinah sehingga istiqomah lisannya. (H.R. Ahmad dalam Al Musnad)
Kala manusia menyambut pagi maka seluruh anggota badan inemberikan peringatan kepada lisan seraya mengatakan, \"Takutlah kepada Alloh akan kami, sebab sesungguhnya kami tergantung kamu. Jika kamu istiqomah, aka kami istiqomah dan jika kamu melenceng maka kami pun melenceng. (H.R. Turmudzi)
Istiqomah ialah keselarasan amal dengan hukum-hukum syara\` serta ikhlas karena Alloh Azza Wajalla, atau dengan ungkapan lain istiqomah adalah meniti jalan lurus yang tidak berbelok dan berkelok serta menetapi prinsip tengah-tengah/moderat (manhajul wasath) yang tidak condong kepada kedua sisi ifroth dan tafrith (terlalu dan teledor), baik di dalam aqidah, moral, atau amal.
Abuya Al Habib Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani Qoddasallohu Sirrohu dalam Subulul Hudaa war Rosyaad hal 63 menyatakan:
Istiqomah adalah wasiat yang komplit yang mengumpulkan semua dimensi agama karena ia mencakup seluruh ketaatan dan meninggalkan larangan-larangan zhohir maupun batin. Ketika daya tarik-daya tarik keburukan (nawazi\`us syarr) senantiasa menyeret manusia kepada kerendahan akan manusia menjadi tidak berdaya untuk menyempurnakan istiqomah yang karena itulah Alloh memerintahkan istighfar mengiringi perintah istiqomah.
Dia berfirman:
Maka beristiqomahlah kalian kepada-Nya dan memohonlah ampunan kepada-Nya.\" (Q.S. Fushshilat/ Hamim As Sajdah: 6)
Dalam ayat ini ada isyarat bahwa pasti ada keteledoran dalam beristiqomah seperti yang diperintahkan. Sementara istighfar, yang membawa kepada taubat dan kembali, berfungsi sebagai penutup keteledoran tersebut. Ayat ini sama halnya dengan sabda Nabi Shollallohu \`Alaihi Wasallam, \"Bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Dan ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya ia akan meleburnya. Dan pergauilah manusia dengan akhlaq yang baik.\" (H.R. Ahmad dalarri Al Musnad, Turmudzi, dan Hakim), maka barang siapa yang diberikan rezeki istiqomah berarti ia diberi rezeki seluruh kebaikan sebab Alloh telah memilih doa memohon istiqomah untuk selalu terucapkan lisan manusia dalam setiap rokaat sholat pada siang dan malam sehingga istiqomah menjadi karakternya. Manusia, setiap kali menghadap Tuhannya dalam sholat pasti membisikkan doa :
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S. Al Fatihah: 6 - 7)
Ada Mengerti, maka Harus Menetapi!
Dikisahkan bahwa Haritsah RA datang kepada Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam. Lalu Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam bertanya, \"Bagaimana keadaanmu Haritsah?\" Haritsah RA menjawab, \"Saya dalam keadaan sebagai orang yang benar-benar beriman.\" Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam bertanya, \"Pikirkanlah apa yang kamu ucapkan karena sesungguhnya setiap ungkapan memiliki esensi, lalu apakah esensi keimananmu?\" Haritsah RA menjawab, \"Saya memalingkan diri dari dunia.
Lalu saya dahaga di siang hari dan berjaga di malam hari dan sungguh seakan saya melihat Arasy Tuhanku dengan jelas. Sungguh seakan saya bersama penduduk surga saling mengunjungi di surga dan penduduk neraka di neraka saling meraung-raung (kesakitan).\" Rosululloh Shallalaohu \`Alaihi Wasallam lalu bersabda, \"Kamu telah mengerti maka tetapilah! \"
Haritsah lalu berangkat menuju medan peperangan dalam rangka memuliakan kalimat Alloh dan membela Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam lalu gugur di mdan jihad, pengorbanan, dan pembelaan.
Ibunda Haritsah lalu datang kepada Rosululloh Shollallohu \`Alaihi Wasallam bertanya tentang tempat kembali Haritsah. Wanita tabah itu pun bertanya, \"Wahai Rosululloh, beritakanlah kepada saya akan Haritsah. Jika ia di neraka maka saya pasti menangis dan apabila ia di surga maka saya bersabar.\" Nabi Shollallohu\`Alaihi Wasallam bersabda, \"Wahai Ibunda Haritsah, sesungguhnya bukanlah hanya satu surga, tetapi surga-surga dan sesungguhnya puteramu mendapatkan Firdaus yang tinggi.\" Ibunda Haritsah lalu berkata, \"Bagus, bagus Haritsah!\"