Berhati-hati dalam beribadat
H.M. Dahlan Ridlwan
Dalam surat al-an’am ayat 153 Allah berfirman yang artinya:
“dan bahwa apa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai berai kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan kepadamu agar kamu bertakwa”
Firman Allah ini secara tegas menyuruh kaum muslimin untuk mengikuti tuntun-an agama seperti yang ada dalam kitab suci dan sunnah Rasulullah SAW, agar dengan de mikian dia menjadi orang yang benar-benar bertakwa.
Takwa juga berarti berhati-hati da-lam mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, memenuhi suruhan-Nya de-ngan tulus dan menjauhi larangannya dengan ikhlas. Takwa juga berarti memenuhi tuntu-nan agama dengan hati bersih, lepas dari egoisme dan mencari popularitas.
Diperlukan ke cermatan dan kebersihan hati untuk dapat memenuhi perintah Allah, seperangkat ilmu di-perlukan untuk dapat memahami perintah-Nya, dan mendalami maksud yang terkandung di dalamnya serta mengambil hikmat yang ada. Suruhan dan perintah Allah dijabarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Suruhan dan perintah itu sarat dengan rahasia dan hikmah yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang dekat dengan-Nya. Kedeka- tan hamba dengan Allah adalah karena ilmu dan takwanya. Mereka, yaitu orang-orang yang berilmu dan bertakwa yang benar-benar takut kepada-Nya.
Mereka takut kalau-ka-lau ibadat mereka tidak diterima oleh Allah, mereka takut kalau-kalau pemahaman mere ka terhadap perintah agama tidak tepat, mereka takut kalau apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah, mereka lebih takut lagi kalau apa yang mereka lakukan tidak diterima oleh-Nya. Mereka takut menafsirkan suruhan dan larangan Allah hanya karena kegairahan beragama semata, mereka takut mengajarkan sesuatu yg. tidak ada dalam firman-Nya dan contoh Rasulullah SAW karena kemaruk dekat dengan Allah. Merekalah, para ulama yang oleh Allah disebutkan dalam firman-Nya; “inna maa yakhsya Allaha min ‘ibadihi al-ulama’ “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’ (Fathir: 28).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Ulama’ adalah pewaris Nabi, mereka penerus perjuangan Rasulullah SAW, mere-ka penjaga kemurnian agama, karena itu ketika ada penyimpangan terhadap ajaran agama mereka bertindak membentenginya dan berusaha membela kebenaran dan kemurnian aga ma dari penyimpangan penafsiran yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kapasitas untuk menafsirinya.
Sayangnya perjuangan mereka tidak disambut dengan sim- patik bahkan dicemooh dan direndahkan. Para ulama dianggap tidak mengerti inovasi aga ma, mereka dianggap tidak menghargai orang yang berusaha menyegarkan ajaran agama, mereka alergi terhadap pembaharuan ajaran agama, mereka dinilai tidak mengerti hukum karena melarang seseorang untuk menyiarkan keyakinan ajarannya.
Para ulama tidak me-miliki otoritas dan kewenangan sebagai penafsir tunggal terhadap ajaran agama, mereka digugat ke pengadilan karena memperlakukan tidak adil dengan mengeluarkan surat yang memutuskan penyelewengan agama sebagai ajaran yang sesat, mereka dianggap melang gar hukum, ngamuk sana sini ketika ada orang yang berijtihad menyegarkan agama. Ula-ma yang membentengi kemurnian agama dari unsur-unsur yang menodainya dihujat dan dipojokkan, sedang yang menodai kemurnian agama dibela dan didukung,
Maka terjadilah pembalikan fakta, yang benar dinilai salah dan yang salah dinilai benar.Yang salah didukung dan mendapat simpatik yang luas dikalangan masyarakat, mu lai pengacara, lembaga bantuan hukum sampai lembaga sosial masyarakat, sedang yang benar dan lurus dipojokkan dan dihujat. Jadilah orang yang salah itu sebagai panutan dan pemimpin umat, pembelaan terhadapnya diyakini sebagai perbuatan baik, terhadap hal ini Allah berfirman yang artinya;
“maka apakah orang yang dijadikan setan menganggap baik pekerjaannya yang buruk la- lu dia meyakini itu baik, sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan? maka sesung-guhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendakinya dan menunjukkan siapa yang di-kehendakinya, maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesung-guhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (Fathir: 8).
