URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 5 users
Total Hari Ini: 210 users
Total Pengunjung: 6224322 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
AL-AQSHA DAN UMAT ISLAM 
Penulis: Yusuf Hanafi [23/6/2009]
 

                                  AL-AQSHA DAN UMAT ISLAM

                                                 Yusuf Hanafi

Awal tahun baru Islam 1430 Hijrah dan tahun baru Masehi 2009 ini dibuka dengan peristiwa yang menyesakkan dada. Agresi militer negara Zionis Israel yang terjadi belum lama ini di Jalur Gaza Palestina telah membuka lembar kehidupan di tahun baru ini yang semula dipenuhi dengan bunga-bunga harapan menjadi penuh dengan noda-noda kelam.

Tragedi kemanusiaan tersebut seolah menegaskan bahwa konflik di atas tanah Palestina merupakan beban sejarah yang selalu berulang dan tidak kunjung tuntas. Sejarah mencatat, umat Islam dan kaum Kristen Eropa pernah bertikai hebat selama 2 abad antara abad 11-13 Masehi memperebutkan tanah suci Jerussalem dalam rangkaian peperangan legendaris yang disebut dengan Perang Salib. Dan kini, sejak dideklarasikannya negara Zionis Israel atas jasa Amerika dan negara-negara Barat pada tahun 1948 silam, konflik Arab-Israel merupakan front pertarungan baru memperebutkan tanah suci Baitul Maqdis. Tak salah, jika para sejarahwan kemudian menyebut tanah Palestina sebagai ‘ardh al-tanaqud (the land of conflict, tanah yang selalu diperselisihkan dan diperebutkan).

Memang, Baitul Maqdis atau Jerussalem adalah tanah suci bagi tiga agama, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam. Kaum Yahudi merasa berhak atas tanah Jerussalem dikarenakan nabi-nabi Israel itu terlahir di sana. Mereka juga meyakini bahwa al-Aqsa (masjid yang disucikan oleh umat Islam) itu didirikan di atas reruntuhkan kuil suci yang mereka keramatkan, yaitu Haikal Sulaiman. Demikian pula halnya kaum Kristen, mereka juga paling pantas mewarisi tanah Jerussalem dikarenakan Tuhannya, Jesus Kristus terlahir dan menemui ajalnya di tiang salib di sana.

Umat Islam sendiri memiliki kaitan historis yang tidak kalah dibanding dengan dua agama tersebut di atas. Al-Masjid al-Aqsa di Jerussalem merupakan tempat persinggahan Nabi Muhmmad SAW dalam peristiwa Isra’, sebelum kemudian Mi’raj ke langit untuk menerima perintah shalat 5 waktu. Dalam Al-Qur’an, ada dua masjid yang namanya diabadikan karena memiliki nilai historis yang sangat tinggi dan agung. Kedua masjid tersebut adalah al-Masjid al-Haram dan al-Masjid al-Aqsha. Nama kedua masjid ini terdapat dalam ayat berikut:

ÓõÈúÍóÇäó ÇáøóÐöí ÃóÓúÑóì ÈöÚóÈúÏöåö áóíúáðÇ ãöäó ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÍóÑóÇãö Åöáóì ÇáúãóÓúÌöÏö ÇáúÃóÞúÕóì ÇáøóÐöí ÈóÇÑóßúäóÇ Íóæúáóåõ áöäõÑöíóåõ ãöäú ÂóíóÇÊöäóÇ Åöäøóåõ åõæó ÇáÓøóãöíÚõ ÇáúÈóÕöíÑõ

“Mahasuci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Selain menjadi persinggahan Nabi dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj, al-Masjidil Aqsa juga pernah menjadi kiblat shalat kaum Muslimin selama kurun waktu lebih dari 1,5 tahun, di saat Ka’bah kala itu masih dipenuhi dengan patung dan berhala sesembahan kaum musyrik Quraisy, sebelum kemudian dikembalikan lagi ke Ka’bah di al-Masjidil Haram hingga saat ini.

 Berkenaan dengan semua data yang penulis sebutkan di atas, tidak berlebihan jika kemudian umat Islam menyatakan bahwa al-Masjid al-Aqsa adalah tsalits al-haramain (tanah haram yang ketiga setelah Makkah dan Madinah), dan tsani al-qiblatain (kiblat yang kedua setelah Ka’bah di al-Masjid al-Haram).

Israel, Ironi Sebuah Negara

 Hingga kini, Al-Masjid al-Aqsha masih berada dalam ancaman. Karena meskipun negara Palestina telah terbentuk, namun tetap saja sebagian besar wilayah Palestina—yang di dalamnya terdapat Al-Masjid al-Aqsha—di bawah kontrol Zionis Israel sehingga masjid yang pernah menjadi kiblat umat Islam itu berada di bawah ancaman penghancuran dan pemusnahan.

Berbicara tentang Zionis Israel, sama halnya kita memperbincangkan sebuah negara dengan sejuta ironi. Mengapa demikian? Pendirian negara yang mayoritas penghuninya adalah imigran Eropa itu terkait erat dengan tragedi Holocaust, yakni pembantaian terhadap 6 juta jiwa Yahudi di Eropa pada Perang Dunia II oleh rezim Nazi Jerman. Singkatnya, negara Zionis Israel itu didirikan oleh Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat lainnya di atas tanah Palestina pada tahun 1948 dengan dalih pengembalian para imigran Yahudi yang nasibnya terlunta-lunta di Eropa.

