BELAS KASIH ALLAH
Luthfi Bashori
Allah, adalah Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Kebaikan Allah itu tidak dapat dihitung oleh siapapun dari kalangan makhluq-Nya. Apabila kalian akan menghitung kenikmatan dari Allah, pasti kalian tidak akan mampu menghitungnya.
Di samping kenikmatan dhahir atau kasat mata, seperti pemberian rejeki yang umum dipahami orang, misalnya Allah mempermudah seseorang saat bekerja, hingga mendapatkan uang yang berkecukupan.
Atau seseorang yang ingin mendapatkan kedudukan, lantas Allah mempermudah jalannya dalam meraih jabatan yang diinginkan. Namum, keadaan yang seperti ini, seringkali dilupakan oleh mereka yang sudah mendapatkan rejeki maupun jabatan.
Belum lagi kenikmatan sehat yang tiada tara nilanya jika mau disadari. Umumnya, seseorang itu tidak akan tahu nilai kesehatan yang dimilikinya, kecuali jika dirinya sudah pernah diberi cobaan sakit parah yang harus dioprasi dan opname tentunya, maka saat ia membayar biaya Rumah Sakit, barulah ia menyadari betapa mahalnya harga kesehatan yang diberikan oleh Allah kepadanya.
Allah dengan sifat belas kasihnya, juga memberikan kenikmatan kepada orang-orang yang beriman, namun hanya dapat dirasakan kelak di akhirat, yaitu kenikmatan berupa pemberian pahala yang berlipat ganda, yang jarang dipahami oleh kebanyakan orang.
Sy. Ibnu Abbas Ra menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah menetapkan beberapa kebaikan dan beberapa keburukan, kemudian menjelaskan tentang keduanya. Barang siapa berniat melakukan kebaikan, namun belum dapat melaksanakannya, maka Allah menuliskan satu kebikan penuh baginya. Barang siapa berniat melakukan kebaikan lalu melaksanakannya, maka Allah akan menuliskan sepuluh sampai tujuh ratus kebaikan, atau bahkan berlipat ganda yang banyak sekali baginya. Jika ia berniat buruk lalu melaksanakannya, maka Allah mencatatnya satu keburukan baginya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sy. Abu Hurairah RA mendengar dari Rasulullah SAW, bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, yang artinya: Apabila seorang hamba-Ku berkeinginan melakukan suatu keburukan (dosa) dan belum melaksanakannya, maka janganlah engkau mencatatnya. Jika ia telah melaksanakannya, maka tulislah sepadan dengan perbuatannya, namun jika ia meninggalkannya karena mencari keridhaan-Ku, maka catatlah menjadi satu kebaikan. Sebaliknya, jika ia berniat melakukan kebaikan, tetapi belum dapat melaksanakan, catatlah menjadi satu kebaikan. Jika ia melaksanakannya, maka tulislah untuknya sepuluh sampai tujuh ratus kali. (HR. Bukhari-Muslim).