Jika kondisi semacam dibiarkan maka yang tinggal adalah orang-orang yang bera-ni menafsirkan agama seenaknya sendiri, yang ada adalah orang bodoh yang tidak me-ngerti agama tetapi dijadikan panutan. Hal semacam ini pernah diingatkan oleh Rasulul lah dalam suatu hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hamba-hamba-Nya, tetapi Dia mencabut nya dengan mencabut para ulama’, sehingga ketika tidak ada orang alim yaitu orang yang memahami agama, maka mereka mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanyai dan memberi fatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan”.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Orang berilmu, kata orang bijak ada empat macam yaitu
(1). rajulun yadri annahu yadri yaitu orang yang tahu bahwa dia tahu. Dia tahu kalau di- rinya mengerti dan tahu ten tang ilmu yang dimilikinya, dia tahu bagaimana meng-amalkan ilmunya dengan benar, ia mengerti bagaimana memelihara ilmu yang dimi-likinya dan mengajarkannya kepada orang lain dengan tepat dan benar.
(2) rajulun yadri annahu laa yadri yaitu orang yang tahu bahwa dia tidak tahu. Karena mengerti kalau dia tidak tahu, dia berusaha untuk bertanya dan berguru kepada orang yang tahu, sebagaimana firman Allah „Fas-alu ahla azd-dzikri in kuntum laa ta’lamun “dan bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak tahu” (an-Nahl: 43).
(3). rajulun laa yadri annahu yadri yaitu orang yang tidak tahu bahwa dia tahu, dia tidak tahu kemampuan yang dimilikinya kare nanya perlu bantuan orang lain untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya, dan
(4). rajulun laa yadri annahu laa yadri yaitu orang yang tidak tahu kalau dia tidak tahu. Orang bodoh yang tidak tahu kebodohannya, tetapi bersikap seperti orang pintar. Kebodohannya membutakan mata hatinya dari kekurangan yang ada pada nya, ia bersikukuh dengan pendapatnya sekalipun itu tidak benar dalam pandangan orang banyak. Kebodohannya membuatnya arogan, sombong dan angkuh terhadap peringatan yg disampaikan orang lain, kebodohannya menyesatkannya dan menyesatkan orang keti-ka dia ditanyai atau memberi fatwa, orang seperti inilah yang dimaksudkan oleh Rasulul lah SAW dalam sabda Beliau di atas.
Apa jadinya jika masalah ibadat diserahkan kepada orang yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu, apa jadinya ibadat kalau ditafsirkan seenaknya sendiri tanpa mem-perdulikan syarat-syarat keabsahannya. Apa jadinya kalau orang yang bukan ahlinya me-mutuskan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan orang banyak, terlebih dalam masa lah ibadat yang tanggung jawabnya bukan hanya kepada sesama manusia tetapi kepada Allah.
Tentu jawabnya adalah kesesatan, kerugian dan kehancuran, benarlah jika Rasulul lah SAW bersabda: ’’Jika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam hal ibadat, Rasulullah SAW telah menggariskan agar mengikuti apa yang telah ditentukan “Khuzdu ‘anni: mana:sikakum, ambillah dariku cara-cara ibadatmu”. Salat misalnya, Rasulullah telah menggariskan agar melakukannya seperti yang dicontohkan oleh Beliau, baik gerakannya maupun ucapannya.
Demikian pula puasa, haji dan zakat. Kalau saja kaum muslimin boleh memilih mengapa harus berpayah-payah haji ke Mekah, mengapa tidak berhaji ke Jember saja?. Namun Allah dan Rasulullah telah menggariskan dengan jelas cara ibadat, itu wajib diikuti tanpa banyak tanya, kita tidak perlu terlalu kritis menyikapi cara ibadat yang telah digariskan oleh Rasulullah. Penyim pangan dari ketentuan ini apalagi tidak ada nash sharih (dalil yang jelas) yang menunjuk kan kebolehannya berbeda dengan ketentuan Rasulullah adalah bid’ah dhalalah suatu per-buatan yang mencerai beraikan kita dari jalan-Nya, perbuatan yang akan membawa kita ke neraka, na’uzdu billah.
Sebagai orang muslim yang taat, kita harus bersikap tegas, tidak ada alternatif lain kecuali mengikuti tuntunan Rasulullah SAW dengan hati bersih dan akal sehat, seraya me mohon perlindungan Allah semoga kita selalu dipelihara dari perkara yang merusakkan iman kita, semoga hidayah yang diberikan kepada kita tidak tercabut dari hati kita. Semo ga ibadat kita mendapat ridha-Nya dan segala kesalahan kita diampuni-Nya dan kita ter-panggil dalam keadaan khusnul khatimah, amin.