Judul di atas tiada lain adalah cuplikan dari hadits Rasulullah saw. Istafti qolbaka wa in aftaakal muftuun (tanyakan kepada hati nuranimu sekalipun "seribu" ahli fatwa mengarahkanmu).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang dalam tatanan ilmu Hadits termasuk tinggi derajat keshahihannya. Karena itu tidak semestinya disanggah oleh logika atau analisa yang berkembang di kalangan umat dewasa ini.
Tanggal 20 September mendatang, kita bangsa Indonesia akan menentukan nasib bangsa untuk lima tahun ke depan. Isu-isu yang berkaitan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden kian marak beredar, ada kalanya dari mulut ke mulut, fasilitas jasa SMS, diskusi terbatas, pengajian umum, selebaran, analisa maupun fatwa/taushiyah yang dikemas bernuansa Islam dan lain sebagainya yang kesemuanya lebih mengarahkan masyarakat kepada pilihan tertentu di dalam menghadapi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Kalau kita jeli dan jernih di dalam menyikapi ajakan atau himbauan bahkan sampai kepada bentuk intimidasi, maka kita akan menemukan tiga wacana isu yang kini berkembang : pilih Mega-Hasyim, SBY-Kalla atau golput.
Setiap pendukung dari tiga golongan ini mempunyai dasar dan analisa sendiri-sendiri, bahkan sering terjadi pengatasnamaan kepentingan agama, ikut mewarnai aksi dukung-mendukung capres dan cawapres.
Padahal banyak yang menilai bahwa pengadobsian dalil-dalil yang dipergunakan untuk mendukung calon tertentu, terjadi paradoks antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Ironisnya banyak juga ditemui fatwa tokoh yang satu bertentangan dengan tokoh yang lain dikarenakan beda kepentingan.
Coba kita buka cela yang bisa kita analisa dengan sedikit lebih cermat. Misalnya argument para pendukung Mega-Hasyim yang mengatakan bahwa calonnya termasuk pilihan paling kecil madlaratnya bagi kepentingan umat Islam.
Hanya saja mereka lupa akan nash hadits Lan yufliha qaumun wallau amrahum imraatan (tidak akan berhasil suatu kaum yang menyerahkan tampuk kepemimpinannya kepada wanita), dan lupa bahwa jumhurul ulama` juga mengharamkan wanita menjadi presiden.
Di samping itu telah terbukti bahwa rezim Mega tidak lebih baik dari rezim Soeharto, Habibie dan Gus Dur.
Sebagaimana maklum bahwa mayoritas pembiayaan kegiatan partai pendukung Mega tidak lepas dari kucuran dana cukong-cukong judi serta kebocoran uang negara, karena itu tidak mungkin rezim ini mampu memberantas korupsi dan perjudian dari bumi Indonesia.
Kebijaksanaan yang keluar dari pemimpin yang diharamkan oleh syariat tidak akan memberi berkah dan manfaat.
Kalaupun misalnya ada keberhasilannya di dunia, maka tidak akan menjamin keberhasilannya di akhirat, bahkan sangat mungkin akan gagal total urusan akhiratnya. Di samping itu, perlu diingat bahwa Partai Damai Sejahtera (partai umat Nasrani) juga ikut mendukung terpilihnya Mega-Hasyim, tentunya dengan membawa kepentingan mereka.
Sedangkan bagi pendukung SBY-Yusuf Kalla, isu yang sering didengar adalah ungkapan: "Ingin perubahan, pilih saja SBY", "Orangnya low profil dan senyumnya amat menawan". Demikian halnya dengan analisa beberapa tokoh masyarakat pendukung SBY mengatakan: "kalau ada dua pilihan antara capres wanita yang haram hukumnya dengan capres pria yang halal hukumnya tentu calon pria harus didahulukan".
Hanya saja mereka lupa bahwa terangkatnya nama SBY adalah berkat dukungan penuh Partai Demokrat yang tidak lepas dari campur tangan umat kristiani serta skenario Amerika sebagai sponsor dibalik mencuatnya nama SBY.
Analisa singkat ini memberi gambaran bahwa baik Mega maupun SBY tidak sedikitpun akan menguntungkan perjuangan umat Islam di dalam upaya menerapkan syariat Islam secara konstitusional, hingga masyarakat Indonesia sebagai mayoritas penduduk negeri ini mendapat kesempatan melaksanakan keyakinan agamanya secara penuh dalam naungan hukum sesuai dengan UUD 1945.
Barangkali golput juga merupakan salah satu sikap politik, karena itu sudah bukan jamannya lagi aparat mengintimidasi kelompok ini, mereka juga mempunyai argument yang rasional, diantaranya, apabila golput mencapai lebih dari 50% dari jumlah pemilih, maka siapapun presiden yang akan terpilih tidak akan legitimited baik di mata rakyat Indonesia maupun luar negeri. Dengan demikian, maka seluruh kebijaksanaan pemerintah yang tidak legitimited akan menghasilkan kebijaksanaan yang dapat merugikan masyarakat.
Apabila kelompok golput mampu berperan sebagai kelompok oposan yang mengawasi kinerja pemerintah maka diharapkan seluruh kebijaksanaannya tidak akan merugikan masyarakat, khususnya ummat Islam sebagai warga mayoritas.
Dengan adanya tiga kondisi tersebut di atas, maka sangat tepat apabila setiap individu muslim melaksanakan shalat Hajat dan Istikharah serta menanyakan pada hati nuraninya, dalam menentukan pemilihan presiden mendatang tanpa harus takut berbeda, termasuk dengan fatwa/taushiyah, analisa dan intimidasi yang kini berkembang di tengah masyarakat.
Alangkah mulianya apabila para ulama` dan tokoh masyarakat tidak lagi larut di dalam kegiatan dukung-mendukung capres- cawapres, dan mampu mengayomi segenap lapisan masyarakat serta kembali ke basis pendidikan dalam rangka pembinaan terhadap ummat.
HM. Luthfi Bashori, adalah pengasuh pesantren Ribath Al-Murtadla Al-Islami merangkap sebagai Ketua Umum Pesantren Ilmu Al Quran
(pejuangislam)