MENCERMATI AKAL MANUSIA
Luthfi Bashori
Menurut wikipedia, akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar, serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah.
Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar Akal juga mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan. Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekedar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal-usul, alam dan masa yang akan datang. Kemampuan berfikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini. (wikipedia bhs. Indonesia).
Memiliki akal sempurna adalah dambaan setiap manusia, karena dengan akal yang sempurna itu setiap orang akan dapat menjalani kehidupannya secara normal dan wajar, bahkan bagi kalangan tertentu, berkat kepandaiannya dalam merawat akalnya, misalnya selalu mengasah dan mengisi akalnya dengan berbagai ilmu pengetahuan serta ilmu agama, maka derajat dirinya akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang.
Seorang arif berkata, Akal itu ada lima macam:
Akal gharizi atau atau bawaan, atau akal yang dipersiapkan untuk memahami ilmu-ilmu tertulis.
Syeikh Abu Bakar ibn al-Arabi- (1165-1240 M), menyebutkan bahwa akal sebagai ilmu, yaitu sifat yang dengannya persepsi ilmu dapat dihasilkan. Hal ini sesuai dengan apa yang tertera dalam ayat Alquran yang artinya:
Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS Al-Ankabut, 43).
Akal kasbi atau akal yang dihasilkan dari pergaulan dengan orang-orang berakal.
Bergaul dengan orang-orang shaleh, dapat meningkatkan pemahaman akal seseorang menuju keimanan yang sempurna. Bahkan pergaulan dengan kalangan orang-orang shaleh itu dapat mengikis dorongan syahwat duniawiyah yang bersifat negatif, hingga dapat membangun kesempurnaan akal yang dimilikinya.
Namun sebaliknya, pergaulan bersama kalangan orang jahat, akan dapat melemahkan akal jernih seseorang, hingga ia terjerumus kepada hal-hal yang negatif, sekalipun terjadi pada diri orang-orang yang berilmu.
Misalnya, setiap orang yang berakal sehat itu pasti tahu, jika korupsi adalah sesuatu yang negatif, namun tak jarang akibat salah pergaulan, maka seorang yang berilmu tinggipun banyak yang terjerat kasus korupsi.
Termasuk juga timbulnya fanatisme buta kepada seorang tokoh idola, yang umumnya karena akibat pergaulan, maka terkadang fanatisme itu dapat menghilangkan kesehatan akal seseorang untuk dapat berpikir jernih, hingga tak jarang timbul dari kalangan fanatisme ini membabibuta dalam mengikuti perilaku sang idola, sekalipun harus keluar dari logika mainstream.
Akal karuniawi, atau akal yang diberikan Allah kepada orang-orang beriman untuk membimbing mereka kepada keimanan.
Tentu memiliki akal karuniawi ini, termasuk menjadi harapan semua muslim yang baik khususnya yang hidup di era super modern dewasa ini.
Akal zuhhad, atau akalnya orang-orang ahli zuhud yang tidak terlalu memikirkan kenikmatan dunia, hingga membuat mereka menjadi Zahid.
Membangun akal zuhhad tidaklah mudah, namun harus banyak melatih diri dan belajar kepada orang-orang yang telah diberi akal zuhhad, bahkan untuk mendapatkannya itu memerlukan waktu yang sangat panjang dan niat hati yang sungguh-sungguh.
Akal syarafi atau kemulian, yaitu akal Nabi kita Muhammad SAW, yang tiada lain adalah akal yang paling mulia.
Sesungguhnya, beliaulah hakikat satu-satunya idola yang paling sempurna, untuk dijadikan panutan dan tauladan bagi semua umat Islam di seluruh dunia, Allahumma shali wa sallim alaihi wa alaa aalihi wa shahbihi ajmain.