SEJARAH BERSAMA BUNG HATTA
Ahmad Haydar
JUDUL : SEJARAH BANDA NAIRA
PENULIS : Des Alwi
PENERBIT : Pustaka Bayan, Malang
EDISI : I, 2008
Ketika bangsa Portugis tiba di Banda pada tahun 1611, mereka mengira Portugis-lah yang pertama kali menemukan Spice Island (Pulau Rempah). Ternyata bangsa Moro telah berdagang di Banda selama 100 tahun yang lalu. Seperti halnya orang-orang Portugis, bangsa Moro ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di Banda, mereka menyangka, merekalah orang pertama yang tiba di Banda Naira. Dari dialog dengan orang-orang Cina di Banda, ternyata orang Cina telah berdagang di Banda sejak 600 tahun sebelumnya.
Itu berarti sejak awal abad kesepuluh Banda Naira telah menarik bangsa-bangsa di dunia untuk berkompetisi, di mana pala sebagai komoditas utamanya sudah dikenal sejak masa Romawi. Pada 31 Desember 1601 Ratu Elizabeth merestui pembentukan Honourable East India Company untuk melakukan pelayaran pertama ke kepulauan Maluku. Dalam perintahnya sang Ratu menegaskan bahwa Kerajaan Inggeris terdiri dari England, Wales, Skotlandia, Irlandia dan Pulau Run. Pulau Run alias Banda ini adalah koloni pertama Inggeris di dunia, jauh sebelum India, Amerika dan tempat lain di Asia.
Penulis buku tebal sejarah ini adalah Des Alwi, seorang pejuang kemerdekaan yang sejarawan (belum lama mendapat penghargaan LIPI sebagai sejarawan nasional). Melalui buku ini ia mencoba menggairahkan penggalian khazanah Banda Naira di tengah pergolakan sejarah dunia. Sebagai ahli sejarah bahkan pelaku sejarah itu sendiri, Des Alwi yang ketika itu masih kecil (dalam usia 8 tahun) didik oleh Bapak bangsa Dr. Mohammad Hatta ketika diasingkan di Banda dari Digul, bersama Syahrir. Di Banda si kecil ini menyambut kedatangan tokoh-tokon ini dan dalam usianya yang sangat kecil mampu melayani para \"tamu-tamu\" agung yang dikucilkan Belanda ini.
Ketika kembali ke Jakarta Des Alwi juga diajak ke Batavia dan disekolahkan, bahkan sampai ke London bertemu Tun Abdurrazzak, yang di Malaysia kemudian menjadi Perdana Menteri. Belakangan hari Des Alwi menjadi mediator ketika terjadi konfrontasi Indonesia-malaysia, dan sempat mendapat penghargaan dari Malaysia. Hatta pernah berpesan ketika ditanya Des Alwi, penghargaan apa yang akan diberikannya, \"Bangun masjid saja untuk mengenang saya!\".
Des Alwi dan Banda Naira hampir tidak mungkin dipisahkan. Bahkan nyaris tidak lengkap jika menyebut Banda tanpa peran Des Alwi. Bukan sekedar karena Banda Naira adalah tempat kelahirannya, namun ia juga mampu memunculkan kegemilangan Banda sebagai penghasil rempah dunia nomer wahid yang sempat dieksploitasi secara besar-besaran untuk kepentingan kolonial itu.
Memang sudah banyak orang menulis mengenai perdagangan rempah-rempah, tetapi buku Des Alwi memunyai khususan sendiri. Sebagai seorang yang menyintai budaya; ia memiliki visinya sendiri tentang sejarah.