MENSIKAPI PERMAINAN
DUNIA
RUSHOIFAH
Katakan olehmu: “Kesenangan dunia ini sangat sedikit. Sedangkan negeri akhirat adalah lebih baik
bagi orang-orang bertakwa” (QS. Annisa, 4:77)
Kitab Nasha`ihul Ibaad mengutip nasihat Yahya bin Mu`adz,
seorang ulama terkemuka, wafat di Naisabur tahun 258 H. Menurut Yahya bin
Mu`adz merupakan orang sangat beruntung manakala
[1] Orang lebih dahulu
meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya
[2] Lebih dahulu membangun
kuburnya sebelum ia memasukinya
[3] Ia memperoleh ridha Allah SWT sebelum Allah
memanggilnya.
Apa yang disampaikan Yahya bin Mu`adz patut kita renungi bersama
mengingat tiga hal di atas erat kaitannya dengan kondisi jiwa kita sehari-hari.
Tentu, renungan yang kita maksud bermanfaat bagi kebahagiaan dan ketentraman
kita sendiri di saat melakoni kehidupan di dunia fana. Semoga perenungan kita
memperoleh ridha dan bernilai amal salih. Amin.
1. Orang
lebih dahulu meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya
Menurut Yahya bin Mu`adz, seseorang memperoleh kebahagiaan
hakiki manakala ia lebih bersegera meninggalkan dunia sebelum dunia
meninggalkannya. Orang seperti ini mempunyai otak cerdas sebab ia mampu merekam
fenomena kehidupan sehari-hari dan kemudian menyimpan rapi di dalam otaknya.
Adapun orang bodoh adalah orang yang berkali-kali diberi pelajaran oleh Allah
SWT tetapi tak pernah pelajaran itu menempel dalam otaknya.
Sebagai contoh: Pada tahun 2000 Pak Asnawi menyaksikan
sebuah keluarga yang bertikai dan terpecah hanya lantaran harta warisan. Pada
tahun itu, Pak Asnawi berkata: “Kekayaan ternyata hanya menimbulkan
perpecahan.” Pada tahun 2005, Pak Asnawi menjadi pengusaha sukses. Ia lupa lagi
atas perkataannya di tahun 2004, melainkan Pak Asnawi terus menumpuk harta
tanpa pernah terpikir bagaimana memaslahatkan harta itu. Sawah dan rumah Pak
Asnawi ada dimana-mana. Pak Asnawi mati akibat serangan jantung. Akhirnya,
sawah dan rumah yang luas diperebutkan oleh anak-anaknya dan menjadi sumber
perpecahan yang tidak ada akhirnya. Itulah contoh orang bodoh yang mudah sekali
lupa atas pelajaran dari Allah SWT padahal berapa ribu contoh serupa yang sudah
disaksikan manusia.”
Sebaliknya, seseorang dikatakan cerdas apabila ilmu
Allahbetapapun sedikit contohnamun mudah sekali diingat dan terus menempel
dalam kehidupannya. Seperti dikatakan Yahya bin Mu`adz bahwa orang yang cerdas
itu adalah “Orang yang lebih dahulu meninggalkan dunia sebelum dunia
meninggalkannya.” Nasihat Yahya mempunyai makna bahwa dunia harus segera
dienyahkan dari hati. Hati jangan terkait dengan dunia. Bukankah ketika ajal
sudah menjemput kita tidak akan berfikir tentang duniawi? Bukankah duniawi yang
menjadi sumber penyesalan sebagian besar umat manusia?
Oleh sebab itu, sebelum Malaikat Izrail as menjemput nyawa,
bukankah tidak sebaiknya jika kita segera mengenyahkan duniawi dari ruhani
kita. Kalau rohani sudah meninggalkan dunia, maka ketenangan, kebahagiaan, dan
ketentraman segera bersemayam di hati kita.
Tentu, kita bukan orang bodoh yang mudah lupa atas
pelajaran-pelajaran dari Allah SWT. Kita sering mengalami bahwa hati kerap
gelisah karena memikirkan duniawi, oleh sebab itu maka kita pun siap untuk
mengenyahkan duniawi dari hati kita. Sebab hanya dengan itu kita akan menjadi
manusia berbahagia. Hati harus tetap terjaga mengingat Allah SWT. Biarkan hanya
kaki dan tangan yang bertugas mencari penghidupan. Dengan cara demikian kita
akan menjadi pedagang yang hati-hati, pegawai yang mencintai akhirat, dan
nelayan yang pandai bersyukur.
2. Lebih
dahulu membangun kubur sebelum memasukinya
Yahya bin Mu`adz menyatakan bahwa orang berbahagia adalah
“Ia yang lebih dahulu membangun kuburnya sebelum memasukinya.” Nasihat ini
menekankan aspek kecerdasan dari manusia dimana ia telah mengetahui apa-apa
yang akan dilaluinya, selanjutnya mempersiapkan bekal apa yang berguna untuk
menjaga kebahagiaan dirinya. Peribahasa mengatakan: “Sedia payung sebelum
hujan.”
Kita pasti mati. Semua makhluk akan merasakan mati. Kita
tahu apa yang harus dipersiapkan guna menghadapi kematian? Kematian pasti
datang, mau tidak mau kita harus menghadapinya. Apa bekal menghadapi kematian?
