MASIH SUNNIKAH AL-ALABANI, TOKOH WAHHABI YANG MENCELA IMAM BUKHARI?
Luthfi Bashori
Al-albani, yang bernama asli Nashiruddin, bukanlah tokoh Sunni, melainkan tokoh Wahhabi. Coba perhatikan bagaimana akhlaq tokoh Wahhabi, Nashiruddin Al-albani yang lahir di Shkoder, Albania pada tahun 1914 M ini, sudah berani mencela ulama Sunni sekelas Imam Bukhari seorang ulama salaf, muhaddits panutan umat Islam seluruh dunia, yang lahir pada tahun 810 M.
Namun anehnya, kaum Wahhabi dewasa ini, secara beramai-ramai memproklamirkan diri sebagai kaum Sunni Salafi (pengikut ulama Salaf) di hampir setiap tempat dan setiap kesempatan, padahal di sisi lain, mereka secara aktif menjadi pengikut setia Al-albani, hingga mengagung-agungkan fatwanya secara fanatik. Ini pemandangan yang paradoks tentunya.
Jadi, pengakuan tokoh-tokoh Wahhabi sebagai keluarga besar Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bermanhaj Salaf (Salafi), adalah kamuflase belaka, dengan tujuan umtuk menipu dan membohongi umat Islam, hingga terarik ikut ajaran sesat mereka.
Berikut ini salah satu bukti bahwa Al-albani secara terang-terangan mencela Imam Bukhari dengan kata-kata naif, saat mengingkari takwilan Imam Bukhari terhadap firman Allah:
كل سيء هالك إلا وجههقال البخاري بعد هذه الأية : أي ملكه
Setiap sesuatu akan hancur kecuali wajah -Nya berkata imam Bukhari setelah ayat ini: maknanya (lafadz wajah-Nya) adalah kerajaan/kekuasaan Allah
Mendapati takwilan ini, maka si Al-Albani secara serampangan berani mencela Imam Bukhari dengan mengatakan:
(( هذا لا يقوله مسلم مؤمن ))
Ini sepatutnya tidak dituturkan oleh seorang Muslim yang beriman . Lihatlah kitab Fatawa Al-Albaany, m/s 523.
Tentang takwilan Imam Bukhari terhadap ayat Mutasyabihat ini adalah suatu yang dapat diterima oleh para ulama Salaf Ahlus Sunnah wal Jamaah, namun dicela oleh Al-albani tokoh Wahhabi.
Tidak hanya sampai di situ, tatkala Imam Bukhary meriwayatkan hadits tentang hari Kiamat yang berisi bolehnya beristighatsah sebagai berikut:
(( فبينما هم كذلك استغاثوا بآدم ثم موسى ثم محمحد ))
Maka ketika mereka beristighatsah dengan Nabi Adam kemudian Nabi Musa, kemudian Nabi Muhamad..
Maka Al-albani mengeluarkan fatwa pengharaman isitighatsah (bertawassul) dengan Nabi Muhammad SAW, bahkan menghukumi Istigahtsah yang berisi tawassul dengan perantara Nabi itu sebagai perbuatan syirik. Fatwa Al-albani ini dapat dirujuk dalam kitabnya AL-TAWASSSUL, m/s 70 dan 73.