URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 7 users
Total Hari Ini: 313 users
Total Pengunjung: 6224434 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Perbedaan Ditoleransi, Penyimpangan Diamputasi 
Penulis: Ernaz Siswanto [24/6/2009]
 

                      Perbedaan Ditoleransi, Penyimpangan Diamputasi

                                                                   Ernaz Siswanto

Semenjak era reformasi, muncul berbagai aliran sesat. Dengan mengatasnamakan kebebasan berpendapat dan beragama, aliran-aliran nyeleneh itu tumbuh subur bak lumut di musim hujan. Sebenarnya bagaimanakah kebebasan berpendapat itu? Betulkah dengan mengatasnamakan HAM aliran sesat itu dapat ditolerir? Simak perbincangan Wartawan Mafahim dengan KH. Ma’ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat berikut ini:

Bermunculan aliran sesat, dengan menganggap bahwa itu bagian dari kebebasan beragama (HAM), bagaimana pendapat Kiai?

Saya tegaskan, hal itu bukan bagian dari kebebasan beragama. Mereka (golongan Liberal) bilang Ahmadiyah bagian dari perbedaan pendapat. Saya katakana, “Itu bukan bagian dari perbedaan, karena perbedaan itu bisa ditoleransi. Sedangkan Ahmadiyah adalah penyimpangan. Karena itu perbedaan ditoleransi kalau penyimpangan diamputasi.”

Pernyataan Ahmadiyah beberapa waktu lalu bukan merupakan pernyataan pertobatan, tapi penipuan. Kita ambil contoh, mereka mengatakan, “Jamaah Ahmadiyah syahadatnya sejak semula sama, yaitu Ashyahadu alla ilaha illa allah…dst.” Kita katakan pada mereka, sejak semula pula ia mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi.

Poin kedua mereka menyatakan, “Sejak semula kami meyakini Muhammad adalah Nabi penutup.” Pernyataan ini betul. Tapi sejak semula pula mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Rasul. Karena mereka menganggap bahwa Nabi Muhammad adalah nabi pembawa Syari’at penutup. Tapi Nabi yang tidak membawa syari’at, seperti Mirza, bukanlah penutup.

Pernyataan ini merupakan peng-akal-an. Anda semua dikibulin. Jika ditelaah, pernyataan Ahmadiyah justru memberikan penguatan terhadap kesesatannya.

Bagaimanakah batasan HAM dalam kaitannya dengan kebebasan beragama itu?
Kebebasan beragama dalam lingkup kebangsaan Indonesia itu ada batasnya, yaitu: pertama, tidak boleh melanggar undang-undang. Kedua, tidak boleh menodai agama. Ketiga, tidak mengganggu keamanan. Dan keempat, tidak mengganggu kerukunan antar umat beragama.

Ada yang mengatakan bahwa Syi’ah itu sama dengan Ahlussunnah. Pendapat Kiai?
Ada pendapat bahwa Syi’ah itu bagian dari Ahlussunnah Wal Jama’ah, ini yang kacau. Di lingkungan Nahdlatul ‘Ulama seringkali pemahaman ini dikacaukan dengan mengatakan bahwa perbedaan Syi’ah dengan Ahlussunnah itu tidak menyangkut masalah akidah. Padahal jelas sekali bahwa Syi’ah memiliki akidah yang berbeda dengan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Oleh karena itu, hal ini menjadi tugas ulama. Yang pertama, yaitu mencetak orang-orang yang mengerti tentang agama. Dan kedua, melakukan gerakan perbaikan, yang tidak hanya bersifat lokal bahkan internasional, untuk menyelamatkan umat dari berbagai rongrongan akidah yang sesat.

Bagaimana Aswaja itu bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin?

Setidaknya, kita harus memformulasi pandangan-pandangan kita menyangkut semua aspek. Kemudian melakukan upaya transfer pandangan-pandangan kita dalam tataran implementatif. Setelah itu melakukan terapi terhadap masalah-masalah.

