TAWARAN BEASISWA S-2, KE IRAN DARI OKNUM PBNU
Luthfi Bashori
Penulis mempunyai seorang murid, yang sejak tamat SD langsung daftar `nyantri` dan belajar di pesantren hingga tamat SMA.
Setelah tamat SMA, penulis berusaha meyakinkan santri ini sekaligus keluarganya, agar dapat melanjutkan studinya di Universitas Al-Ahghaf Hadramaut Yaman.
Alhamdulillah, mereka sepakat hingga berangkatlah santri ini ke Hadramaut dan belajar Universitas Al-Ahghaf sesuai arahan penulis.
Ringkasnya, dengan ketekunannya, maka santri ini dapat menyelesaikan pendidikannya hingga mendapat gelar Lc.
Lantas santri ini pulang kampung dengan tujuan mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya selama ini.
Namun, saat santri ini datang kepada penulis dan berdialog panjang lebar, maka penulis mencoba untuk mengarahkan lagi agar ia dapat melanjutkan ke jenjang pendidik minimal hingga S-2 di luar negeri.
Maka mulailah santri ini mencari info-info dan terobosan, agar bisa mendapatkan beasiswa (belajar gratis) ke luar negeri, hingga mampu menyelesaikan pendidikannya.
Hal itu ia lakukan karena terbentur dengan kondisi ekonomi keluarganya yang sedang menurun, maka ia merasa bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi motivasi dari penulis, adalah mencari beasiswa pendidikan yang gratis di luar negeri, hingga setara S-2.
Usaha demi usaha dilakukannya, sekaligus selalu menjalin hubungan secara intens dan bermusyawarah dengan penulis.
Pada suatu kesempatan, santri ini datang ke kantor PBNU, di era Rais `Aam dijabat oleh KH. Sahal Mahfudz (Almarhum), dengan tujuan untuk mencari beasiswa S-2 ke luar negeri.
Saat di kantor PBNU, bertemulah dengan Said Aqil Siraj (SAS) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah (Ketum) PBNU.
Setelah santri ini mengutarakan niatnya, maka SAS pun menawarkan agar ia mau menerima beasiswa pendidikan ke Qum Iran negeri Syiah Imamiyah yang akan difasilitasi sendiri oleh SAS.
Ringkasnya, santri ini pun menolaknya, lantas memberitahukan peristiwa tersebut kepada penulis, dan merasa takut kualat terhadap guru-gurunya jika ia menerima tawaran dari SAS itu.
Begitulah bukti nyata adanya beasiswa pendidikan secara gratis untuk belajar Syiah ke kota Qum Iran yang ditawarkan oleh oknum PBNU.
Saat ini, telah banyak para mahasiswa dari keluarga NU yang sedang belajar Syiah di kota Qum Iran, dengan menggunakan fasilitas beasiswa (belajar gratis) yang sengaja dibagikan oleh tokoh-tokoh elit.
KH. Hasyim Asy`ari sendiri mengatakan dalam kitab Risalah Ahlis Sunnah wal Jamaah sebagai berikut:
Selanjutnya beliau berkata; Selain empat Madzhab tersebut, juga ada lagi Madzhab Syiah Imamiyyah dan Syiah Zaidiyyah, tapi keduanya adalah Ahli Bidah (sesat), tidak boleh mengikuti atau berpegangan dengan kata kata mereka.
Namun, wasiat mulia KH. Hasyim Asy`ari ini ternyata sengaja dilanggar oleh SAS, hingga berani menjalin kerja sana dengan pihak Syiah Iran.
Bahkan sejak tahun 1995, SAS sendiri sudah berani mengkritik pedas terhadap KH. Hasyim Asy`ari dan para pendiri NU lainnya, tanpa menggunakan etika dan adab sopan santun serta budi pekeri yang luhur sedikitpun, sebagaimana tulisannya yang tertera dalam buku PMII Landasan dan Arah, tentang definisi Ahlus Sunnah wal Jamaah, pada halaman 3, SAS mengatakan:
"Kalau kita mempelajari ahlus sunnah wal jamaah dengan sebenarnya, batasan seperti itu membuat kita risih. Katakan saja, cukup memalukan, karena kesederhanaan itu. Sebab, pengertian tersebut merupakan definisi yang --maaf, bukan saya tidak menghargai Kiai Hasyim Asy`ari dan ulana-ulama sesepuh kita yang lain-- sangat manipulatif dan bersifat ikhtikar (monopoli)".
* Penulis adalah salah satu jajaran pengurus Syuriah MWC.NU Singosari Malang.