Luthfi Bashori
Sy. Aisyah RA menuturkan, bahwa sekelompok kaum Quraisy merasa berkepentingan untuk menyelamatkan seorang wanita terhormat dari suku Makhzumiyah yang telah melakukan pencurian. Meraka berkata, Siapakah kiranya yang berani berunding (memintakan keringanan hukuman) kepada Rasulullah SAW bagi wanita ini?
Yang lain menjawab: Tidak ada yang berani selain Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah SAW.
Kemudian Usamah bin Zaid membicarakan perihal wanita itu kepada Nabi SAW.
Namun Nabi Muhammad SAW dengan wajah memerah pertanda marah, beliau bersabda, Wahai Usamah, apakah engkau berusaha membebasan seseorang dari hukum Allah?
Lantas beliau SAW berdiri dan berkhotbah kepada para shahabat. Kaum sebelum kalian, apabila yang mencuri itu orang-orang terhormat, biasanya mereka maafkan (bebaskan), Namun, jika yang mencuri itu rakyat biasa, mereka tetapkan hukum pidana atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian, pasti akan aku potong tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Saipapun manusia yang pernah hidup di dunia ini, tidak ada seorang pun di antara mereka yang melebihi kemuliaan Nabi Muhammad SAW di sisi Allah, namun beliau SAW tetap saja menjalani kehidupannya itu mengikuti standar syariat sebagaimana diwahyukan oleh Allah, dan beliau SAW tidak akan pernah mau berkompromi dengan siapapun figurnya, yang berani melanggar syariat Islam.
Sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW, namun menganggap ringan terhadap kewajiban bersyariat mengikuti contoh dari Nabi Muhammad SAW.
Sungguh aneh, jika ada orang yang merasa sebagai umat Islam, namun tidak mau melaksanakan syariat shalat fardlu dengan berbagai alasan yang dibuat-buat, ada yang karena malas, atau tak punya cukup waktu, atau menilai bahwa bersyariat shalat itu sudah tidak lagi relevan dengan keadaan jaman, dan berbagai alasan lainnya.
Bahkan ada juga beberapa kalangan yang merasa sudah tidak wajib lagi melaksanakan syariat shalat, karena beranggapan bahwa dirinya telah mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah, setelah memperlajari ilmu hakakit dan marifat, (tentunya ini hanya sesuai dengan persepsi mereka saja).
Merka yang merasa sudah tidak wajib lagi bersyariat, karena merasa sudah mencapai maqam hakikat dan marifat, umumnya hanya mencukupkan ingat kepada Allah sebagai gantinya shalat, artinya sudah tidak lagi merasa perlu untuk melaksanakan shalat yang ada berdiri, ruku dan sujudnya.
Lantas bagaimana mereka masih tetap mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW, padahal Nabi Muhammad sendiri masih tetap bersyariat shalat dengan berdiri, ruku dan sujud, bahkan beliau SAW adalah orang yang paling istiqamah dalam menjalankan shalat fardlu lima waktu itu.
Apakah kelompok pelaku shalat dengan cara cukup ingat saja kepada Allah ini, merasa lebih mulia dibanding kedudukan Nabi Mauhammad SAW di sisi Allah, karena kenyataannya Nabi Muhammad SAW adalah figur selalu bersyariat shalat dengan berdiri, ruku dan sujud, bahkan sangat giat mengajarkan syariat secara dhahir?
Nabi Muhammad SAW bersabda:
بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
"Batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah jika berani meninggalkan shalat." (HR. Muslim).
Ancaman dari Nabi Muhammad SAW ini sangat serius bagi kalangan yang menentang kewajiban bersyariat shalat, di samping sebagai pelaku dosa yang dapat membahayakan aqidahnya, juga ancaman yang sangat mengkhawatirkan dapat kehilangan keimanan.