YANG PALING HEBAT |
Penulis: Gubahan Ratu Ribath [ 2/3/2009 ] |
|
|
Juha, adalah seorang emigran asal negeri Mesir. Menetap di Kampung Melayu. Suatu saat ia berjalan-jalan dengan seorang temannya, pribumi asli Tegal yang menetap di Jakarta, Gito namanya. Di tengah perjalanan Gito mengajaknya mampir ke rumah kenalan mereka, Dhen Hall yang kebetulan sebagai konsultan negeri Kincir, Belanda.
Di pagi hari Minggu yang cerah itu, mereka berencana jalan-jalan keliling kota, menikmati suasana pagi. Saat tiba di dekat Hotel Marina, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara erangan kucing yang sedang bertengkar, 'Ngeoong.....!'. Kontan mereka berhenti sejenak. Kemudian, barulah melanjutkan perjalanan.
Tetapi tak selang beberapa langkah, Juha berhenti, dan diikuti oleh yang lain. Ternyata timbullah niat iseng Juha, ia pun mengambil batu sebesar genggaman tangannya, dan ia pun mengejar kucing tadi seraya melemparnya dengan batu, dari jarak yang sangat dekat, sehingga matilah kucing itu. Teman-temannya pada tercengang dan terheran-heran, betapa kejamnya Juha. “Hai Juha, kamu harus sayang doong, kepada sesama makhluk Allah, dosa kan membunuh binatang tanpa sebab, apalagi dg sekejam itu, hayoo...beristighfarlah !” Teriak Dhen Hall yang sudah lima tahum ini memeluk agama Islam. Juha malah tersenyum sambil menjawab sekenanya, “Jangankan kucing, Firaun saja saat bikin onar, yaa kita bunuh kok, malahan kita mumikan..! Mau bukti,..? Tuh, pergi ke negaraku, masih bisa ditonton kok..!”
Akhirnya, mereka pun melanjutkan perjalanan sambil membawa pikiran dan hati mendongkol atas kesombong Juha. Hingga, sampailah mereka di tugu Monas. Maka, Dhen Hall bermaksud membalas kesombongan Juha, dan ia pun mengambil batu kemudian melempari Monas.
Tentu saja perilaku Dhen Hall ini diprotes oleh teman-temannya. Namun, dengan enteng dia menjawab, “Tugu sekecil ini, sudah terlalu kuno, sebaiknya kita robohkan saja...Tuh di negaraku masih banyak yang lebih tinggi dan lebih indah...!' Demikianlah ringkasnya dan merekapun terus melanjutkan perjalanan. Namun, kali ini Gito tidak seceria saat berangkat tadi. Ia merasa kehabisan akal untuk membalas kesombongan teman-temannya. Gito terus memeras otak, setiap melihat sesuatu yang akan ia banggakan, rasanya tidak ada yg terlalu istimewa jika dibanding dengan apa-apa yang ada di negara teman-temannya.
Tiba-tiba timbullah inspirasi Gito, saat melintasi pinggiran muara Angke, tempat rekreasi keluarga yang sangat terkenal di Jakarta, karena banyaknya tersedia di sana bermacam-macam ikan laut segar, sekaligus tersedia juru masak bayaran yang siap memasakkannya sesuai pesanan.
Saat itu banyak pengunjung yang menikmati masakan ikan laut, mereka berteduh di bawah tenda-tenda yang disediakan. Gito dan kedua temannya bersepakat untuk makan siang di sana, dan mencari tempat yang nyaman. Tetapi tiba-tiba Gito berjongkok dan mengambil beberapa batu-atuan, lantas melempari para pengunjung yang berdekatan dengannya. Kontan saja mereka lari pontang-panting ketakutan,, karena menyangka ada orang gila sedang mengamuk, karena Gito dengan sengaja berteriak dengan suara lantang dan berulang-ulang : “ Orang-orang rakus dan tamak semacam mereka ini, dikampungku sudah terlalu banyak, mereka perlu dibinasakan...!”.
Melihat ulah Gito yg agresif itu, Juha dan Dhen Hall pun hanya bisa tersenyum kecut menyaksikan kelakuan Gito, “Wah, nggak jadi bakar-bakar ikan deeh...!” Seloroh keduanya. Akhirnya mereka bertiga kembali pulang dengan membawa pikiran unik masing-masing. Gito pun tersenyum puas,karena merasa bisa menyaingi kesombongan kedua temannya.
(pejuangislam)
|