Menumpuk dosa atau mengumpul pahala? Orang bodoh adalah mereka yang menumpuk
dosa, sebaliknya manusia pintar adalah manusia yang rajin mengumpulkan pahala.
Orang yang cerdas ketika menyaksikan kematian menjemput
seorang manusia maka ia segera mengambil pelajaran sebanyak-banyaknya dari
kejadian itu. Dia pun tafakur dan lebih giat mempersiapkan diri “membangun
kubur sebelum memasukinya.” Adapun orang bodoh adalah orang yang ketika
menyaksikan pelajaran tentang kematian, tiba-tiba mukanya berpaling dan menutup
telinga rapat-rapat saking tak sudinya menerima pelajaran-pelajaran dari Allah
Tuhan semesta alam.
Bodohnya orang itu seperti anak berusia cukup yang akan
memasuki sekolah namun ia tak sudi belajar baca dan tulis. Adapun anak cerdas
adalah anak yang antusias belajar dan sudah mahir baca tulis jauh hari sebelum
ia memasuki sekolahan. Orang cerdas itu tahu bahwa kehidupan sekolah sangat
bergantung pada aktivitas membaca dan menulis. Seperti halnya kehidupan setelah
kematian yang sangat bergantung pada sejauhmana seorang manusia melakukan
amalan salih. Di akhirat nilai duniawi sungguh tak berguna atau bahkan kerap
menjadi batu sandungan di akhirat yang melahirkan penyesalan yang tiada
bertepi. Naudzubillahi min dzalik.
3. Ia
memperoleh ridha Allah sebelum Allah memanggilnya
Yahya bin Mu\`adz menyatakan bahwa seseorang dikatakan sangat
beruntung manakala ia memperoleh ridha Allah jauh hari sebelum Allah
memanggilnya. Inilah makna istiqomah. Orang ini awalnya baik, perjalanannya
baik, dan akhirnya juga baik. Sehingga Allah ridha jauh hari sebelujm Allah
memanggilnya.
Ada orang bertanya: “Mas, enak ya kalau orang itu awalnya
pemaksiyat kemudian taubat. Wah kalau begitu saya juga mau maksiyat dulu baru
setelah itu taubat?” Perkataan orang demikian adalah perkataan bodoh sebab ia
telah merelakan kehidupannya kotor. Orang ini masih diliputi keragu-raguan,
kegamangan, dan hawa nafsu yang menggelincirkan ke dalam neraka Jahannam. Benar
apa yang dikatakan Yahya bin Mu`adz bahwa seseorang dikatakan sangat beruntung
ketika ia memperoleh ridha jauh hari sebelum Allah memanggilnya. Oleh sebab
itu, sepatutnya bagi kita dan generasi muda untuk segera meraih ridha Allah
mulai dari sekarang. Janganlah hidup kita terjebak hanya karena mengikuti
bisikan syaitan yang membinasakan kita sendiri.
Ridha Allah pada kita merupakan rekomendasi dari Pencipta
alam semesta. Jika banyak orang mengharap ridha Allah ketika tutup usia, maka
ia termasuk orang beruntung. Namun alangkah lebih beruntungnya manakala
dedtik-detik dalam hidup kita selalu dipayungi ridha Allah SWT dimana segala
aktivitas kita selalu direstui Allah sehingga pahala yang diraih datang tiada
terputus.
Kecuali mereka yang beriman dan beramal salih maka bagi
mereka pahala yang tak pernah putus (QS. Attin, 95: 4-6)
Kita bekerja, berbuat yang terbaik, beramal salih, dan
ibadah; tidaklah mengharap pujian atau hadiah dari manusia melainkan ridha
Allah yang kita cari. Dengan cara inilah kita menempati derajat manusia paling
beruntung dan berbahagia. Itulah nasihat Yahya bin Mu`adz yang menyatakan bahwa
sungguh beruntung manusia yang memperoleh ridha Allah sebelum Dia memanggilnya.
Semoga Allah berkenan meridhai segala yang kita lakukan sehingga
langkah-langkah kaki kita di muka mempunyai nilai ridha Allah SWT. Amin.
Penutup
Kehidupan di dunia memiliki makna khusus bagi manusia yang
mau berfikir. Manusia tersebut akan berfikir bahwa dunia hanya serangkaian
ujian guna mengklasifikasi umat manusia, mana di antara mereka yang beriman
kepada Allah SWT dan tinggal di dalam surga bersama-Nya; serta umat manusia
mana yang durhaka kepada-Nya dan tinggal dalam neraka selama-lamanya. Merupakan
kebahagiaan manakala seorang manusia;
[1] Meninggalkan dunia sebelum dunia
meninggalkannya (mensucikan hati dari noda duniawi)
[2] Membangun kubur sebelum
menempatinya (mengumpulkan bekal akhirat)
[3] Memperoleh ridha Allah sebelum
ajal menjemputnya.
Semoga kita menjadi manusia paling beruntung di muka bumi
sehingga memperoleh kebahagiaan hakiki akhirat kelak. Amin ya Rabbal `Alamin.