Disampaikan dalam kegiatan pembinaan dan kaderisasi
MUI wilayah Gresik Jatim
Pengaruh globalisasi dalam kehidupan umat Islam khususnya di Indonesia, saat ini terhitung cukup memprihatinkan. Pengaruh modernisasi di pelbagai aspek, telah banyak melemahkan sendi-sendi aqidah umat. Bahkan jika diteliti dengan seksama, maka hal tersebut telah merusak moralitas kaum muslimin. Sebut saja pengaruh pertelevisian nasional, dengan maraknya tayangan ajang semisal Indonesian Idol dan Mama Mia, atau maraknya sinetron percintaan yang menampilkan secara vulgar perilaku dan perkataan berbau pornografi, dan perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga, atau perlakuan diskriminatif terhadap kepentingan penerapan syariat secara kaaffah di kalangan umat Islam.
Semua perilaku negatif tayangan pertelevisian, kini telah menjadi acuan dan cerminan bagi kehidupan masyarakat di negeri yang berpenghuni mayoritas umat Islam ini. Bahkan ada tayangan yang dengan sengaja mengeksploitasi aktor dan aktris kanak-kanak dengan kesan ada kesengajaan menampilkan mereka dengan pakaian erotis dan mengumbar aurat, sehingga tanpa terasa telah mengalir dalam diri anak-anak tersebut kebiasaan buruk meninggalkan berbusana muslim.
Di kalangan bintang kecil ini, kerap terdengar percakapan antar mereka dengan menggunakan kata-kata berkonotasi negatif, perkataan yang seharusnya hanya pantas dilontarkan oleh orang dewasa. Demikian juga dengan tayangan musik disertai video klipnya, ikut pula mewarnai pelanggaran moral dan budaya ketimuran bangsa Indonesia.
Semua yang disebut oleh penulis di atas, hanyalah secuplik dari pengaruh negatif era globalisasi dan teknologi informasi. Realita di masyarakat, kini banyak kalangan ibu muslimat maupun kaum muslimin, yang tiba-tiba menjadi “gandrung” untuk tampil di depan umum, termasuk di depan layar televisi. Namun bukan dalam konteks menjadi tauladan yang baik bagi generasi penerus, melainkan justru ikut acara yang bersifat hura-hura.
Coba diperhatikan, berapa banyak dari kalangan rumah tangga muslim yang tanpa canggung ikut berjoget-ria di depan layar televisi dalam acara semacam kuis, tembang kenangan, ajang idol, dan sebagainya yang kian menjamur di hampir semua channel pertelevisian nasional.
Selaras dengan apa yang disampaikan oleh penulis di atas, dalam buku Materi Halaqah Mashlahah Ammah, 21 Juni 2008 yang diterbitkan oleh PWNU Jawa Timur pada hal 51, tertera "Media elektronik seperti TV, Video, Radio dll, juga memberi banyak peluang untuk menggiring dan mendekonstruksi (merusak) karakter umat." Pada baris berikutnya tertera “Tetapi yang jelas degradasi moral telah terjadi dalam kurun 40 tahun terakhir ini, sedangkan keberadaan televisi di negara kita juga dalam waktu itu.”
Tentunya, dengan kemerosotan moral yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, sangatlah memprihatinkan. Rontoknya moralitas umat Islam sebagaimana yang telah terjadi ini, tiada lain adalah imbas dari upaya pendangkalan aqidah yang gencar dilakukan oleh kalangan non muslim melalui skenario global.
Sebut saja maraknya upaya liberalisasi di segala bidang yang telah merambah ke dalam dunia Islam. Liberalisme pada hakikatnya adalah kebebasan berpikir dan berperilaku tanpa terbatasi oleh norma-norma apapun termasuk agama. Liberalisme ini berdampak negatif di hampir seluruh aspek kehidupan.
Pengaruh liberalisme juga dapat merusak aspek budaya, pendidikan, akhlaq, bahkan keyakinan agama. Kebebasan yang diadopsi oleh kaum liberal dari pemahaman dan pemikiran Orientalis Barat, sangat merugikan dan merusak eksistensi syariat agama yang dibawah oleh junjungan umat, Nabi besar Muhammad SAW.
Sebagai ilustrasi, bahwa terjadinya free sex dalam kehidupan para remaja misalnya, atau kehidupan gemerlapan dunia malam disertai jaringan narkoba dan sebagainya, tiada lain karena terjangkitnya wabah virus liberalisme yang menyerang di hampir seluruh sektor kehidupan umat Islam.
Dalam konsep kaum liberal, tidak ada aturan agama, tidak ada aturan negara, tidak ada aturan norma kemasyarakatan, tetapi yang ada hanyalah kepentingan duniawi dan upaya keberhasilan program liberalisasi bagi kehidupan seluruh umat manusia. Kata slogan mereka, hidup ini adalah dari manusia, untuk manusia, oleh manusia. Agama dan negara hanyalah semacam fasilitator, bukan sebagai pengatur bagi kehidupan manusia.
Untuk menanggulangi apa yang telah penulis paparkan di atas, maka setiap ulama, tokoh masyarakat dan para da`i, harus giat mengarahkan kepada setiap rumah tangga muslim, agar sedapat mungkin mampu mengimbangi pengaruh negatif tayangan pertelevisian nasional, salah satunya dengan giat menanamkan pendidikan keagamaan dan pendidikan adab sopan santun bermasyarakat, serta berani melawan dan menolak seluruh bentuk upaya leberalisasi yang diusung oleh tokoh-tokoh liberal sebagai antek-antek kaum Orientalis Barat.
Adapun. pendidikan yang dimaksud, bisa ditempuh dengan cara menitipkan putra-putrinya kepada lembaga pendidikan berbasis Islam yang masih eksis mempertahankan aqidah para ulama salaf, atau memanggil guru-guru agama untuk memberi pelajaran privat bagi keluargas atau minimal pada setiap keluarga muslim tersedia perpustakaan buku-buku Islami, dan kaset-kaset semacam VCD ceramah agama yang berkualitas.
(pejuangislam)