Kita umat Islam harus punya konsep, melakukan penelitian, melakukan verifikasi terhadap berbagai hal kemudian dijadikan konsep-konsep. Dan ini memerlukan kerja keras dan jihad. Sehingga tidak hanya konsep orang lain saja yang kita pakai, seperti konsep LSM yang masuk. Tapi konsepnya umat Islam itu mana?

Bagaimana langkah-langkah MUI menghadapi aliran-aliran sesat ini?

Kita selalu mengajak mereka untuk kembali ke jalan yang benar. Atau organisasinya itu dibubarkan atau diposisikan pada non muslim. Tapi yang lebih utama supaya mereka kembali ke ajaran yang benar. Seperti Mushadiq misalnya, dia kan sudah kembali. Dan ada beberapa aliran yang tidak terekspos media kembali ke Islam yang benar.

Khusus Ahmadiyah, dari statemennya belum menunjukkan pertobatan. Meskipun begitu, kita selalu ajak mereka supaya mau tobat. Kalau tobat,  tobatlah yang betul! Pintu tobat tetap dibuka. Sehingga mereka tidak boleh disakiti atau anarkis. NU dan MUI tidak membenarkan tindakan-tindakan anarkis. Itu kan memang ada provokator. Psikologi masyarakat kita saat ini mudah emosional. Sepak bola  kisruh. Pilkada rusuh. Ini semua terbawa.
Apa seruan MUI?

MUI mengajak masyarakat supaya tidak melakukan tindakan anarkis seperti itu. Dan pemerintah mau menangani persoalan itu secara bijak. Artinya, di satu sisi mereka jangan dibiarkan terus sesat, tapi juga mereka jangan diperlakukan secara tidak manusiawi. Intinya mereka harus dibimbing.

Apakah ada mekanisme yang salah dalam kehidupan beragama di Indonesia?
Reformasi. Itulah yang mendorong euforia kebebasan sehingga orang menganggap sesat bagian dari kebebasan. Muncul keberanian untuk tampil berbeda, menyimpang, menyalahi. Kita dari lembaga keagamaan mengawal jangan sampai itu terjadi. Karena memang penataaan terhadap pemahaman kebebasan akibat reformasi itu belum satu. Makna kebebasan itu apa, kebebasan beragama itu bagaimana?

Dalam lembaga keagamaan itu sudah jelas. Dalam prinsip HAM, kebebasan pasti mempunyai pandangan yang berbeda dengan keagamaan. Pemerintah dalam arti kelembagaan tidak ada perbedaan. Cuma bentuk penyelesaiannya seperti apa itu yang belum diselesaikan.

Bagaimana keberhasilan MUI dalam membendung aliran sesat?
Menurut hemat saya, paling tidak MUI sudah memberitahu masyarakat dan pemerintah. MUI juga melakukan langkah-langkah di dalam pencegahan. Itu sudah berhasil menurut saya. Seperti al-Qiyadah sudah tuntas. Sedangkan Ahmadiyah, karena organisasi internasional mereka katanya melakukan pertobatan, tapi itu hanya kamuflase. Khusus Syi’ah, kita belum mengambil sikap dulu. Karena banyaknya persoalan yang dihadapi menimbulkan persoalan baru. Dan Syi’ah ini memerlukan pengkajian lebih lanjut

Lho, bukankah Fatwa tentang kesesatan Ahmadiyah dan Syi’ah sudah jelas dan menjadi satu paket pada tahun1984?

Hal ini terjadi karena ketika itu Indonesia mengambil inisiatif untuk mendamaikan sengketa di Irak. Kemudian menjadikan kita kesulitan untuk mengambil sikap keras terhadap Syi’ah. Kalau pemerintah di sini menghabisi Syi’ah, bagaimana pemerintah kita bisa menjadi juru damai? Kira-kira begitu. Jadi ini menimbulkan masalah yang belum terselesaikan.

Nah kita sebagai ulama apakah peran Indonesia itu kita abaikan saja, sehingga kita tangani saja Syi’ah seperti menangani Ahmadiyah itu masih kita pikirkan dan segera kita selesaikan.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam