PAKAIAN YANG MELEBIHI MATA KAK
Luthfi Bashori
Asbaabul wurud-nya atau sebab datangnya hadits isbaalul izaar (larangan penjuluran pakaian) adalah, bahwa adat masyarakat Arab saat itu, di kalangan para pembesar Quraisy, sering kali menyombonkan diri dengan cara melebihkan pakaian mereka dibawah mata kaki, bahkan sarung, jubah dan qamis mereka dapat menyapu tanah. Sehingga sifat kesombongan saat itu diibaratkan oleh Nabi SAW dengan menjulurnya pakaian di bawah mata kaki.
Maka Nabi SAW melarang umat Islam agar tidak menjulurkan pakaian di bawah mata kaki jika bermaksud untuk bersombongria.
Menurut sebagian ulama, penyebab utama larangan itu, bukanlah karena sampai batas mana boleh-tidaknya berpakaian, tetapi hadits ini melarang umat Islam untuk menyombongkan diri lewat tata cara berpakaian (fashion), baik yang menjulur di bawah mata kaki atau yang tidak menjulur, selagi berniat untuk kesombongan maka dilarang oleh Nabi SAW.
Larangan berpakaian di bawah mata kaki, ada ulama yang berpendapat hukumnya haram dan ada yang berpendapat hukumnya makruh. Karena sebuah shighat atau gramatikal yang bernada larangan, jika di dalamnya ada lafadz yang menunjukkan arti kepastian, maka akan menghasilkan hukum haram, sedangkan jika ada lafadz yang memberi konotasi selain kepastian, maka akan menghasilkan hukum makruh.
Sebagai ilustrasi yang paling mudah, misalnya jika ada larangan :
A. Janganlah engkau makan hasil perjudian ! > Larangan ini menghasilkan hukum haram memakan hasil judi.
B. Janganlah engkau makan jengkol jika tidak ingin mulutmu bau ! > Larangan ini menghasilkan hukum makruh makan jengkol, karena masih ada lafadz pengikat : `jika tidak ingin mulutmu bau`.
Dalam hadits terkait penjuluran pakaian melebihi mata kaki, dijelaskan : Allah tidak akan melihat orang yang menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki karena kesombongan (HR. Muslim).
Dalam hadits ini terlihat jelas, bahwa lafadz kesombongan adalah menjadi dasar pelarangan penjuluran pakaian di bawah mata kaki.
Jadi meninggikan pakaian di atas mata kaki hukumnya sunnah, sedangkan menjulurkannya di bawa mata kaki hukumnya makruh. Kecuali jika diniati sebagai pakaian kesombongan maka seberapapun batasan pakaian itu, baik di bawah mata kaki maupun di atas mata kaki, maka hukumnya menjadi haram.
Sedangkan Nabi SAW sendiri telah memberi contoh bahwa pakaian beliau SAW selalu berada di atas mata kaki.
Jadi sunnah bagi umat Islam untuk meninggikan pakaian di atas mata kaki.
Yang perlu menjadi catatan adalah menggunakan CELANA PANJANG, pakaian ini bukanlah pakaian sunnah Nabi SAW, tetapi pakaian adat Belanda penyebar Kristen di Indonesia.
Sekalipun orang bercelana panjang itu tidak bertentangan dengan syariat, namun bukanlah termasuk sunnah Nabi SAW.
Nabi SAW sendiri dalam hadits terkait, beliau SAW menyebutkan izaar yang artinya sarung, bukan sarawil yang artinya celana panjang. Karena itu orang bersarung, sudah menjadi adat umat Islam sejak jaman Nabi SAW. Sedangkan pakaian Nabi SAW terdiri dari jubbah dan gamis.
Wallahu a`alm.