KELILING MESIR
Luthfi Bashori
Perjalanan tour di Mesir dilanjutkan menuju masjid Imam Syafi`i. Setelah mengijak pintu utama Masjid, suasana khusyuk pun kami temukan.
Entah karena asli situasinya semacam itu, atau karena rasa hati ini yang hanyut oleh kewibawaan nama besar Imam Syafi`i, sebuah nama yang menjadi inspirator utama dalam dunia maya situs Pejuang Islam, yaitu madzhab Sunni Syafi`i.
Saat masuk masjid Imam Syafi`i, kami melintasi sebuah lorong di dalam masjid, yang mana di situ terdapat makam Imam Zakariyah Al-anshari, maka kami berhenti sejenak untuk mengucapkan salam dan membaca surat Alfatihah, surat Al-ikhlash, Alfalaq, dan Annaas dan pahalanya kami kirimkan kepada beliau.
Kemudian kami mencari makam Imam Syafi`i.
Di depan makam Imam Syafi`i ternyata sudah banyak orang dari berbagai bangsa yang berziarah, bahkan mereka bertabarrukan dengan mengusap-ngusap teralis besi pembatas makam lantas mencium tangannya itu demi mendapat barakah Imam Syafi`i.
Di Mesir ini semua orang bebas berekspresi diri sesuai dengan ajaran syariat yang diyakininya. saat berziarah ke makam-makam para ulama dan aulia. Tidak lagi terdengar teriakan : ini bid`ah sesat, itu bid`ah sesat, jangan sentuh pagar makam karena bisa menjadi syirik, dan kalimat-kalimat semacam itu yang kerap kali dilontarkan oleh kaum Wahhabi saat kami berada di Saudi Arabiah.
Di Mesir ini, kami benar-benar merasakan sebagai tamu terhormat. Sangat berbeda dengan situasi saat kami berada di Makkah dan di Madinah. Memang di satu sisi kami ini adalah tamu Allah dan tamu Rasulullah SAW dengan segudang kehormatan pahala akhirat yang telah dijanjikan, namun di sisi lain kami sering dihardik oleh tokoh-tokoh Wahhabi yang tidak tahu diri.
Seperti kejadian saat kami berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. Waktu itu posisi kami berada di muwaajahah atau tempat berziarah ke makam Nabi SAW, sesuai dengan adat orang berziarah Nabi SAW, maka kami pun menghadap arah makam Nabi SAW yang secara otomatis membelakangi qiblat.
Kami mengucapkan salam dan memperbanyak shalawat kepada beliau SAW, sedangkan kedua tangan ini, kami posisikan berada di depan perut sedikit ke bawah, dengan satu tangan bertumpuk dengan lainnya, sebagaimana posisi tangan kebanyakan masyarakat kita saat melakukan Asyraqal atau Mahallul Qiyaam dalam pembacaan maulid Nabi SAW.
Kami tidak menyadari jika apa yang kami lakukan itu ternyata diperhatikan oleh seorang tokoh Wahhabi, yang tiba-tiba tanpa permisi dan tanpa basa basi, tangannya memukul tangan kami seraya berteriak : Jangan shalat di sini, haraaam..., kalau mau shalat, di sana dengan menghadap qiblat ... !
Kalau bukan karena menghormati Nabi SAW, ingin rasanya kami membalas kekurangajaran tokoh Wahhabi yang sok tahu ini.
Mana mungkin kami melakukan shalat dengan tidak menghadap qiblat. Kalau bukan karena dikalahkan oleh rasa hormat dan kerinduan kami kepada Nabi SAW, pasti hati kami menjadi panas atas ketidaksopanan, kekasaran serta kecerobohan tokoh Wahhabi ini. Padahal, jeritan dan teriakan suara si Wahhabi itu saja sudah melanggar ayat Alquran Laa tarfa`u ashwaatakum fauqa shautin nabiy (jangan kalian tinggikan suara kalian di atas suara Nabi) dan sifat su-uddhannya kepada kami juga sudah termasuk maksiat sesuai ayat inna ba`dhad dhanni itsmun (sesungguhnya sebagian prasangka buruk itu adalah perbuatan dosa), belum lagi mengganggu orang lain adalah iidzaak (perbuatan menyakiti orang lain) adalah termasuk perbuatan dosa.
Demikianlah sedikit ilustrasi yang dapat kami gambarkan sebagaimana yang telah dilakukan oleh `penjahat` aqidah ini terhadap kami.
Di Masjid Imam Syafi`i, tepatnya di sebelah makam beliau, terdapat sebuah kayu tertempel di lantai masjid, yaitu kayu yang pernah diinjak oleh kaki Nabi Muhammad SAW, atau yang diistilahkan sebagai jejak kaki Nabi SAW. Kayu jejak kaki Nabi SAW ini sebenarnya tertutup oleh karpet masjid, namun oleh ta`mir masjid sengaja karpetnya disingkap (dirobek) sehingga para pengunjung dapat menyentuhnya secara langsung.
Bau semerbak wangi selalu keluar dari batang kayu tersebut, dan banyak dari kalangan pengunjung yang menyentuh dengan tangannya lantas mengusapkan tangan yang dipergunakan mengusap kayu jejak kaki Nabi SAW tersebut kepada anggota tubuhnya masing-masing sesuai yang dikehendaki, dengan maksud bertabarruk (mencari barakah dari Nabi SAW).
Sangat kebetulan, saat kami mendapat giliran mengusap, ternyata sudah menjelang waktu adzan Dhuhur, dan sang penjaga memberi pengumuman kepada para penziarah agar terlebih dahulu berwudhu untuk persiapan shalat berjamaah.
Saat para jama`ah agak lengang, maka kamipun mengambil formasi setengah tidur telungkup untuk dapat mencium kayu jejak telapak kaki Nabi SAW itu.
Bau harum yang khas itupun langsung merasuk ke dalam hidung kami dan menembus perasaan hati kami yang paling dalam. Betapa nikmat dan tentramnya hati kami saat mencium jejak kaki Nabi SAW itu, karena saat itu kami merasa sangat dekat sekali dengan Baginda Nabi SAW.
Padahal kami hanya mencium bekas telapak kaki beliau SAW yang telah berusia 14 abad, namun gambaran yang terlintas dalam benak kami adalah seakan-akan kami tengah bersimpuh di hadapan Nabi SAW secara langsung. Kami tidak bisa membayangkan bagaimana rasa nikmatnya hati ini jika benar-benar dapat bersimpuh di hadapan Nabi SAW secara kasat mata. Demikianlah yang dapat kami rasakan sebagai pecinta dan perindu Baginda Rasulullah SAW.