P E N T I N G N Y A A K H L A K
Ahmad Mukmin
Sesungguhnya Allah menciptakan manusia di alam dunia ini dengan segala keutamaannya, yaitu dengan akal, lisan, agama, dan akhlak. Begitu juga dengan agama, Allah menjadikan Islam sebagai agama yang mulia, sehingga Islam menempatkan akhlak pada tempat yang mulia pula.
Islam mewajibkan bagi setiap pemeluknya untuk menjalani hidup dengan akhlak, baik secara individu maupun bermasyarakat. Karena sesungguhnya akhlak adalah pokok dari kehidupan orang itu sendiri. Oleh karena itu, apabila seorang manusia tidak menggunakan akhlaknya dengan baik, maka ia bisa membahayakan dirinya sendiri, dan juga akan merusak hubungannya dengan orang lain dalam amalan dan tingkah lakunya.
Sehingga, begitu penting dan urgennya akhlak ini, ilmu pun tidak bisa menjamin seseorang akan sebuah kesuksesan dunia dan akhiratnya apabila tidak diimbangi dengan akhlak atau budi pekerti yang mulia. Sebagai mana yang dikatakan oleh pemimpin Mesir, Sa`dun Zahlul,
"Kami tidak membutuhkan banyaknya ilmu, akan tetapi kami membutuhkan banyaknya akhlakul karimah (budi pekerti yang mulia).
Pada zaman yang sudah tidak menentu dan penuh dengan fitnah ini, para generasi muda, khususnya generasi muda Islam di Indonesia, sudah enggan untuk mengenal akhlak, apalagi mempelajarinya. Padahal disebutkan dalam sebuah hadits, Rasul SAW bersabda
"Aku tidaklah diutus menjadi rasul kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia". Berdasarkan hadits tersebut, tampaklah betapa pentingnya bagi generasi muda Islam untuk memiliki akhlak yang mulia.
Membahas tentang hal ini, Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya, "Paling banyaknya perkara yang menjadi penyebab manusia dimasukkan kedalam surga adalah dengan takwa kepada Allah dan dengan akhlak yang mulia". Begitu juga para ulama zaman dahulu, mereka menulis dalam kitab kitabnya tentang pentingnya berakhlakul karimah (budi pekerti yang baik).
Sebagaimana yang di katakan oleh shahibul madzhab, Abu Abdillah Muhammad bin Idris As Syafii, yang masyhur dengan sebutan Imam Syafii, beliau berkata, "Tidaklah Allah memberikan kepada seseorang dengan suatu pemberian yang lebih utama dari akal dan adabnya akhlaknya. Keduanya(akal dan akhlak) itu merupakan simbol bagi kehidupan seorang pemuda. Apabila ia tidak memiliki keduanya, maka sesungguhnya kematian itu lebih layak baginya".
Al Ustad Umar bin Ahmad Baraja, beliau menjelaskan tentang pentingnya akhlak yang baik, beliau mengatakan, "Sesungguhnya akhlak yang baik adalah sebab kebahagiaanmu di dunia dan akhirat, Allah meridlaimu, keluargamu mencintaimu dan juga semua manusia akan mencintaimu. Serta kamu akan hidup dengan mereka dengan keadaan mulia. Begitu pula sebaliknya, akhlak yang buruk adalah penyebab dari kehancuranmu di dunia dan akhirat, Allah murka kepadamu, keluargamu marah kepadamu, dan juga semua manusia akan marah kepadamu. Serta kamu hidup di antara mereka dengan keadaan terhina".
Sesungguhnya manusia tidaklah dilihat dari bagusnya wajah(ketampanan) dan bagusnya pakaian, akan tetapi mereka dilihat dan dinilai dari budi pekertinya. Pujangga islam mengatakan, "Wajah tampan tidaklah mampu membawa manfaat kepada seorang pemuda apabila akhlak mereka telah rusak". Begitu juga ilmu, tidaklah bermanfaat apabila tidak disertai dengan akhlak yang mulia.
Oleh karena itulah, Imam Abu Abdurrahman Abdullah Ibnu Mubarok Al Handholi mengatakan, "Saya lebih menginkan sedikitnya ilmu dengan disertai adab dari pada banyaknya ilmu tanpa memiliki adab(akhlak). Dan juga dikatakan oleh ulama yang lain, "Apabila anda belajar satu bab dari pada adab(akhlak), maka lebih aku cintai dari pada anda belajar tujuh puluh bab dari beberapa bab tentang ilmu".
Apabila kita renungkan dan kita amati nasihat-nasihat para ulama di atas, alangkah pentingnya bagi para generasi muda dengan sebuah adab(akhlak).
Dari banyaknya akhlak-akhlak yang perlu kita perbaiki, disini kami akan menulis apa yang harus dilakukan seorang penuntut ilmu kepada gurunya. Seorang thalibul ilmi(penuntut ilmu), harus tunduk dengan nasihat-nasihat gurunya, dan melaksanakan perintah perintahnya, bukan takut karena hukuman, akan tetapi semata-mata melaksanakanya karena kewajiban, sebagai mana tunduknya orang sakit kepada dokternya, menerima apa saja yang di katakannya.