Terkait dengan hal itu, ada dua pertanyaan yang relevan untuk kita ajukan di sini. Pertama, apakah kriminalitas tersebut memang betul-betul terjadi ataukah tidak? Apakah memang benar terjadi apa yang dikatakan dengan pembantaian 6 juta jiwa kaum Yahudi itu? Kalau memang hal itu terjadi, maka pelakunya harus diberikan sanksi dan hukuman. Dan, di Eropalah jawaban atas tragedi tersebut, bukan di bumi Palestina. Jika memang Holocaust (pembantaian 6 juta jiwa Yahudi) pernah terjadi di Eropa, maka balasannya pun harus ditanggung oleh Eropa, dan sekali lagi bukan kaum Muslim lemah Palestina.

Kedua, jika jawabannya adalah tidak—di mana tragedi Holocaust itu hanya dongeng dan kebohongan sejarah, maka pertanyaannya adalah: mengapa harus berdiri rezim yang mencaplok dan menjajah Palestina atas nama “pengembalian para imigran”? Mengapa negara-negara Eropa—khususnya Amerika—menyatakan komitmen untuk membelanya? Ini jelas sebuah kriminal bentuk lain dan permainan yang tidak jujur. Dalam perspektif hukum patut dipertanyakan pula, bagaimana mungkin pihak yang tidak punya andil apapun dalam kejadian Holocaust (pembantaian 6 juta warga Yahudi di Eropa), namun ia harus memikul tanggung jawabnya?

Bocah-bocah lucu yang hari ini lahir di bumi Palestina, mereka tidak tahu-menahu soal Holocaust? Tetapi, mengapa mereka sekarang harus terhina dan menderita? Mengapa mereka hari ini harus membayar hutang kepada Zionis? Mengapa pula biaya hidup Israel harus ditanggung dari tanah kelahiran mereka?

Masih segar dalam ingatan kita ketika Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad beberapa waktu lalu melontarkan pernyataan bahwa Israel harus dihapus dari peta dunia. Dia lantas dikecam habis-habisan karena dianggap menebar benih kebencian dan permusuhan dengan merongrong eksistensi negara di mana sisa-sisa korban Holocaust tinggal di dalamnya. Jika dunia mau jujur, lontaran pernyataan Mahmoud Ahmadinejad tersebut—terlepas dia seorang Syi’i atau Sunni sungguh proporsional karena didukung oleh data historis yang faktual, dan sama sekali bukan provokasi yang ngawur.

Kita semua tentu sepakat bahwa masalah ini hendaknya diselesaikan dari akarnya. Siapa yang melahirkan Holocaust, dialah yang bertanggung-jawab. Tidakkah mengherankan adanya sebuah negara baru dengan penduduk baru pula? Yang jelas, orang-orang Palestinalah yang ada di sana sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam. Dan perlu dicatat dan diperhatikan, kini nasib 5 juta rakyat Palestina yang telah 60 tahun menjadi korban penjajahan terlunta-lunta dan merana, kehilangan rumah-rumah, ladang-ladang pertanian, dan tinggal di pengasingan.

Mari Satukan Persepsi dan Tekad!

Kini telah tiba saatnya kita menyatukan tekad dan persepsi dalam menyikapi krisis Palestina-Israel, khususnya ancaman terhadap Al-Masjid al-Aqsha. Pasalnya, belakangan muncul kecenderungan umat Islam terpecah belah dalam menyikapinya. Ada yang berpendapat, krisis yang kini terjadi di Palestina itu bukan konflik agama sehingga umat Islam diminta tetap tenang dan tidak perlu emosi. Ada pula yang justru menyalahkan rakyat Palestina, dalam hal ini HAMAS, karena terus memperjuangkan kemerdekaan tanah leluhurnya yang dicaplok Israel. Mereka dituding menjadi biang konflik karena tidak siap untuk hidup berdampingan dengan Israel sebagai dua negara bertetangga. Singkatnya, suara minor ini menegaskan bahwa front permusuhan dan perlawanan terhadap eksistensi Zionis-Israel itu telah usang, kuno, dan kehilangan momentum.

  Sekali lagi, ini jelas sebuah rekayasa dusta. Marilah kita lihat hasil dari pemilu bebas yang rakyat Palestina lakukan beberapa waktu yang lalu. Bukankah mereka memilih Hamas? Sebuah organisasi perlawanan militan yang didirikan oleh al-Syahid Syeikh Ahmad Yasin untuk mengimbangi agresivitas militer Zionis Israel. Ini merupakan sebuah dalil yang teramat fasih bahwa rakyat Palestina tidak dan tidak akan pernah merelakan tanah leluhurnya, terlebih lagi warisan suci agamanya Al-Masjid al-Aqsha, dinodai oleh para durjana.

 Selama Al-Masjid al-Aqsha dan Palestina masih dijajah oleh Israel atas dukungan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya, maka kita tidak akan pernah berharap terwujud perdamaian yang permanen dan abadi di kawasan Timur Tengah. Yang membuat tidak terwujudnya suasana damai jelas bukan kaum Muslimin, tetapi justru negara agresor Zionis-Israel itu. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya kunci perdamaian di Timur Tengah adalah bila wilayah-wilayah yang diduduki oleh Israel telah betul-betul kembali ke pangkuan umat Muslim Palestina.

Malang, Januari 2009

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Rufaida  - Kota: banjarmasin
Tanggal: 28/10/2009
 
aku cuma bisa berdoa agar Allah senantiasa menyelamatkan seluruh kaum muslimin di dunia..karna Dia lah yang menciptakan dan Dia jualah yang akan memeliharanya  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika kita berada di "Daarul harb" (wilayah konflik) antar muslim non muslim, kita wajib angkat senjata ikut berperang. Namun saat ini kita berada di "Daarul amaan" (wilayah damai) maka yang dapat kita lakukan adalah 'berteriak' dan berdoa. Mudah-mudahan dikabulkan oleh Allah.

 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam